Senin, 31 Desember 2012
Minggu, 30 Desember 2012
Dewa Matahari di Perayaan Tahun Baru dan Pandangan Islam
Setiap akhir tahun biasanya semua
manusia di dunia ini tidak terkecuali kaum Muslim mengalami wabah penyakit yang
luar biasa, pengidap penyakit ini biasanya menjadi suka menghamburkan harta
untuk berhura-hura, euforia yang berlebihan, pesta pora dengan makanan yang
mewah, minum-minum semalam penuh, lalu mendadak ngitung (3.., 2.., 1.. Dar Der
Dor).
Wabah itu bukan flu burung, bukan
juga kelaparan, tapi wabah penyakit akhir tahun yang kita biasa sebut dengan
tradisi perayaan tahun baru. Kaum muda pun tak ketinggalan merayakan tradisi
ini. Kalo yang udah punya gandengan merayakan dengan jalan-jalan konvoi
keliling kota, pesta di restoran, kafe.
Kalau yang jomblo, tiup terompet, minimal
jalan-jalan naik truk bak sapi lah, sambil teriak-teriak nggak jelas.
Dan bagi kaum adam yang normal
menurut pandangan zaman ini, kesemua perayaan itu tidaklah lengkap tanpa
kehadiran kaum hawa. Karena seperti kata iklan “nggak ada cewe, nggak rame”.
Bahkan di kota-kota besar, tak jarang
setelah menunggu semalaman pergantian tahun itu mereka mengakhirinya dengan
perbuatan-perbuatan terlarang di hotel atau motel terdekat.
Itulah sedikit cuplikan fakta yang
sering kita lihat, dengar, dan rasakan menjelang malam-malam pergantian tahun.
Ini dialami oleh kaum muslimin, khususnya para anak muda yang memang banyak
sekali warna dan gejolaknya. Nah, sebagai pemuda-pemudi muslim yang cerdas,
agar kita nggak salah langkah di tahun baruan ini, maka kita harus menyimak
gimana seharusnya kita menyikapi momen yang satu ini.
Asal muasal tahun baruan
Awal muasal tahun baru 1 Januari
jelas dari praktik penyembahan kepada dewa matahari kaum Romawi. Kita ketahui
semua perayaan Romawi pada dasarnya adalah penyembahan kepada dewa matahari
yang disesuaikan dengan gerakan matahari.
Sebagaimana yang kita ketahui, Romawi
yang terletak di bagian bumi sebelah utara mengalami 4 musim dikarenakan
pergerakan matahari. Dalam perhitungan sains masa kini yang juga dipahami
Romawi kuno, musim dingin adalah pertanda ’mati’ nya matahari karena saat itu
matahari bersembunyi di wilayah bagian selatan khatulistiwa.
Sepanjang bulan Desember, matahari
terus turun ke wilayah bagian selatan khatulistiwa sehingga memberikan musim
dingin pada wilayah Romawi, dan titik terjauh matahari adalah pada tanggal 22
Desember setiap tahunnya. Lalu mulai naik kembali ketika tanggal 25 Desember.
Matahari terus naik sampai benar-benar terasa sekitar 6 hari kemudian.
Karena itulah Romawi merayakan
rangkaian acara ’Kembalinya Matahari’ menyinari bumi sebagai perayaan terbesar.
Dimulai dari perayaan Saturnalia
(menyambut kembali dewa panen) pada tanggal 23 Desember. Lalu perayaan
kembalinya Dewa Matahari (Sol
Invictus) pada tanggal 25 Desember. Sampai tanggal 1-5 Januari
yaitu Perayaan Tahun Baru (Matahari Baru).
Orang-orang Romawi merayakan Tahun
Baru ini biasa dengan berjudi, mabuk-mabukan, bermain perempuan dan segala
tindakan keji penuh nafsu kebinatangan diumbar disana. Persis seperti yang
terjadi pada saat ini.
Ketika Romawi menggunakan Kristen
sebagai agama negara, maka terjadi akulturasi agama Kristen dengan agama pagan
Romawi. Maka diadopsilah tanggal 25 Desember sebagai hari Natal, 1 Januari
sebagai Tahun Baru dan Bahkan perayaan Paskah (Easter Day), dan banyak perayaan dan simbol serta ritual lain
yang diadopsi.
Bahkan untuk membenarkan 1 Januari
sebagai perayaan besar, Romawi menyatakan bahwa Yesus yang lahir pada tanggal
25 Desember menurut mereka disunat 6 hari setelahnya yaitu pada tanggal 1
Januari, maka perayaannya dikenal dengan nama ’Hari Raya Penyunatan Yesus’ (The Circumcision Feast of Jesus)
Pandangan Islam terhadap Perayaan
Tahun Baru
Yang ingin
kita sampaikan disini adalah bahwa ’Perayaan Tahun Baru’ dan derivatnya
bukanlah berasal dari Islam. Bahkan berasal dari praktek pagan Romawi yang
dilanjutkan menjadi perayaan dalam Kristen. Dan mengikuti serta merayakan Tahun
baru adalah suatu keharaman di dalam
Islam.
Dari segi budaya dan gaya hidup,
perayaan tahun baruan pada hakikatnya adalah senjata kaum kafir imperialis
dalam menyerang kaum muslim untuk menyebarkan ideologi setan yang senantiasa
mereka emban yaitu sekularisme dan pemikiran-pemikiran turunannya seperti
pluralisme, hedonisme-permisivisme dan konsumerisme untuk merusak kaum muslim,
sekaligus menjadi alat untuk mengeruk keuntungan besar bagi kaum kapitalis.
Serangan-serangan pemikiran yang
dilakukan barat ini dimaksudkan sedikitnya pada 3 hal yaitu :
1.
Menjauhkan
kaum muslim dari pemikiran, perasaan dan budaya serta gaya hidup yang Islami.
2.
Mengalihkan
perhatian kaum muslim atas penderitaan dan kedzaliman yang terjadi pada diri
mereka.
3.
Menjadikan
barat sebagai kiblat budaya kaum muslimin khususnya para pemuda.
Ketiga hal tersebut jelas terlihat
pada perayaan tahun baru yang dirayakan dan dibuat lebih megah dan lebih besar
daripada hari raya kaum muslimin sendiri. Tradisi barat merayakan tahun baru
dengan berpesta pora, berhura-hura di impor dan di ikuti oleh restoran, kafe,
stasiun televisi dan pemerintah untuk mangajarkan kaum muslimin perilaku
hedonisme-permisivisme dan konsumerisme.
Kaum muslim dibuat bersenang-senang
agar mereka lupa terhadap penderitaan dan penyiksaan yang terjadi atas
saudara-saudara mereka sesama muslim. Dan lewat tahun baruan ini pula disiarkan
dan dipropagandakan secara intensif budaya barat yang harus di ikuti seperti pesta
kembang api, pesta minum minuman keras serta film-film barat bernuansa
persuasif di televisi.
Semua hal tersebut dilakukan dengan
bungkus yang cantik sehingga kaum muslimin kebanyakan pun tertipu dan tanpa
sadar mengikuti budaya barat yang jauh dari ajaran Islam. Anggapan bahwa tahun
baru adalah “hari raya baru” milik kaum muslim pun telah wajar dan membebek
budaya barat pun dianggap lumrah.
Walhasil,
kaum secara i’tiqadi dan secara logika seorang muslim tidak layak larut dan
sibuk dalam perayaan haram tahun baruan yang menjadi sarana mengarahkan budaya
kaum muslim untuk mengekor kepada barat dan juga membuat kaum muslimin
melupakan masalah-masalah yang terjadi pada mereka.
Dan hal ini juga termasuk mengucapkan
selamat Tahun Baru, menyibukkan diri dalam perayaan tahun baru, meniup
terompet, dan hal-hal yang berhubungan dengan kebiasaan orang-orang kafir.
Khilafah dan Syariah: Not Action Talk Only,..!
Sering banget ketika kita
mempromosikan Khilafah dan Syariah lantas ada beberapa orang sirik dan panas
kupingnya lalu bilang : “Mas,
jangan NATO dong, Not Action Talk Only” katanya : “Ngomong doang, apa aksi nyatanya,..!!”
Maka ada beberapa yang harus
diluruskan :
1.
Seingat
saya, dulu guru Bahasa Indonesia ngajarin kalo “Ngomong” itu adalah aktivitas,
termasuk kata kerja, jadi talks
= action,
bahasa arabnya FI’IL.
2.
Namanya
dakwah itu ya ngomong, asal katanya aja da’a-yad’uu-dakwatan artinya menyeru, berarti ya ngomong,
bukan gebukin
orang.
3.
Dalam
beberapa hal, kita memang cuma bisa ngomong, karena Rasul pun mencontohkan
begitu. Misal, ketika Rasul menjelaskan surga dan neraka, apa Rasul bawa mereka
tour atau studi banding ke surga dan neraka? ya nggak lah..!! Rasul Muhammad
saw cuma ngomong kan.. apa itu berarti Rasul cuma NATO,..? nggak kan...!!
4.
Dalam
banyak hal, kadang-kadang kita cuma bisa membatasi aktivitas pada ngomong, jadi
nggak boleh aktivitas. Misal: menasehati orang judi nggak boleh, kita aktivitas
ikut judi. Menasehati orang supaya jadi Islam berarti jangan ikut-ikutan
aktivitas murtadnya. Menasehati orang ikut-ikutan sistem demokrasi juga gak
boleh sampe ikut-ikutan maksiat demokrasi.
betul atau bener? Jadi kalo nggak ikut sistem kufur dibilang
NATO, mendingan gitu aja deh, daripada ikutan maksiat. -->najis.
Sumber : Ustadz Felix
Siauw
Sabtu, 29 Desember 2012
Al-Qur'an Telah Membicarakan Fenomena Facebook 14 Abad Lalu
Suatu
ketika selepas Ashar di Masjid Al Hikam. Di salah satu pojok masjid tersebut
terdapat Ranid dengan dua orang temannya yakni Ahmad dan Ilmi yang terlihat
sedang mendiskusikan sesuatu. Kali ini tema yang diangkat seputar masalah
I’jazul Quran (Mukjizat Al Quran). Diskusi yang berjalan cukup santai namun
sarat akan ilmu.
Ahmad
adalah seorang mahasiswa salah satu PTS di Jakarta dengan program studi
Matematika. Seorang calon pengabdi masyarakat dengan ilmunya. Ahmad selalu
berupaya mengaitkan Al-Qur’an dengan bidang studinya matematika. Ahmad sering
berkutat dengan angka-angka dalam Al-Qur’an.
Ahmad
pun memulai diskusi. “Subhanallah Al-Qur'an itu bener-bener mukjizat. Saya
pernah baca di Internet bahwa ternyata kata Yaum (hari) di dalam alquran
sebanyak 365 kata sama seperti jumlah hari dalam satu tahun, kata syahr (bulan)
disebutin 12 kali sama kayak jumlah bulan dalam satu tahun, sab’u (minggu)
disebutin 7 kali sama dengan jumlah hari per minggu. Belum lagi kata-kata yang
berlawan kata. Misalnya ad dunya 115 kali, al akhiroh juga 115 kali. Malaikat
88 kali sedangkan asy syayathin 88 kali juga. Al hayat 145 kali begitupun
dengan Al Maut yang juga 145 kali. Belum lagi angka 19 yang disebutin dalam
alquran surat Al Mudatsir ayat 30. Sebetulnya masih banyak tapi mending antum
liat di internet aja nafsi-nafsi, tinggal tanya mbah google ketik key word nya
keajaiban angka dalam alquran,” Celoteh Ahmad sekaligus mengakhiri
presentasinya.
Tiba
giliran Ranid memaparkan pengetahuannya seputar masalah mukjizat Qur'an. Ranid
memang sangat menyenangi diskusi-diskusi tentang kajian Islam berhubung program
studi Ranid adalah bahasa Arab yang ia geluti di salah satu Ma’had Lughoh di
Jakarta. Maka ia akan memaparkan sepengetahuannya tentang I’jazul Quran dari
sudut pandang bahasa.
Setelah
mengucapkan basmalah seraya memuji Allah dengan hamdalah, serta sholawat kepada
Nabi SAW. Ranid pun mulai berkata “Mumtaz! ustadz Ahmad mantep dah
penjelasannya, giliran ane ya? Gini jadi mukjizat kalo diliat dari segi bahasa
maka secara sederhana dapat diartikan sebagai 'senjata' untuk melemahkan
terhadap tantangan dakwah yang ada. Contoh di zaman nabi Musa AS berhubung
waktu itu sihir sedang ngetrend-ngetrendnya maka Allah kasih mukjizat nabi Musa
AS 'menyerupai' sihir, tapi bukan sihir, dengan tongkatnya yang terkenal. Bisa
berubah jadi ular, ngebelah lautan, dsb. Trus di zaman nabi Isa AS berhubung
waktu itu ilmu kedokteran lagi maju-majunya maka Allah kasih kepada nabi Isa AS
mukjizat yang berhubungan dengan dunia pengobatan. Nah, di zaman Rasul SAW pada
masa itu kaum jahiliyyah terkenal akan syairnya yang luar biasa Indahnya. Maka
Allah pun memberikan kepada Nabi SAW berupa Al-Qur'an sebuah mukjizat yang
begitu sangat tinggi dan sarat akan nilai sastranya.”
Ranid
masih melanjutkan pemaparannya “bahkan Allah nantangin mereka kaum kafir untuk
buat satu surat saja yang semisal dengan alquran. Coba ente berdua buka
Al-Baqoroh ayat 23 'dan jika kamu meragukan Al-Qur'an yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) maka buatlah satu surat semisalnya dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang yang benar,' dan dilanjutan
ayatnya, bahwa Allah sudah kasih garansi, mereka pasti gak akan mampu
ngebuatnya.
Pernah
ada kisah tentang Musailamah Al-Kadzdzab yang coba-coba buat alquran tandingan.
Salah satu suratnya niru-niru al-fiil. Dan surat gadungan itu ditertawakan
banyak orang karena diliat dari sisi bahasa dan maknanya betul-betul jelek. Dan
satu hal lagi cuma alquran kitab suci yang bisa dihafal oleh jutaan manusia
walaupun manusianya itu sendiri pun tidak mengetahui arti alquran. Bahkan
uniknya juga, hafalannya tersebut lengkap sampai titik dan komanya. Subhanallah
maha benar Allah dalam firman-Nya 'dan sungguh Kami mudahkan Al-Qur'an untuk
peringatan' Al-Qomar ayat 17,” Ranid pun mengakhiri makalah yang dibawakannya.
Selanjutnya
giliran Ilmi yang mendapat giliran menjelaskan mukjizat quran berdasarkan studi
yang ia geluti. Ilmi adalah seorang mahasiswa IT di salah satu PTS di Jakarta.
Berbeda dengan kedua orang sahabatnya tadi, Ikhwan lajang ini tengah
mengerjakan tugas akhir dalam perkuliahannya. Hal ini dikarenakan Ilmi terlebih
dahulu kuliah selepas SMA daripada Ahmad dan Ranid yang sempat menunda jenjang
akademisnya.
Lengkap
dengan stelan kacamata khas para hacker di film Hollywood, Ilmi pun memulai
pembicaraannya. “sebenernya ane belum mau mengatakan ini mukjizat atau gak?
terus terang ane gak berani. Tapi salah satu point yang pernah ane dengar dalam
seminar Qur’an bahwa kenapa Qur’an disebut mukjizat tak lain dan tak bukan
adalah karena kebenarannya dalam 'meramal' masa depan. Betul gak Ran?” Ilmi
bertanya pada Ranid. Ranid pun mengiyakan pernyataan Ilmi dengan mengaggukan
kepala, seolah tak mau kehilangan pemaparan dari Ilmi sahabatnya.
Ilmi
melanjutkan “surat al-lahab contohnya, di situ Allah memastikan bahwa Abu Lahab
bakalan tetep kafir dan masuk neraka. Dan ketika surat itu turun di Mekkah, Abu
Lahab ternyata masih hidup. Sekarang coba antum bayangin kalo seandainya Abu
Lahab itu tergerak hatinya untuk masuk Islam atau pun pura-pura masuk Islam
maka Al-Qur'an akan dipertanyakan kebenarannya dari dulu sampai sekarang.
Ataupun di surat Ar-Rum di situ dijelaskan bahwa Romawi bakalan menang melawan
Persia. Dan itu subhanallah terjadi beberpa tahun kemudian. Setelah pada
peperangan yang sebelumnya Romawi kalah maka pada peperangan selanjutnya Romawi
menang telak.
Dan
satu lagi peristiwa fathul Mekkah di surat Al-Fath. Allah memastikan kaum
Muslimin akan memasuki Mekkah setelah sekian lama hijrah ke Madinah. Dan subhanallah
hal itu terbukti.”
Fenomena
Al-Fisbukiyyah dalam Al-Qur'an
“Ah
itu mah dari aspek sejarah Mi, coba dari aspek IT sesuai sama studi ente?”
Tanya Ranid seolah menantang Ilmi. “Weitss, tenang-tenang ane kan belum selesai
jelasinnya, ana lanjut ya!” Jawab Ilmi. “Nah berhubung tadi ane bilang ana gak
berani nyebut ini mukjizat atau nggak, maka ane akan bilang ini kehebatan
Quran.” Ilmi masih melanjutkan, sementara kedua rekannya Ahmad dan Ranid masih
terus diam dan menyimak kata per kata yang akan terlontar dari mulut Ilmi.
“ente berdua tau gak, bahwa sejak 1400 tahun yang lalu alquran sudah
menyinggung tentang Facebook dan kawan-kawannya?!” Ahmad sang Cagur (Calon
Guru) tertegun diiringi dengan tertawa kecil seolah tak percaya statmen Ilmi.
Lain lagi dengan Ranid yang masih berpikir dan mencari-cari bahwa apakah benar
kata Facebook ada di dalam Al-Qur'an. Dengan mencoba mentashrif pola-pola
fi’il.
Ilmi meneruskan kembali pemaparannya “Ahmad, coba ente berdua buka surat Al-Ma’arij ayat 19-21
Ilmi meneruskan kembali pemaparannya “Ahmad, coba ente berdua buka surat Al-Ma’arij ayat 19-21
"'Sungguh,
manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan, ia
berkeluh kesah. Dan apabila mendapat kebaikan dia jadi kikir.'
Ayat
ini menjelaskan fenomena jama’ah "Al-Fisbukiyyah" secara umum. Coba
ente-ente liat wirid-wirid mereka.
Kebanyakan
isinya keluh kesah. Temanya udah mirip sinetron mendayu-dayu sampai bikin air
mata keluar. Sakit dari mulai bisul, cantengan, jerawat, sampai ayan di update
di status. Cuaca juga gak ketinggalan. Dikasih hujan, ngeluh gak bisa
kemana-mana. Dikasih panas ngeluh kepanasan. Segala maksiat juga disebarin di
muka umum. Masalah duit abis, rezeki seret terus dan terus di suguhkan. Ibadah
juga ada beberapa yang dipublikasikan puasa, sedekah, tapi alhamdulillah ane
belum menemukan ada orang yang lagi sholat update status 'lagi roka’at dua nih'
naudzubillah kalo sampai ada!” canda Ilmi.
Ahmad
dan Ranid pun tertawa dan mengaminkan ucapan Ilmi. “Terus di ayat setelahnya
dikatakan 'apabila dapat kebaikan maka ia kikir.' Ane rasa betul ayat tersebut.
Coba ente berdua hitung ada beberapa orang yang update status semisal
alhamdulillah dapet rezeki, buat yang mau ditraktir harap tunggu di depan
masjid. Kira-kira ada gak status kayak gitu. Giliran dapat rezeki yang melimpah
pada pelit gak mau orang lain pada tau, tapi giliran ditimpa musibah di share
kemana-mana.”
“Ah,
lo iri aja kali jangan sok jaim deh?!” Kali ini Ahmad yang bertanya kepada
Ilmi. Ilmi pun menjawab “ane rasa jaim itu perlu, dalam konteks JAIM, Jaga-Iman
berkaitan dengan hal malu, ane tidak mengharamkan update status, akan tetapi
alangkah baiknya update-nya itu yang baik-baik pokoknya temanya mengajak
kebaikan dari quran, hadits, sahabat, ataupun salafush sholih. Inget akh dalam
hadits riwayat Bukhori dikatakan Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah
sesukamu. Ulama bilang bahwa jika kita udah gak malu sama Allah dan tidak
merasa diawasinya maka tunaikan saja hawa nafsumu dan lakukan apa yang kau
inginkan.” Jawab Ilmi.
Ranid
tak menyangka sahabatnya Ilmi dapat menarik dan mengaitkan surat Al-Ma’arij
ayat 20-22 dengan fenomena Facebookers yang bergentayangan di dunia maya.
Alhamdulillah bertambah satu lagi pengetahuan Ranid pada hari itu. Sungguh
Ranid sejatinya sudah sering membaca atau bahkan menghafalkan surat ini. Namun
dikarenakan kurang men-tadabbur-i ayat ini maka alangkah kagetnya ia
mendengarkan penjelasan yang dipaparkan oleh sahabatnya Ilmi.
Diskusi
kali ini pun berkahir seiring dikumandangkannya adzan maghrib sebagai pertanda
masuknya waktu sholat maghrib.
Langganan:
Postingan (Atom)