Kami tulis risalah ini untuk mereka yang tidak faham tentang dasar-dasar
ilmu hadits namun sudah berani menghasankan atau menshahihkan sebuah
riwayat yang dha'if berat dengan alasan berbilangnya jalan periwayatan. Mereka
menyangka bahwa dengan adanya riwayat sejenis yang menyertainya, itu akan
menjadi penguat bagi hadits yang dha'if berat tadi. Sayangnya, mereka tidak
mengetahui secara rinci seperti apa hadits lemah yang bisa naik derajatnya
menjadi hasan. Kita akan bahas sebuah kaidah yang semoga menjadi pencerahan
bagi kita semua.
Sesungguhnya para ulama telah bersepakat bahwa hadits dha'if yang bisa
terangkat menjadi hasan adalah hadits yang perawi di dalamnya lemah dalam
hafalan, namun jujur dalam perkataan dan amanah dalam penukilan. Dengan kata
lain, terdapat kelemahan dari sisi kedhabitan namun kuat dari sisi keadilannya.
Adapun jika perawinya dha'if karena kefasikan dan atau kedustaannya, maka
riwayat yang semakna dengannya tidak memberi pengaruh apa-apa, bahkan menambah
kelemahannya.
Al Hafizh Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab Al Ba'itsul Hatsits:
Berkata Syaikh Abu 'Amr -Ibnu Shalah- : "Tidak setiap hadits yang
mempunyai beberapa jalan, semisal hadits "Kedua telinga itu bagian dari
kepala", menjadikan hadits tersebut berderajat hasan. Hal ini karena
tingkat kelemahan hadits itu bermacam-macam, sebagian di antaranya ada yang
tingkat kelemahannya tidak bisa hilang dengan keberadaan hadits yang
menyertainya, yakni baik itu berupa tabi' maupun matbu', sebagaimana riwayat dari para
perawi pendusta dan matruk.
Dan di antaranya ada yang kelemahannya tertolong dengan adanya riwayat
penyerta, sebagaimana riwayat yang lemah karena buruknya hafalan, atau
meriwayatkan hadits mursal, maka ketika itu riwayat penyerta bermanfaat
baginya."
Secara lebih rinci, para ulama menjelaskan bahwa hadits lemah yang bisa
diangkat menjadi hasan, tidak lepas dari tiga jenis sebab, yaitu:
1.
Lemah karena kesamaran. Maksudnya adalah ketiadaan
informasi (jahalah) mengenai
keadaan rawi, yaitu penilaian jarh dan ta'dil-nya.
2. Lemahnya hafalan rawi. Yakni dimana ia jujur dan
beriman, atau ada padanya sifat adil, namun kadang atau sering salah, atau
tercampur hafalannya.
3. Lemah karena keterputusan, semisal irsal. Dan disyaratkan padanya bahwa
yang meng-irsal-kan tersebut
adalah seorang imam yang hafizh.
Maka jika jenis kelemahannya adalah semacam di atas, dibolehkan untuk
menjadikannya syawahid (penguat)
atau i'tibar. Adapun
perawi yang pendusta, atau tertuduh dusta, fasiq, atau matruk, maka sebagaimana
dijelaskan Ibnu Shalah di atas, tidak bisa dijadikan penguat, dan tidak bisa
dikuatkan atau menguatkan satu sama lainnya.
Di antara contoh hadits yang diriwayatkan dengan banyak jalur namun para
ulama sepakat melemahkannya, adalah hadits:
"Barangsiapa
di antara umatku menghafal empat puluh hadits, maka ia akan dibangkitkan pada
hari kiamat sebagai seorang yang faqih."
Hadits ini diriwayatkan oleh para ulama dalam kitab mereka, semisal Al
Baihaqi, Al Khatib Al Baghdadi, Ibnu 'Asakir, Ibnu Abdil Barr, dan yang lainnya
melalui beberapa jalan dari beberapa sahabat di antaranya Abdullah bin Mas’ud,
'Ali bin Abi Thalib, Mu'adz bin Jabal, Abu Darda, Abu Sa'id Al Khudri, Abu
Hurairah, Abu Umamah, Abdullah bin 'Abbas, Abdullah bin 'Umar, Abdullah bin
'Amr ibnul 'Ash, Jabir bin Samurah, Buraidah, dan Anas bin Malik. Namun para
ulama sepakat bahwa hadits ini dha'if walaupun diriwayatkan dari banyak jalan.
Hal ini karena keadaan perawi yang ada di jalan-jalan tersebut ada yang matruk
(ditinggalkan), ada pemalsu hadits, pendusta, dan sifat-sifat lain yang
kedaannya tidak memungkinkan riwayat tersebut untuk naik derajat menjadi hasan lighairihi.
Sebenarnya masih banyak contoh yang lain namun kita cukupkan satu saja
sekedar untuk memberi pengertian bahwa hadits yang mempunyai banyak jalan
periwayatannya, bukan jaminan bahwa hadits tersebut bisa menjadi shahih atau
hasan. Harus dilihat jenis dha'ifnya apakah dha'if ringan ataukah berat.
Wallahu a'lam.
Saya
kutib dari catatan akhi Ristiyan Ragil P
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih