Tampilkan postingan dengan label agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label agama. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 April 2015

Membela Syaikh Al-Albani Walaupun Beliau Salah ?


Syaikh al-Fadhil ‘Ali bin Hasan bin ‘Abdil Hamid al-Halabi al-Atsari hafizhahullahu ditanya : “Mengapa Anda membela Syaikh Albani padahal beliau salah?

Jawab: “Siapa yang mengatakan kepada Anda bahwa kami membela Syaikh Albani walaupun beliau salah ? Kami tetap akan mengatakan salah apabila beliau memang melakukan kesalahan. Akan tetapi kami membela beliau dalam hal yang beliau tidak salah, dan dari kesalahan kaum yang menyalahkan beliau tanpa hak.

Adapun membela Syaikh padahal beliau salah, maka sekali-kali tidak! Kami tidak akan melakukan hal ini! Karena beliau sendirilah yang mendidik kami untuk mengagungkan kebenaran. Beliaulah yang mendidik kami untuk tetap menyalahkan orang yang salah. Dan beliau lah yang mendidik kami untuk membantah orang yang menyeleweng, walaupun orang tersebut adalah syaikh Albani sendiri! Ucapan ini adalah klaim kosong belaka! [selesai]

[Pertemuan ke-15 Room Al-Qur`ân al-Karîm]

Sumber : disini

Selasa, 24 Maret 2015

Salafi Bukan Aliran Tertentu Tetapi Penisbatan Kepada Para Salaf


Salafi bukanlah suatu aliran atau kelompok tertentu, akan tetapi salafi adalah penisbatan kepada para salaf yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, dan generasi terbaik yaitu Tabi’in dan tabi;ut tabi’in.
Jadi apapun organisasi atau ormasnya, jika mereka bermanhaj (metodologi beragama) sesuai dengan pemahaman para salaf, maka mereka semua adalah salafi. Ormas NU, ormas Muhammadiyah, organisasi A dan kelompok B, jika manhaj mereka mengikuti para salaf, maka mereka adalah salafi.
Bagi yang sudah belajar bahasa Arab tentu mereka paham. Bahwa kata “salaf” (سلف) jika ditambahkan huruf “ya nisbah” maka artinya adalah penisbatan. Sebagaimana kata yang sudah sering kita dengar “Islami” adalah penisbatan kepada Islam. Jadilah “pakaian Islami, akhlak Islami”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa beliau adalah “salaf”. Beliau berkata kepada putri beliau yaitu Fathimah :
اِتَّقِيْ اللهَ وَاصْبِرِي فَإِنَّ نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ
“Bertakwalah kamu dan bersabarlah karena sesungguhnya sebaik-baik Salaf bagi kamu adalah aku”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Begitu juga Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya yang hendak akan meninggal,
اِلْحَقِيْ بِسَلَفِنَا الصَّالِحِ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُوْنٍ.
“Susul-lah para salaf  (pendahulu) kita yang shalih, Utsman bin Mazh’un.” (HR ath Thabrani di dalam al Mu’jam al Ausath no. 5736)
Demikian juga dengan penyebutan “dakwah salafiyah”. Bagi yang sudah belajar bahasa Arab tentu paham. Artinya adalah dakwah menyeru kepada pemahaman para salaf dalam beragama.
Para salaf tersebut adalah generasi terbaik dalam Islam yang mana pemahaman agama mereka yang paling baik dan tentu harus kita ikuti. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَخُونُونَ وَلاَ يُؤْتَمَنُونَ، وَيَشْهَدُونَ وَلاَ يُسْتَشْهَدُونَ، وَيَنْذِرُونَ وَلاَ يَفُونَ، وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ
“Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian generasi setelahnya (tabi’in), kemudian generasi setelahnya (tabi’ut tabi’in). (HR. Bukhari 2651 dan Muslim 6638)
Jadi jika ada ungkapan “saya keluar dari salafi”, tentu  belum memahami benar istilah ini dan semoga mereka yang berkata demikian bisa memahami dan mendapatkan kebaikan yang banyak.

Kenapa Sih Kok Ada Istilah Salafi?
Sumbernya dari hadits bahwa umat akan terpecah belah menjadi beberapa 73 golongan (aliran) semunya akan masuk neraka (tidak kekal) kecuali satu yang selamat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثَةٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً. قِيلَ: مَنْ هِيَ يَا رَسُولَ الَّهلِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ
“Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya, ‘Siapakah dia wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘(Golongan) yang berada di atas jalan hidup (manhaj) yang aku dan para sahabatku berada’.” (HR. At-Tirmidzi )
Nah, satu yang selamat inilah yang dimaksudkan oleh para ulama. Berdasarkan penelitian para ulama nama satu kelompok ini ada banyak misalnya Firqotun najiyyah, Ahlus sunnah wal jamaah, ahlul Hadits, Salafi dan lain-lain.
Dahulunya para ulama mengenalkan dan mempopulerkan istilah ahli hadits atau ahlus sunnah wal jamaah. Akan tetapi tatkala semua pihak dan aliran yang menyimpang juga mengaku bahwa mereka adalah ahlus sunnah wal jamaah, maka para ulama belakangan mempopulerkan istilah “salafi”.
Akan tetapi saat inipun cukup banyak yang mengaku salafi tetapi akhlak, agama dan kepribadian mereka tidak sesuai dengan akhlak dan agama para salaf.
Tidak heran ada yang berkomentar : “salafi itu aliran keras dan maunya memang sendiri saja” bisa jadi karena ulah “oknum” tetapi jangan digeneralisir. Padahal para salaf mengajarkan agar dakwah itu hukum asalnya lembut, menghindari debat kusir walaupun kita menang secara ilmu, murah senyum dan berwajah ceria, serta menginginkan kebaikan kepada saudaranya.
Tidak heran ada yang berkomentar : “salafi itu gampang membid’ahkan, mengkafirkan, dikit-dikit bid’ah”
Bisa jadi karena ulah “oknum” tetapi jangan digeneralisir. Padahal para salaf mengajarkan agar tidak sembarangan membi’dahkan dan mengkafirkan. Kehormatan seorang muslim itu tinggi. Jika benar dia itu adalah bid’ah dan syirik, maka pelakunya belum tentu dicap ahli bid’ah dan ahli kesyirikan karena bisa jadi ada udzur syar’i. kalaupun iya, mereka melakukan, maka ada caranya menyampaikan, tentu dengan seni berdakwah  bukan sembarangan.
Ingat, para salaf mengajarkan, dakwah adalah menginginkan kebaikan kepada saudaranya, caranya harus baik dan lembut dan tepat keadaan. Jika dakwah diterima alhamdulillah, jika ditolak mka mereka didoakan serta tidak boleh dimusuhi karena mereka adalah saudara kita dan memiliki hak-hak persaudaraan seIslam.

Ulama Sejak Dahulu Sudah Menggunakan Istilah “Salaf”
Kata “salaf” bukanlah kata-kata yang baru, ulama sejak dahulu sudah menggunakannya. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana pada hadits yang kami bawakan di awal.
Berikut kami nukil perkataan ulama-ulama sejak zaman dahulu yang sudah dikenal oleh kita:
1.   Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat 204 H)
وأعرف حق السلف الذين اختارهم الله تعالى لصحبة نبيه صلى الله عليه وسلم، والأخذ بفضائلهم، وامسك عما شجر بينهم صغيره وكبيره
“Dan aku mengakui hak para salaf yang telah dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan memegang dengan keutamaan-keutamaan mereka, dan aku menahan diri dari perkara yang mereka percekcokan baik yang kecil atau besar.” (Al-Amru bi-ittiba’, As-Suyuthiy)
2.   Ahli tafsir Ibnu Katsir rahimahullah
وأما قوله تعالى: { ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ } فللناس في هذا المقام مقالات كثيرة جدا، ليس هذا موضع بسطها، وإنما يُسلك في هذا المقام مذهب السلف الصالح: مالك، والأوزاعي، والثوريوالليث بن سعد، والشافعي، وأحمد بن حنبل، وإسحاق بن راهويه وغيرهم، من أئمة المسلمين قديما وحديثا، وهو إمرارها كما جاءت من غير تكييف ولا تشبيه ولا تعطيل
“Sedangkan firman Allah ta’ala: ‘Kemudian Dia istiwa’ di atas ‘Arsy’, maka orang-orang dalam masalah ini mempunyai pendapat yang sangat banyak. Dan ini bukanlah tempat untuk menjabarkannya. Pendapat  inilah yang ditempuh oleh mazhabnya As-Salaf As-Shalih yaitu Imam Malik, Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Laits bin Sa’ad, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rohuyah dan imam-imam kaum muslimin baik yang dahulu dan sekarang, yakni membiarkannya tanpa takyif, tasybih dan ta’thil. (Tafsir Ibnu Katsir 3/426-427, syamilah)
3.   Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
وَاحْتَجَّ الشَّافِعِيُّ – رحمه الله – بِمَا رَوَى عَمْرُو بْنُ دِينَارٍعن ابن عمر رضي الله عنهما أَنَّهُ كَرِهَ أَنْ يَدَّهِنَ فِي عَظْمِ فِيلٍ لِأَنَّهُ مَيْتَةٌ، والسلف يطلقون الكراهة و يريدون بها التحريم
“Imam Asy-Syafii rahimahullah berhujjah dengan yang diriwayatkan oleh Amr bin Dinar dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwa beliau memakruhkan memakai minyak pada tulang gajah, karena itu bangkai. Dan Ulama salaf memberikan istilah dengan makruh sedangkan maksud mereka adalah pengharaman.” (Al-Majmu’ 1/127)
Demikian semoga bermanfaat


Petunjuk Ketika Mendengar Kentut


Suasana tenang akan mendadak berubah tatkala suara kentut terdengar di suatu tempat. Tipe suaranya yang khas kerap kali sukses memecah keheningan dan mengundang perhatian orang-orang yang tengah serius dengan kesibukannya. Keadaan pun menjadi riuh dan gaduh.
Walaupun merupakan bagian yang normal dari sistem pencernaan dalam tubuh manusia, kentut atau gas buang pencernaan menyebabkan munculnya respon yang bermacam-macam. Menertawakan atau tersenyum-senyum termasuk salah satu respon yang kerap disaksikan terhadap pelaku buang gas yang kadang tidak terdeteksi.
Orang yang mengeluarkan kentut di tengah orang banyak pastilah akan mengalami rasa malu yang besar, apalagi bila orang-orang menertawakan dirinya. Kehormatan bisa terkikis gara-gara angin yang bersuara tersebut tidak dapat terkontrol saat keluar. Dan seorang wanita akan mengalami malu yang lebih besar dan raut mukanya akan memerah malu jika kedapatan buang angin atau kentut.
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehati orang-orang yang tertawa ketika mendengar suara kentut orang lain. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Mengapa salah seorang dari kalian menertawakan sesuatu yang ia perbuat (juga)” (HR. Al-Bukhari no. 4942 dan Muslim no. 2855)
Kalau memang setiap orang juga mengeluarkan kentut, mengapa ia tertawa ketika mendengarnya dari orang lain?. Seseorang mestinya tertawa terhadap sesuatu yang ia sendiri tidak melakukannya. Karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur orang-orang yang tertawa-tawa karena mendengar suara kentut, karena suara itu juga keluar dari mereka, dan dialami oleh kebanyakan orang.
Semestinya, seseorang menjaga kehormatan orang lain, bukan justru mempermalukannya.
Pada sebagian masyarakat, orang-orang tidak peduli ketika mendengar seseorang mengeluarkan kentut di tengah mereka dan mereka pun tidak merasa malu saat melakukannya juga. Mereka memandang keluarnya suara kentut tidak berbeda dengan suara bersin, batuk dan semisalnya. Namun, pada masyarakat lain, mereka memang ‘merespon’ suara tersebut.
Untuk itu, perlu kiranya kita mendengar perkataan Imam Nawawi rahimahullahsaat menjelaskan pelajaran dari hadits diatas :
“Dalam hadits (ini) terdapat larangan (bagi seseorang) menertawakan kentut yang didengar dari orang lain. Seyogyanya bersikap pura-pura tidak tahu, dan melanjutkan pembicaraan dan kesibukan yang sebelumnya dilakukan, tanpa menoleh atau tindakan lainnya, dan menampakkan seolah-olah tidak mendengarnya. Sikap ini memuat adab yang mulia dan pergaulan yang baik (dengan orang lain)”. (Syarh Shahih Muslim XVII/188).
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah menegaskan : “Engkau tertawa dan membuat orang lain malu, ini tindakan yang tidak patut”.
Beliau rahimahullah melanjutkan : “Hadits ini juga memuat satu petunjuk bahwa tidak seyogyanya seseorang mencela orang lain dengan sesuatu yang ia juga melakukannya. kalau engkau tidak mencela dirimu dengan kekurangan itu, mengapa engkau mencela kekurangan itu pada saudara-saudaramu?”. (Syarh Riyadhus Shalihin 1/657)
Termasuk tindakan yang tidak patut dilakukan oleh kaum Muslimin. Apabila berkumpul, mereka saling berbalas suara kentut dan kemudian tertwa-tawa setelah itu. Sebab, hal ini tidak sejalan dengan Muru’ah (nilai kesopanan) dan akhlak yang mulia. (Lihat Fatawa al-Lajnah ad-Daimah XXXVI/112) Wabillahi taufiq.


Sumber : Di sini 

Akhir Dari Kota Kesyirikan


Awalnya kota ini dihuni oleh seluruh manusia yang kafir atau musyrik. Padahal jaraknya hanya sekitar 80 km saja dari Makkah. Namun saat ini, sejak kota ini ditaklukkan, seluruh penduduk ini telah bertauhid dan istiqamah diatas tauhidnya sampai sekarang, insya Allah Ta'ala. Apa yang telah terjadi pada kota ini sehingga penduduknya bertauhid semua?
Inilah kota Thaif, salah 1 kota yang berada di dalam negara Saudi Arabia.
Berawal di bulan Syawwal, 3 tahun sebelum hijrah. Dua orang berjalan 60 mil (80 km) dari Makkah menuju Tha’if. Mereka berdua berjalan kaki, berdebu di jalan Allah, demi menyampaikan risalah kebenaran. Tatkala sampai di Thaif, mereka berdua mendatangi tiga orang pemuka kabilah Tsaqif: Abd Yala’il, Mas’ud, dan Habib. Ketiganya putera Amr bin Umair Ats Tsaqafi. Kepada mereka bertiga disampaikanlah ajakan untuk memeluk Islam lewat lisan paling mulia. Tapi, jangankan sambutan atau balasan yang hangat dan damai, yang diterima oleh pendakwah ini malah makian dan cacian.
Salah seorang dari mereka berkata : “Jika Allah benar-benar mengutusmu, maka Dia akan merobek-robek pakaian Ka’bah”
Seorang yang lain menimpali : “Apakah Allah tidak menemukan orang lain selain dirimu?”
Orang terakhir tidak mau kalah : “Demi Allah! Aku sekali-kali tidak akan mau berbicara denganmu! Jika memang engkau seorang rasul, sungguh engkau terlalu agung untuk dibantah ucapanmu dan jika engkau seorang pendusta terhadap Allah, maka tidak patut pula aku berbicara denganmu”
Sambutan yang sangat tidak pantas bagi musafir dakwah tersebut. Dakwah dalam 10 hari di Thaif ditolak mentah-mentah oleh penduduknya. Ketika dua orang musafir ini hendak meninggalkan Thaif, mereka tidak dilepas dengan lambaian tangan perpisahan atau kenang-kenangan berharga, justru mereka diberi kenang-kenangan berupa lemparan batu dan cacian yang menyayat hati. Lemparan batu dari manusia-manusia tak bermoral itu membuat sandal Sang Pendakwah hingga berlumuran darah dari kakinya. Tidak ketinggalan, pendamping perjalanannya sekaligus anak angkatnya yang telah berusaha melindungi Sang Pendakwah itu juga turut terkena lemparan hingga kepalanya berdarah.
Perjalanan jauh dari Makkah ke Thaif, tinggal selama lebih dari seminggu, mengajak manusia kepada kebenaran, tapi justru keluar dari kota itu bagai makhluk hina yang terusir. Tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Sang Pendakwah tersebut, pastilah hancur dan sangat sedih.
Sampailah perjalanan mereka di tempat yang sekarang bernama Qarn Al Manazil. Sang Pendakwah yang juga manusia termulia itu bertemu dengan Jibril bersama Malaikat penjaga gunung. Malaikat penjaga gunung berkata : “Wahai Muhammad! Hal itu terserah padamu. Jika engkau menghendaki aku meratakan mereka dengan Al Akhasyabain (Dua bukit besar), maka aku lakukan”
Orang yang diseru itu menjawab : “Tidak, sesungguhnya aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang sulbi keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”
Kisah di atas disarikan dari yang tertulis di dalam kitab Ar Rahiqul Makhtum karya Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri. Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Bad’ul Khalq I/458 dan diriwayatkan pula oleh Imam Muslim bab Ma Laqiyyan Nabiyya Shallallahu ‘alaihi wasallam Min Adzal Musyrikin wal Munafiqin II/109. 
Kisah di atas mengenai Sang Pendakwah yang tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan anak angkatnya, Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu.
Mengenai kisah di atas, Ibn Hajar Al Asqalani mengomentarinya : “Di dalam hadits ini terkandung keterangan mengenai besarnya rasa kasih sayang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya dan betapa kuat kesabaran dan kelembutan sikapnya. Hal itu selaras dengan firman Allah ta’ala (yang artinya), ‘Dengan rahmat Allah maka kamupun bersikap lembut kepada mereka’. Dan juga firman-Nya (yang artinya), ‘Tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia.’.” (Fathul Bari 6/353)
Apa yang membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap tegar meski beribadah? Itu karena beliau berharap agar hasil dakwah ini bisa dituai di kemudian hari meski mungkin sekarang hal itu belum bisa terjadi. Hal itu bisa dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Tidak, sesungguhnya aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang sulbi keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”
“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Huud: 49)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap sabar menghadapi perlakuan buruk para penentangnya di kota Thaif. Meskipun mendapatkan perlakuan buruk, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mendoakan kepada Allah agar menurunkan siksa kepada mereka. Namun sebaliknya, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam malah mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah, dan Allah Azza wa Jalla memperkenankan doa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penulis : Akhi Fitr Kurniawan

Rabu, 28 Januari 2015

Biografi Ulama : Syaikhuna al-Mu’ammar al-Musnid Zhahiruddin Husein Aabdi al-Mubarakfuri


Beliau adalah salah satu ulama yang berasal dari India, meskipun beliau tidak populer dikalangan orang awam, akantetapi hal itu tidak menghilangkan kehebatan dan keutamaan beliau dikalangan ahli ilmu. Beliau adalah : Zhahiruddin Husein Aabdi bin Muhammad Bahadur Husein Aabdi ar-Rahmani al-Mubrakfuri al-Atsari. Bapaknya berrnama Muhammad Bahadur Husein Aabdi dikenal pula dengan Abd as-Shubhan Husein Aabdi. Sedangkan Husein Aabdi adalah tambahan nama yang disebut dalam kartu identitas resmi pemerintah. Sedang kunyah beliau Abu Dzulqarnain Sirojuddin. 
Dalam KTP nya disebutkan kalau beliau lahir tanggal 1 bulan 7 tahun 1923 M atau bertepatan dengan tanggal 18 bulan Dzul Qa’dah tahun 1341 H, tetapi syaikh mengatakan bahwa tanggal kelahiran sebenarnya lebih awal dari itu, yaitu sekitar tahun 1338 H atau 1920 M. Syaikh menikah dua kali dan dikaruniai keturunan dari kedua istrinya.
Masa belajar : Syaikh belajar membaca al-Qur’an kepada Ibunya yang bernama Khadijah seorang perempuan shalih dan berbudi luhur. Ketika umur beliau 8 tahun, beliau bertemu dengan penulis Syarh Sunan Tirmidzi “Tuhfatul Ahwadzi” yaitu al-Allamah al-Muhadits al-Kabir Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri. Waktu itu Syaikh Abdurrahman mengijazahinya ijazah khusus Tuhftul Ahwadzi dan ammah untuk semua riwayatnya. (Kami menduga, saat ini beliau adalah Orang Terakhir yang masih hidup yang meriwayatkan dari al-Allamah Abdurrahman al-Mubarakfuri.)
Setelah itu, beliau kemudian masuk madrasah ibtidaiyah Darul Ta’lim di Husein Aabad, lalu melanjutkan ke Madarasah tingkat lanjut di kota lain, sampai masuk di Madrasah ar-Rahmaniyah di Delhi yang ketika itu dikepalai oleh al-Allamah al-Muhadits Ahmadullah ad-Dihlawi salah satu murid al-Allamah Delhi Sayyid Nadzir Husein ad-Dihlawi dan rekan yunior dari al-Allamah Abdurrahman al-Mubarakfuri. 
Di sini beliau membaca Shahih Muslim kepada Syaikh Ahmadullah. Namun, baru sampai jilid awal, terjadi suatu permasalahan yang mengakibatkan Syaikh Ahmadullah marah kepada beberapa orang di Madrasah ar-Rahmaniyah dan pindah ke Madrasah Zabidiyah. Zhahiruddin muda tidak menyerah dengan keadaan ini, beliau mendatangi rumah syaikh di Zabidiyah dan memintanya menye-lesaikan bacaan jilid terakhir, namun ditolak oleh Syaikh Ahmadullah, begitu berkali-kali sampai beberapa hari. Namun melihat kesung-guhannya, akhirnya Syaikh Ahmadullah menyetujui permintaan itu dan Syaikh Zhahiruddin pun berhasil menyelesaikan bacaan Shahih Muslim semuanya dihadapan beliau. Bahkan beliau juga sempat membaca setengah dari Shahih Bukhori dan sebagian mutun ilmiyah lain kepadanya. 
Selain kepada Syaikh Ahmadullah beliau belajar pula kepada Syaikh Ahmad Hisyamudin al-Ma’awi, salah satu murid lain dari Muhadits Nadir Husein ad-Dihlawi di Madrasah beliau di Ma’aw. Sempat mendengar beberapa kitab kepadanya, diantaranya sebagian Muntaqa al-Akhbar, dan ijazah ammah. Untuk kitab al-Muntaqa ini, beliau sempat pula membaca sebagiannya kepada Syaikh Abdul Jalil Bastawi, syaikhul hadits di Madrasah Rahmaniyah pengganti Syaikh Ahmadullah.
Beliau juga belajar kepada Syaikh Ubaidullah bin Abdussalam al-Mubarakfuri, penulis syarah al-Misykat, Mir’atul Mafatih. Dan membaca kepadanya sejumlah kitab seperti Bukhori, Muwatho’, Sunan yang empat, dan Syamail Imam Tirmidzi. 
Aktivitas Beliau : Kini beliau adalah guru besar hadits di Jami’ah Darus Salam Amar Aabad, Hind. Syaikh dikenal termasuk ulama yang bersifat lemah lembut kepada murid-muridnya dan selalu mengajarkan itu kepada murid-muridnya. Syaikh mengatakan bahwa diantara kebiasaan para pengajar di daerahnya selalu membawa tongkat untuk memukul para pelajar yang lalai, dan beliau hampir 60 tahun mengajar, tidak pernah membawa tongkat sama sekali dan tidak pernah memukul murid-muridnya. 
Sebagian muridnya berkata, kalau Syaikh ahli dalam tidak kurang 17 bidang ilmu. Seperti ilmu Hadits, Tafsir, Tarikh Islam, Mantuq dan lain-lain. Dan beliau dikenal memiliki kompetensi dan pengalaman mengajar Sunan Abu Dawud dan Muqadimah Ibn Khaldun selama tidak kurang dari 40 tahun. Semoga Allah menjaga kami dan beliau dan menetapkan kami dan beliau dalam keikhlasan dan kebenaran.
Aamiin


Penulis : Ustadz Rikrik Aulia Rahman

Minggu, 28 Desember 2014

Mengapa Mereka Membenci Khalifah Sulaiman al-Qanuni (King Sulaiman the Magnificent) – bag 2


Penaklukan Pulau Rodos
(13 shafar 929 H/1 Januari 1523 M)
Pulau Rodos bagaikan duri pengahalang di kerongkongan Daulah Utsmaniyyah. Pulau Rodos terkenal dengan benteng-bentengnya yang kokoh dan langka sehingga Sultan-Sultan kaum muslimin tidak bisa menaklukkannya bahkan seperti Sultan Muhamad al-Fatih.
Pulau Rodos dihuni oleh kaum nashrani Roma yang digelari Knight of St. John yang terusir dari negeri Syam. Mereka di bawah kendali Paus di Roma. Dan mereka sangat membenci kaum muslimin. Selama tinggal di sana mereka sering menyamun kapal-kapal kaum muslimin yang menuju Hijaz. Mereka membunuhi kaum laki-laki, memperkosa para wanita dan menawan anak-anak kecil serta merampas harta dan membunuh jamaah haji dan membakar kapal-kapal kaum muslimin. Mereka memanfaatkan pulau dan benteng mereka yang kokoh sehingga mereka yakin bahwa kaum muslimin tidak akan bisa mencapai mereka.
Suatu ketika kaum salibis di Rodos merompak salah satu kapal islamiyah yang penuh muatan jama’ah haji dan pedagang kaum muslimin. Mereka membunuh seisi kapal dan membakar kapal tersebut.
Sultan Sulaiman al-Qanuni mendengar berita ini. Maka bangkitlah amarah beliau karena Allah. Dan ia bersumpah tidak akan beristirahat sampai berhasil menaklukan pulau Rodos dan mengusir orang-orang kafir darinya.
Tanpa menunda-nunda, Sultan Sulaiman segera menyiapkan pasukan untuk merebut pulau Rodos di darat dan di laut. Ia memanfaatkan Raja-Raja Eropa yang sedang berperang sesama mereka. Di samping itu Paus di Vatikan sibuk menghadapi dakwah Martin Luther dan bangkitnya kristen protestan.
Sultan Sulaiman mengirimkan pasukan besar yang dipimpin Musthofa Baasya dengan kekuatan 200 ribu prajurit, didukung dengan meriam-meriam yang sangat banyak serta 700 kapal perang. Dimulailah penyerangan terhadap dinding-dinding benteng Rodos. Hanya saja, itu tidak menimbulkan dampak yang berarti dikarenakan kokohnya pertahanan pulau Rodos.
Maka Sultan Sulaiman murka, ia pun berangkat membawa pasukan-pasukan mujahidin. Beliau memimpin langsung penyerangan ke pulau Rodos. Sultan mengepungnya selama 6 bulan penuh dan terus mempersempit pengepungan. Selama pengepungan itu kaum muslimin terus menghujani benteng Rodos dengan meriam bak hujan turun. Sehingga jumlah tembakan meriam sampai 220 ribu tembakan.
Sumber-sumber sejarah menyebutkan kondisi cuaca saat pengepungan benteng pulau Rodos bahwasanya cuaca sangat buruk, hujan terus-menerus mengguyur kaum muslimin, kilat menyambar dan petir memekakkan telinga, namun itu semua tidak membuat mujahidin surut ke belakang.
Akhirnya para Knight of St. John menyerah.
Sultan Sulaiman memberi mereka waktu 12 hari untuk keluar dari pulau itu. Dan beliau memberi jaminan keamanan untuk mereka dan untuk gereja serta agama mereka. Memang seperti itulah sikap Sultan Sulaiman setiap kali menaklukan negeri nashrani di Eropa.
Kemudian Sultan Sulaiman al-Qanuni memasuki pulau Rodos pada 13 Shafar 929 hijriyah atau 1 Januari 1523 masehi.
Maka gemparlah singgasana nashraniyah di Roma dan seluruh dunia. Dan keluarlah Knight of St. John dari pulau tersebut dengan kepala tertunduk merasa hina dan kalah, mereka pergi ke pulau Malta dan kemudian di gelari Knight of Malta.
Sejarawan Abdurrahim al Abbasi salah seorang saksi mata peristiwa ini menceritakan di dalam kitabnya “Minahu Robbil Bariyyah fi Fathi Rudas al Abiyya” bahwa kaum muslimin mendapati di pulau ini 3000 orang yang ditawan Knight of St. John dalam keadaan menggenaskan karena azab dan siksaan yang mereka alami.
Ia menceritakan para mujahidin menangis saat melihat kondisi para tawanan tersebut. Sultan Sulaiman memerintahkan prajuritnya membersihkan gereja dari gambar dan berhala lalu dibuatkanlah mimbar sederhana dari kayu dan ditegakkanlah sholat Jum’at dengan Sultan sebagai Khatib, walillahi al Hamdu wal Minnah.
Wallahu A’lam


Mengapa Mereka Membenci Khalifah Sulaiman al-Qanuni (King Sulaiman the Magnificent) – bag 1


Simak kisah singkat ini :
Pernahkah anda mendengar tentang perang Mohacs? Sesungguhnya itu bukanlah perang, tetapi pembantaian. Peristiwa ini terjadi pada 21/11/932 hijriyah.
Ringkas cerita, utusan Khalifah Utsmani Sulaiman al-Qanuni berangkat untuk mengambil jizyah dari Raja Hongaria dan pemimpin Eropa ketika itu Luis II. Maka atas saran paus di Vatikan, Raja Hongaria membunuh utusan Sulaiman al-Qanuni. Mendengar berita itu bersiap-siaplah Sulaiman al-Qanuni untuk menyerang Eropa. Begitu juga gereja dan Eropa menyiapkan pasukannya.
Sulaiman al-Qanuni menyiapkan pasukan yang terdiri dari 100.000 prajurit, 350 meriam dan 800 kapal perang. Sedangkan kekuatan Eropa 200.000 pasukan berkuda, 35 ribu diantaranya bersenjata lengkap dengan baju besi.
Sulaiman dan pasukannya menempuh jarak 1000 kilometer dan berhasil merebut benteng-benteng sepanjang perjalanannya, guna mengamankan jalan ketika menarik pasukannya mundur jika terjadi kekalahan. Beliau dan pasukannya melewati sungai dan menunggu di lembah Mohacs selatan Hongaria dan timur Rumania menanti pasukan Eropa yg terdiri dari Hongaria, Rumania, Kroasia, Buhemia, Kekaisaran Romawi, negara kepausan dan Polandia. Masalah yang dihadapi Sulaiman adalah banyaknya pasukan berkuda Romawi dan Hongaria yg tertutup penuh oleh baju besi yang sulit ditembus panah atau peluru.
Lalu apa yang ia lakukan?
Setelah selesai sholat subuh ia berdiri dihadapan pasukannya yang menatap pasukan Eropa yang banyak yang tidak terlihat ujungnya. Kemudian ia berkata disertai tangisan (sesungguhnya Ruh Nabi Muhammad melihat kalian dengan kerinduan dan cinta) maka menangislah semua pasukan kaum muslimin.
Kemudian, kedua pasukan saling berhadapan…
Taktik perang Sulaiman adalah sebagai berikut :
Ia membagi pasukannya menjadi tiga barisan sepanjang 10 km. Dan pasukan Inkisyaariah di garis depan, mereka ini adalah prajurit pilihan. Kemudian di barisan kedua pasukan berkuda dengan senjata ringan dan pasukan pejalan kaki (infanteri) diantara mereka adalah relawan. Adapun barisan ketiga adalah beliau dan pasukan meriam.
Pasukan Eropa menyerang setelah shalat Ashar. Maka Sulaiman memerintahkan pasukan Inkisyaariyah bertahan selama satu jam saja. Kemudian ia memerintahkan mereka lari.
Dan ia perintahkan pasukan lapis kedua untuk membuka jalan pelarian ke kiri dan ke kanan bukan ke belakang.
Sesuai arahan Sulaiman, para pahlawan pasukan Inkisyaariah bertahan dengan gagah berani. Dan berhasil menghancurkan kekuatan Eropa dengan sempurna pada dua penyerangan bertubi-tubi yang dilancarkan Eropa. Dalam satu serangan saja habis 20 ribu pasukan Eropa.
Kemudian kekuatan inti pasukan Eropa serempak menyerang. Tibalah saat melarikan diri dan dibukalah jalan untuk lari, maka mundurlah pasukan Inkisyaariah ke sisi kiri dan kanan diikuti pasukan infanteri, sehingga jantung pasukan Utsmani benar-benar terbuka, kemudian masuklah 100 ribu pasukan Eropa sekaligus menuju (jebakan) jantung pasukan kaum muslimin. Dan inilah awal pembantaian itu.
Mereka langsung berhadapan dengan meriam-meriam pasukan Utsmaniyah tanpa mereka sadari. Meriam-meriam itu langsung menyalak menyambut 100 ribu pasukan Eropa yang tidak sadar telah masuk jebakan.
Tidak sampai satu jam musnahlah pasukan Eropa semua dihantam meriam dari segala arah, menjadi kenangan hitam orang-orang kafir sampai saat ini. Sisa-sisa pasukan Eropa di garis belakang berusaha lari menyeberangi sungai, apa daya karena ketakutan dan berdesak-desakan ribuan prajurit tenggelam di sungai.
Akhirnya pasukan Eropa hendak menyerah. Dan keputusan Khalifah Sulaiman al Qanuni yang tidak pernah dilupakan Eropa sampai sekarang dan mereka mengingatnya dengan penuh dendam. Sulaiman memutuskan : Tidak Ada Tawanan..!
Maka pasukan Utsmaniyyun menyerahkan kembali senjata kepada pasukan eropa yang ditawan agar mereka berperang lagi atau dibunuh!
Akhirnya mereka kembali berperang dengan putus asa.
Berakhirlah perang dengan tewasnya raja Hongaria Louis II beserta para uskup yang tujuh orang mewakili nashrani dan utusan Paus dan 70 ribu pasukan. Disamping itu 25 ribu ditawan dalam keadaan terluka.
Pasukan Utsmaniyyah melakukan parade militer di Ibu Kota Hongaria. Setelah dua hari mengurus urusan kenegaraan di sana, Khalifah Sulaiman kembali pulang ke Turki. Pasukan Utsmaniyyah yang gugur dalam perang itu hanya 150 orang saja dan tiga ribu terluka. Selebihnya pasukan masih sempurna tanpa kurang suatu apapun, walhamdulillah.
Wallahu A'lam

Senin, 22 Desember 2014

Asal Usul Hari Ibu


Eropa
Satu aliran pemikiran mengakui bahawa perayaan ini lahir dari satu adat pemujaan ibu di Yunani Purba, yang menyambut satu perayaan untuk Cybele, ibu dewa-dewi Yunani yang agung. Perayaan ini diadakan sekitar equinoks musim bunga di Asia Kecil dan tidak lama kemudian di Rome dari 15 hingga 18 Mei.
Orang Rome Purba juga menyambut suatu perayaan yang bernama Matronalia bagi memperingati dewi Juno, dan ibu lazimnya diberi hadiah pada hari ini.
Orang-orang Yunani pula menganggap ‘Hari Ibu’ sebagai perayaan musim bunga dan penghormatan terhadap Rhea, ibu kepada tuhan mereka. Pada tahun 1600 orang-orang Inggris merayakan hari yang mereka namakan sebagai “Mothering Sunday”. Ia dirayakan pada hari Ahad keempat setiap Lent. Lent adalah tempoh masa selama 40 hari sama dalam bulan Februari atau Mei. Dalam tempoh ini, sebagian orang-orang Kristian akan berhenti melakukan atau memakan makanan tertentu atas alasan agama. Amalan tersebut adalah sebagai penghormatan mereka terhadap Mother Mary. Mother Mary adalah Maryam, ibu kepada Nabi Isa Alaihissalam atau Jesus yang mereka anggap sebagai tuhan.
Perayaan ini bersamaan hari kenduri Persembahan Nabi Isa di Kuil dalam mazhab Ortodoks Timur. Oleh sebab Theotokos (Ibu Tuhan) amat penting dalam perayaan ini karena membawa Christ ke Kuil Jerusalem, perayaan ini dikaitkan dengan ibu. Namun begitu, sekarang ini banyak orang Yunani cenderung menyambut Hari Ibu mengikut negara Barat yang lain.
Dalam tempoh tersebut, kebanyakan rakyat Inggris yang faqir dan miskin akan bekerja sebagai pembantu rumah. Mereka keluar jauh meninggalkan keluarga karena percaya bahawa Jesus akan memberikan kekayaan dan kesenangan dalam tempoh tersebut. Menjelang hari Ahad keempat, mereka digalakkan untuk bercuti oleh majikan dan pulang ke kampung untuk bertemu dengan ibu. Setiap ibu akan dihadiahkan dengan Mothering Cake atau kue hari ibu pada perayaan tersebut.
Amalan dan tradisi ini menular ke seluruh dunia dan ia kini disambut sebagai penghormatan kepada Mother Church. Mother Church dianggap sebagai kuasa spiritual yang agung yang memberi manusia kehidupan dan memelihara mereka dari sebarang kecederaan. Sejak dari itu, perayaan Mothering Sunday telah dicampur dengan upacara kegerejaan. Penghormatan mereka terhadap ibu sama dengan penghormatan mereka terhadap GEREJA.

Amerika Serikat
Di Amerika Syarikat, Hari Ibu disambut sejak awal tahun 1872, hasil ilham Julia Ward Howe. Dia adalah seorang aktivis sosial dan telah menulis puisi “The Battle Hymn of The Republic” (TBHoTR). TBHoTR telah dijadikan lagu patriotik yang popular di kalangan warga Amerika. Ungkapan “Halleluyah” dalam bait-bait lagu tersebut menyerahkan lagi sentuhan Yahudi dan Zionis dalam mencaturkan politik dunia.
Pada tahun 1907 Anna Jarvis dari Philadelphia telah memulai kampanye untuk melancarkan Hari Ibu. Dia telah berhasil mempengaruhi Mother’s Church di Grafton, West Virginia agar merayakan dan meramaikan Hari Ibu pada hari ulang tahun kedua kematian ibunya, yaitu pada hari Ahad kedua dalam bulan Mei. Semenjak hari itu, Hari Ibu dirayakan setiap tahun di Philadelphia.
Anna Jarvis dan pendukung-pendukungnya telah menulis surat kepada menteri, pedagang dan ahli-ahli politik agar Hari Ibu disambut secara meluas di seluruh wilayah. Tujuan mereka telah berhasil sepenuhnya pada tahun 1911, hari tersebut disambut oleh hampir seluruh wilayah di Amerika. Pada tahun 1914, Presiden Woodrow Wilson, secara rasmi telah mengisyaratkan Hari Ibu sebagai hari cuti umum dan mesti rayakan pada setiap hari Ahad kedua dalam bulan Mei.

Asia
Hari Ibu juga disambut pada hari yang berbeda-beda di daerah Asia karena berbagai macam sumber asal-usulnya.
Di China, Hari ibu disambut sebagai memperingati Meng Mu, ibu kepada Mencius.
Di Thailand, Hari Ibu dirayakan untuk memperingati hari keputeraan Ratu Sirikit Kitiyakara pada 12 Agustus. Manakala 1 Juni di Mongolia adalah Hari Ibu dan anak-anak sedunia juga disambut dengan serentak. Mongolia adalah satu-satunya negara yang menyambut Hari Ibu dua kali dalam setahun.


Penulis : akhi Abu Fahd NegaraTauhid
Baca juga tulisan sebelumnya : Hari Ibu dalam Pandangan Islam

Hari Ibu


Seandainya hari ibu itu baik, niscaya para orang-orang shalih terdahulu (dari para nabi, shahabat, dan imam-imam / ulama-ulama yang mengikuti mereka) sudah berlomba-lomba membuat hari ibu. Tapi rupanya tidak pernah ditemukan sepanjang sejarah Islam selama berabad-abad lamanya, baik di dalam manuskrip-manuskrip dan kitab-kitab sejarah, sedikitpun, atau sebarispun, kalau ada dari mereka (orang-rang shalih) tersebut yang membuat atau merayakan hari ibu.
Hal itu menunjukkan bahwa hari ibu bukan perkara yang baik di mata mereka (orang-orang shalih), padahal mereka adalah selalu mendahului kita dalam kebaikan, dan kita tidak akan mampu mendahului mereka dalam kebaikan.
Bukan berarti mereka tidak memuliakan dan tidak menghormati ibu-ibu mereka, justru seluruh tauladan-tauladan dan cerita yang ada dalam sejarah yang menjelaskan dan mencontohkan birrul walidain (bakti kepada orang tua) ada semuanya pada mereka, dan kita dibanding mereka ibarat setetes air diatas samudera.
Adapun sejarah hari ibu yang terjadi saat ini berawal dari perayaannya orang-orang kuffar (non muslim), harap digaris bawahi: bukan dari Islam!.
Justru sebagian sejarah menceritakan bahwa hari ibu diambil dari perayaan-perayaan orang-orang kuffar untuk berhala-berhala mereka. Kemudian perayaan-perayaan tersebut diadopsi oleh banyak negeri-negeri kafir untuk diberlakukan di negerinya.
Kita sebagai seorang muslim yang beriman, siapakah yang harus kita pilih untuk diikuti? Hanya ada 2 opsi...
Memilih mengikuti mereka (orang-orang shalih terdahulu), atau mengikuti adat kebiasaan orang-orang kuffar terdahulu? Yang mereka kurang memuliakan, menghormati, memperhatikan ibunya sendiri, hingga mereka membuat hari ibu setahun sekali sebagai bentuk perhatian dan balasan mereka kepada ibunya. Sungguh tidak adil...

Penulis : akhi Abu Fahd NegaraTauhid
Baca juga tulisan yang terkait : Asal Usul Hari Ibu

 
Back To Top