Tampilkan postingan dengan label cerita palsu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita palsu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Oktober 2014

Benarkah Imam Bukhori Berpendapat Bahwa Al-Qur’an Adalah Makhluk ?


Nama Imam Bukhari bukanlah nama yang asing bagi kita. Seorang ulama ahli hadits yang mendapat julukan Amirul Mukminin fil Hadits. Para ulama pun menyatakan bahwa kitabnya Shahih Bukhari adalah kitab yang paling sahih setelah al-Qur’an. Kemudian, setelah itu diikuti oleh kitab muridnya, yaitu kitab Shahih karya Imam Muslim. Semoga Allah merahmati mereka berdua.
Meskipun demikian, itu bukan berarti perjalanan hidup Sang Imam mulus begitu saja. Ada saja terpaan fitnah yang melanda beliau, bersama dengan kemuliaan dan kebesaran yang beliau miliki. Tatkala fitnah tentang aqidah atau keyakinan bahwa al-Qur’an makhluk telah disalah alamatkan kepada beliau oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab. Padahal, keyakinan al-Qur’an makhluk merupakan keyakinan Sekte Sesat yang amat terkenal di masa itu, yaitu Jahmiyah.
Pengantar Sebelum Menyimak Kisah Beliau
al-Qur’an adalah kalam atau ucapan Allah. Ini sudah jelas. Akan tetapi, bolehkah kita katakan bahwa pelafalan al-Qur’an itu makhluk, atau bukan makhluk, atau harus diam dalam persoalan ini,..?
Jawaban yang lebih tepat, memberikan hukum umum dalam permasalahan ini, yaitu Dengan Serta Merta Menolak atau Menerima Pernyataan ‘Pelafalan Al-Qur’an Adalah Makhluk’ Adalah Tidak Tepat. Sebab hal ini harus dirinci terlebih dahulu. Jika yang dimaksud dengan Pelafalan Itu Adalah Perbuatan (fi’il) mengucapkannya yang hal itu Termasuk Perbuatan Hamba maka jelas ini adalah Makhluk, Karena Hamba Beserta Perbuatannya Adalah Makhluk.
Namun, apabila yang dimaksud dengan pelafalan itu adalah Ucapan yang Dilafalkan (Maf’ul) maka itu adalah Kalam Atau Ucapan Allah dan Bukan Makhluk, Karena Kalam Allah Merupakan Salah Satu Sifat-Nya, sedangkan Sifat-Nya Bukan Makhluk.
Perincian semacam ini telah diisyaratkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan: “Barangsiapa yang berpendapat bahwa lafalku dalam membaca al-Qur’an adalah makhluk dan yang dia maksud dengannya adalah al-Qur’an maka dia adalah penganut paham Jahmiyah”. Perkataan Imam Ahmad dan yang dia maksud adalah al-Qur’an menunjukkan bahwa apabila yang dia maksudkan bukanlah al-Qur’an akan tetapi perbuatan melafalkan yang ini merupakan perbuatan manusia, maka orang yang mengucapkannya tidak bisa dicap sebagai penganut paham Jahmiyah.
(Diambil dari Fathu Rabbil Bariyyah hal. 70 cet. Dar Ibnul Jauzi).
Fitnah Yang Menimpa Sang Imam
Pada tahun 205 H, Imam Bukhari datang ke Naisabur. Beliau menetap di sana selama beberapa waktu dan terus beraktifitas mengajarkan hadits. Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli -tokoh ulama di kota itu dan juga salah satu guru Imam Bukhari- mengatakan kepada murid-muridnya: “Pergilah kalian kepada lelaki salih dan berilmu ini, supaya kalian bisa mendengar ilmu darinya”. Setelah itu, orang-orang pun berduyun-duyun mendatangi majelis Imam Bukhari untuk mendengar hadits darinya. Sampai, suatu ketika muncul ‘masalah’ di majelis Muhammad Bin Yahya, dimana orang-orang yang semula mendengar hadits di majelisnya berpindah ke majelisnya Imam Bukhari.
Sebenarnya, sejak awal, Imam adz-Dzuhli tidak menghendaki terjadinya masalah antara dirinya dengan Imam Bukhari, -semoga Allah merahmati mereka berdua-. Beliau pernah berpesan kepada murid-muridnya: “Janganlah kalian tanyakan kepadanya mengenai masalah al-Kalam (keyakinan tentang al-Qur’an kalamullah). Karena seandainya dia memberikan jawaban yang berbeda dengan apa yang kita anut pastilah akan terjadi masalah antara kami dengan beliau, yang hal itu tentu akan mengakibatkan setiap Nashibi (pencela ahli bait), Rafidhi (syi’ah), Jahmi, dan penganut Murji’ah di Khurasan ini menjadi mengolok-olok kita semua.”
Ahmad bin ‘Adi menuturkan kisah dari guru-gurunya, bahwa kehadiran Imam Bukhari di kota itu membuat sebagian guru yang ada di masa itu merasa hasad atau dengki terhadap beliau. Mereka menuduh Bukhari berpendapat bahwa al-Qur’an yang dilafalkan adalah makhluk. Suatu ketika muncullah orang yang menanyakan kepada beliau mengenai masalah melafalkan al-Qur’an. Orang itu berkata: “Wahai Abu Abdillah, apa pandanganmu mengenai melafalkan al-Qur’an, apakah ia makhluk atau bukan makhluk ?”. Setelah mendengar pertanyaan itu, Imam Bukhari berpaling dan tidak mau menjawab sampai tiga kali pertanyaan. Orang itu pun memaksa, dan pada akhirnya Bukhari menjawab: “al-Qur’an adalah Kalam Allah, bukan makhluk. Sementara perbuatan hamba adalah makhluk. Dan menguji seseorang dengan pertanyaan semacam ini adalah bid’ah.” Yang menjadi sumber masalah adalah tatkala orang itu secara gegabah menyimpulkan: “Kalau begitu, dia -Imam Bukhari- berpendapat bahwa al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk.” Dalam riwayat lain, Bukhari menjawab: “Perbuatan kita adalah makhluk. Sedangkan lafal kita termasuk perbuatan kita.” Hal itu menimbulkan berbagai persepsi di antara hadirin. Ada yang mengatakan: “Kalau begitu al-Qur’an yang saya lafalkan adalah makhluk.” Sebagian yang lain membantah: “Beliau tidak mengatakan demikian.” Akhirnya, timbullah kesimpang-siuran dan kesalah pahaman di antara para hadirin.
Tatkala kabar yang tidak jelas ini sampai ke telinga adz-Dzuhli, beliau pun berkata: “al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Barangsiapa yang menganggap bahwa al-Qur’an yang saya lafalkan adalah makhluk -padahal Imam Bukhari tidak menyatakan demikian - maka dia adalah mubtadi’ atau ahli bid’ah. Tidak boleh bermajelis kepadanya, tidak boleh berbicara dengannya. Barangsiapa setelah ini pergi kepada Muhammad bin Isma’il -yaitu Imam Bukhari- maka curigailah dia. Karena tidaklah ikut menghadiri majelisnya kecuali orang yang sepaham dengannya.”
Semenjak munculnya ketegangan di antara adz-Dzuhli dan Bukhari ini maka orang-orang pun bubar meninggalkan majelis Imam Bukhari kecuali Muslim bin Hajjaj -Imam Muslim- dan Ahmad bin Salamah. Saking kerasnya permasalahan ini sampai-sampai Imam adz-Dzuhli menyatakan: “Ketahuilah, barangsiapa yang ikut berpandangan tentang lafal -sebagaimana Bukhari - maka tidak halal hadir dalam majelis kami.” Mendengar hal itu, Imam Muslim mengambil selendangnya dan meletakkannya di atas imamah atau penutup kepala yang dikenakannya, lalu beliau berdiri di hadapan orang banyak meninggalkan beliau dan dikirimkannya semua catatan riwayat yang ditulisnya dari Imam adz-Dzuhli di atas punggung seekor onta. Ada sebuah pelajaran berharga dari Imam Muslim dalam menyikapi persengketaan yang terjadi diantara kedua imam ini. al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Muslim telah bersikap adil tatkala dia tidak menuturkan hadits di dalam kitabnya -Shahih Muslim-, tidak dari yang ini -Bukhari- maupun yang itu -adz-Dzuhli-.”
Pada akhirnya, Imam Bukhari pun memutuskan untuk meninggalkan Naisabur demi menjaga keutuhan umat dan menjauhkan diri dari gejolak fitnah. Beliau menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Allah lah Yang Maha mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. Sebab beliau tidaklah menyimpan ambisi kedudukan maupun kepemimpinan sama sekali. Imam Bukhari berlepas diri dari tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang hasad kepadanya. Suatu saat, Muhammad bin Nashr al-Marruzi menceritakan: Aku mendengar dia -Bukhari- mengatakan: “Barangsiapa Yang Mendakwakan Aku Berpandangan Bahwa Al-Qur’an Yang Aku Lafalkan Adalah Makhluk, Sesungguhnya Dia Adalah Pendusta. Sesungguhnya Aku Tidak Berpendapat Seperti Itu.”
Abu Amr Ahmad bin Nashr berusaha menelusuri permasalahan ini kepada Imam Bukhari. Dia berkata: “Wahai Abu Abdillah, di sana ada orang-orang yang membawa berita tentang dirimu bahwasanya kamu berpendapat al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk.” Maka Imam Bukhari menjawab: “Wahai Abu Amr, hafalkanlah ucapanku ini: Siapa Pun Diantara Penduduk Naisabur Dan Negeri-Negeri Yang Lain Yang Mendakwakan Bahwa Aku Berpendapat Al-Qur’an Yang Aku Lafalkan Adalah Makhluk Maka Dia Adalah Pendusta. Sesungguhnya Aku Tidak Pernah Mengatakan Hal Itu. Yang Aku Katakan Adalah Perbuatan Hamba Adalah Makhluk.”
(Kisah ini disusun ulang dari Hadyu as-Sari Muqaddimah Fath al-Bari, hal. 658-659)
Abdullah anak Imam Ahmad berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku rahimahullah. Aku berkata: “Apa pendapatmu mengenai orang yang mengatakan bahwa tilawah adalah makhluk dan lafal kita dengan al-Qur’an adalah makhluk, sedangkan al-Qur’an adalah kalamullah dan bukan makhluk? Apa pendapatmu tentang sikap menjauhi orang seperti ini? Apakah dia layak disebut sebagai ahli bid’ah?”. Beliau menjawab: “Orang semacam ini semestinya dijauhi. Itu adalah ucapan ahli bid’ah. Dan itu merupakan perkataan kaum Jahmiyah.” (lihat as-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, no. 178). Abdullah juga mengatakan: “Aku mendengar ayahku rahimahullah berkata: Barangsiapa yang mengatakan bahwa lafalku dengan al-Qur’an adalah makhluk maka dia adalah penganut Jahmiyah.” (lihat as-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, no. 180)
Ketika membahas tentang biografi sekilas Imam Bukhari di dalam kitabnya Jarh wa Ta’dil Abdurrahman bin Abi Hatim rahimahullah berkata: “Ayahku -Abu Hatim- dan Abu Zur’ah mendengar hadits darinya. Kemudian mereka berdua meninggalkan haditsnya, yaitu ketika Muhammad bin Yahya an-Naisaburi mengirimkan surat kepada mereka berdua yang menceritakan bahwasanya di daerah mereka -Naisabur- dia menampakkan pemahaman bahwa lafalnya dengan al-Qur’an adalah makhluk.” (lihat al-Jarh wa at-Ta’dil VII/191).
Imam adz-Dzahabi rahimahullah telah membantah perkataan ini dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala’. Beliau berkata: “Apabila mereka berdua meninggalkan haditsnya, ataupun tidak meninggalkannya, maka Bukhari tetap saja seorang yang tsiqah/terpercaya, kredibel, dan riwayatnya dijadikan hujjah di seluruh penjuru dunia.” (lihat Dhawabith al-Jarh wa at-Ta’dil ‘inda al-Hafizh adz-Dzahabi II/633 risalah magister karya Abu Abdirrahman Muhammad ats-Tsani)
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa jarh atau celaan dari sebagian ulama yang ditujukan kepada Imam Bukhari Tidak Bisa Diterima. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Setiap orang yang telah terbukti kuat keadilan atau kredibilitasnya maka tidak boleh diterima tajrih atau celaan kepada dirinya dari siapa pun hingga perkara itu diterangkan kepadanya sampai pada suatu keadaan yang tidak ada lagi kemungkinan yang lain kecuali memang harus menjatuhkan jarh atau celaan kepadanya.” (lihatDhawabith al-Jarh wa at-Ta’dil ‘inda al-Hafizh adz-Dzahabi II/634)
Pelajaran Yang Bisa Dipetik
Kisah di atas mengandung banyak pelajaran berharga bagi kita kaum muslimin, terlebih lagi bagi para penimba ilmu dan para da’i. Pelajaran terpenting dari kisah ini adalah pentingnya setiap muslim maupun muslimah untuk mempelajari aqidah Islam dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari berbagai penyimpangan pemahaman dan kesesatan. Karena aqidah inilah yang menjadi landasan agama kita. Hendaknya setiap muslim memahami hakikat keimanan dan tauhid yang menjadi intisari aqidah Islam. Jangan sampai seorang muslim -apalagi penimba ilmu atau bahkan da’i- meremehkan masalah aqidah ini. Masalah aqidah adalah masalah yang sangat penting dan mendasar.
Selain itu, kisah di atas juga memberikan pelajaran kepada kita untuk menjadi seorang penimba ilmu dan da’i yang ikhlas berjuang di jalan Allah. Bukan menjadi orang yang memburu popularitas atau beramal karena ingin mendapatkan pujian dan sanjungan manusia. Hendaklah kita menjadi orang yang berusaha untuk senantiasa mencari ridha Allah, bukan mengejar ridha manusia. Orang arab mengatakan: “Ridha manusia adalah cita-cita yang tak akan pernah tercapai.” Sebagaimana dikatakan oleh sebagian salaf bahwa ikhlas itu adalah “Melupakan Pandangan Manusia Dengan Senantiasa Melihat Kepada Penilaian Al-Khaliq, Yaitu Allah.”
Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita untuk berhati-hati dalam menerima dan menyampaikan berita. Karena bisa jadi berita yang kita terima tidak benar atau tidak sempurna sehingga akan menimbulkan kesalah pahaman bagi orang yang mendengarnya. Apalagi jika berita itu terkait dengan orang yang memiliki kedudukan di masyarakat, baik dari kalangan ulama ataupun penguasa. Kewajiban kita sebagai sesama muslim adalah menjaga kehormatan dan harga diri saudara kita, apalagi mereka adalah orang yang memiliki kedudukan dan keutamaan di mata publik.
Kisah ini juga memberikan pelajaran kepada kita -terutama para da’i dan tokoh masyarakat- untuk menjaga lisan dan cermat dalam berkata-kata. Terlebih lagi jika kita berada di depan orang banyak, karena penggunaan kata-kata yang kurang tepat atau menimbulkan kerancuan bisa menimbulkan suasana yang kurang harmonis, kekacauan, dan bahkan permusuhan yang tidak pada tempatnya.
Kisah ini juga memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita, bahwasanya terkadang permasalahan atau perselisihan yang timbul diantara sesama guru atau da’i itu timbul dan semakin bertambah parah akibat ulah sebagian murid-murid mereka yang suka membuat masalah. Oleh sebab itu seorang guru harus objektif dan berhati-hati dalam menerima berita dari muridnya. Demikian pula, seorang murid juga tidak boleh sembarangan dalam menafsirkan perkataan gurunya tanpa meminta kejelasan terhadap ungkapan yang diduga bisa memicu permasalahan. Apalagi di dalam situasi fitnah (kekacauan), hendaknya seorang murid fokus kepada tugasnya yaitu belajar dan tidak disibukkan dengan qila wa qola (kabar burung) dan pembicaraan yang kurang bermanfaat baginya.
Kisah ini juga memberikan pelajaran bagi kita, bahwasanya pembicaraan jarh wa ta’dil (kritikan dan pujian terhadap pribadi atau kelompok) bukanlah perkara sepele. Jarh wa ta’dil tidak seperti kacang goreng yang bisa dibeli dengan harga murah oleh siapa saja. Jarh wa ta’dil adalah ilmu yang sangat mulia. Ilmu yang membutuhkan pemahaman yang mendalam, ketelitian, dan kehati-hatian. Tidak semua orang boleh berbicara tentangnya dengan seenaknya, bahkan tidak setiap ulama ahli dan mapan di bidang ini. Jarh wa ta’dil juga memiliki kaidah dan batasan-batasan yang harus diperhatikan. Memang, memperingatkan dari kemungkaran adalah suatu kebaikan yang sangat besar, akan tetapi mengingkari kemungkaran pun ada kaidahnya, tidak boleh secara serampangan.
Kisah ini juga memberikan pelajaran kepada para penimba ilmu dan para da’i untuk membersihkan hati mereka dari sifat hasad atau dengki. Karena banyak permasalahan yang terjadi diantara mereka diantara penyebabnya adalah karena sifat yang tercela ini. Oleh sebab itu ada suatu ungkapan yang populer di kalangan para ulama Jarh wa Ta’dil : Kalamul aqraan yuthwa wa laa yurwa, artinya: “Kritikan antara orang-orang yang sejajar kedudukannya cukup dilipat -tidak diperhatikan- dan tidak diriwayatkan.” Karena terkadang kritikan yang muncul diantara sesama mereka adalah karena faktor hasad. Kita berlindung kepada Allah dari sifat yang demikian itu.
Kisah ini juga memberikan pelajaran kepada kita untuk bersikap husnudhon atau berprasangka baik kepada saudara kita. Karena perasaan su’udhon atau buruk sangka yang tidak dilandasi dengan fakta-fakta yang kuat adalah termasuk perbuatan dosa. Selain itu, kisah ini juga memberikan pelajaran kepada kita untuk tidak suka mencari-cari kesalahan orang lain. Memang meluruskan kesalahan orang lain adalah termasuk nasehat, akan tetapi hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahannya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah semestinya kita lebih sibuk untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan diri kita sendiri, yang bisa jadi kesalahan kita itu tidak kecil dan tidak sedikit. Allahul musta’aan.
Kisah ini juga menunjukkan kepada kita, bahwasanya seorang da’i harus siap menghadapi berbagai rintangan dan cobaan di tengah-tengah perjalanan dakwahnya. Seorang da’i harus senantiasa sabar dan tawakal kepada Allah dalam menyikapi berbagai masalah yang dijumpainya. Begitu pula seorang penimba ilmu. Bahkan, setiap orang yang beriman pasti mendapatkan ujian dari Allah yang menuntut mereka untuk bersabar tatkala mendapatkan musibah dan bersyukur tatkala mendapatkan kenikmatan.
Kisah ini juga memberikan pelajaran kepada kita mengenai kebesaran hati dan kelapangan dada para ulama rabbani dalam menyikapi fitnah yang menimpa mereka serta menempuh sikap yang bijak demi menjaga keutuhan umat. Mereka menyadari bahwasanya tugas mereka sebagai ulama adalah mendakwahkan ilmu dan membimbing umat menuju kebaikan. Mereka sama sekali tidak menyimpan ambisi-ambisi politik atau mengejar target-target duniawi. Ulama sejati tidak takut celaan para pencela dan tidak khawatir apabila ditinggalkan jama’ah, selama dia tegak di atas kebenaran.
Kisah ini juga memberikan pelajaran kepada kita tentang besarnya bahaya kebid’ahan, yaitu ajaran-ajaran baru yang tidak ada tuntunannya di dalam agama Islam. Bid’ah ini tidak hanya berkutat dalam masalah amalan, tetapi ia juga terjadi dalam masalah aqidah atau keyakinan. Bahkan, diantara keyakinan yang bid’ah itu ada yang bisa menyebabkan kafir bagi orang yang meyakininya. Oleh sebab itu para ulama salaf sangat keras dalam mengingkari para pelaku kebid’ahan. Sebagian diantara mereka mengatakan: “Bid’ah itu lebih dicintai Iblis daripada maksiat. Karena pelaku maksiat masih mungkin untuk bertaubat, sedangkan bid’ah hampir tidak mungkin pelakunya bertaubat.” Sebab pelaku kebid’ahan menganggap dirinya tidak melakukan kesalahan. Berbeda dengan pelaku maksiat yang masih mengakui bahwa dirinya memang telah berbuat maksiat.
Kisah ini juga memberikan pelajaran kepada kita untuk bersikap teguh dalam membela kebenaran dan memerangi kebatilan walaupun harus menyelisihi banyak orang, bahkan meskipun mereka itu adalah orang-orang yang memiliki kedudukan di dalam pandangan kita. Sesungguhnya kebenaran itu diukur dengan al-Kitab dan as-Sunnah, bukan dengan si fulan atau ‘allan. Sebagian ulama salaf berpesan: “Hendaknya kamu mengikuti jalan kebenaran. Janganlah kamu merasa sedih karena sedikitnya orang yang menempuhnya. Dan jauhilah jalan-jalan kebatilan. Dan janganlah kamu merasa gentar karena banyaknya orang yang binasa.”
Dan yang terakhir, kisah ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa perselisihan yang terjadi diantara sebagian ulama -dalam sebagian permasalahan- adalah realita yang tidak bisa kita pungkiri. Sebagai penuntut ilmu kita dituntut untuk bersikap bijak dan menempatkan diri sebagaimana mestinya. Ulama adalah Pewaris Para Nabi. Kita harus memuliakan dan menghormati mereka dengan tidak berlebih-lebihan di dalamnya. Di sisi lain, kita juga harus ingat bahwa ulama bukanlah nabi yang semua ucapannya harus diikuti. Meskipun demikian, kita tidak boleh meremehkan, melecehkan, atau bahkan menjelek-jelekkan mereka. Apabila kebenaran yang mereka sampaikan -yaitu berdasarkan al-Kitab dan as-Sunnah- maka wajib untuk diikuti. Namun, apabila sebaliknya maka tidak kita ikuti dengan bersangka baik dan tetap menghargai jerih payah mereka. Imam Syafi’i rahimahullah berpesan kepada para pengikutnya: “Apabila kamu temukan di dalam bukuku sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah atau tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka berpendapatlah dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tinggalkanlah pendapatku.”


Sumber : di sini

Kamis, 21 Agustus 2014

Derajat Hadis “Surga Di Bawah Telapak Kaki Ibu”


Terdapat sebuah riwayat yang masyhur dilisan dan pendengaran dengan lafadz : "Surga dibawah telapak kaki ibu."
 Riwayat ini palsu, berikut keterangannya.
Terdapat dua shahabat yang meriwayatkannya yakni Anas bin Malik dan Ibnu Abbas radhiallahu anhum, berikut penjelasan ringkasnya :

Pertama : Dari jalan Anas bin Malik radhiallahu anhu :
Riwayat ini dikeluarkan oleh Abu Asy Syaikh dalam Al Fawaa'id no 25, Ad Daulabiy dalam Al Kunaa no 1911, Al Qudhaa'iy dalam Musnad no 119 dan Al Khauthib Al Baghdadi dalam Al Jamii no 1702 kesemuanya melewati jalur Manshur bin Muhaajir dari Abi Nadhr Al Abaar dari Anas bin Malik radhiallahu anhu secara marfu'.
Permasalahan yang terdapat pada riwayat ini adalah Abi Nadhr Al Abaar adalah perawi yang majhul -sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Al Albani dalam Adh Dhaa'ifah no 6903 dengan berkata :
Abu Nadhr Al Abaar : tidak dijumpai biografinya didalam kitab rijal.
Adapun Manshuur bin Muhaajir dikatakan oleh Al Imam Ibnu Abi Haatim: "Berkata ayahku : dia majhul " ( Al Jarh Wa Ta'dil 4/352 )
Tentang dua orang perawi ini yakni Manshuur dan Abi Nadhr maka berkata Al Hafidz Ash Sakhaawi rahimahullah dalam Maqaashidul Hasaanah no 362 :
"Berkata Ibnu Thaahir : Manshuur dan Abu Nadhr tidak dikenal dan haditsnya munkar."

Kedua : Dari jalan Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhu 
Sebagaimana dibawakan oleh Ibnu Adiy dalam Al Kaamil no 1829 dari jalur 'Umar bin Sinaan dari 'Abbas bin Waalid dari Musaa bin Muhammad Al Atha' dari Abu Mulaih dari Maimun bin Mihraan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu secara marfu'.
Riwayat ini juga bermasalah : Muusa bin Muhammad salah seorang perawi hadits ini di jarh oleh para ulama, dan telah dimaklumi beliau sering membawakan riwayat riwayat palsu dan munkar.
Al Imam Adz Dzahaabi dalam Mizaanul 'Itidal 4/219 berkata :
"Didustakan oleh Abu Zur'ah dan Abu Haatim, berkata An Nasaa'i : tidak tsiqah. Berkata Ad Daraaquthniy dan selainnya : "matruk." Berkata Ibnu Hibban : "Tidak dihalalkan meriwayatkan darinya, dia pemalsu hadits." Ibnu Adiy berkata : "Dia pencuri hadits."
Maka riwayat dengan lafadz seperti ini adalah palsu.


Saya kutib dari catatan Ustadz Abu Asma Andre

Jumat, 13 April 2012

9 Nama Iblis yang Menggoda & Menjerumuskan Manusia



Jenis Iblis yang menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesesatan itu banyak sekali. Bahkan ada ulama yang berpendapat bahwa dalam menyesatkan manusia Iblis itu mem­punyai spesifikasi keahlian tersendiri sesuai dengan bidangnya.
Yang ahli menggoda orang shalat tugasnya hanya menggoda orang shalat, yang ahli mengkufurkan orang yang beriman tugasnya hanya mengkufurkan dengan berbagai tipu daya dan propaganda yang menyesatkan, begitu seterusnya.
Mengenai hal ini ada keterangan yang bersumber dari Umar bin Khatab ra Bahwa Keturunan Iblis yang mempunyai tugas menggoda dan menjerumuskan manusia (ke lembah kesesatan) itu ada sembilan, yaitu:

1.         Iblis Zailatun
Iblis ini bertugas untuk menjerumuskan para pedagang di pasar agar berdusta, mau me­ngurangi timbangan, membuat onar diantara para pedagang, dan melakukan bujuk rayu kepada para pedagang agar melakukan pe­nyimpangan dan kecurangan dalam aqad jual beli, dengan diiming-imingi agar cepat kaya.
Ajakan Iblis diatas itu jelas bertentangan dengan syari'ah, merusak ekonomi umat, menanamkan mental binatang yang segala cara dalam meraih kesuksesan, serta me­numbuhkan jiwa egoistisme dan material­isme yang membabi-buta. Kalau ini sudah ditanamkan oleh Iblis, maka dengan sendiri­nya orang itu akan senang-berenang dalam lumpur kemaksiatan dan kedurhakaan.
Karena itu, ada ancaman berat bagi siapa saja yang mengikuti ajakan Iblis Zailatun untuk melakukan kecurangan dalam jual beli.
Ada keterangan yang bersumber dari Abu Dzar ra., ia berkata: Rasulullah saw pemah bersabda:
Ada tiga orang dimana Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat (tidak memberikan rahmat), tidak membersihkan dosa mereka, dan mereka (juga) akan mendapat siksaan yang amat pedih. Abu Dzar ra berkata : "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengatakan (hal tersebut) sampai tiga kali "Aku berkata: Mereka akan menyesal dan merugi, siapa mereka itu Ya Rasulullah?. Lalu beliau bersabda: a). Orang yang menurunkan kain­nya (hingga menutupi kedua mata kakinya) b). Orang yang suka mengungkit-ungkit pemberiannya. c). Dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.(HR. Muslim)
Larangan untuk melakukan kecurangan dalam jual beli juga disebutkan dalam Al­-Qur'an
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka mengurangi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan."(QS. Al-Muthaffifiin :1-6)
Itulah diantara ancaman siksa bagi orang yang mengikuti Iblis Zailatun, yang melaku­kan kecurangan dalam berdagang.
Cara Iblis Zailatun menjerumuskan para pedagang adalah dengan menakut-nakuti kebangkrutan jika berbuat jujur dalam berdagang, dan mengiming-imingi akan cepat kaya, cepat berhasil dan sukses jika mau berbuat curang dalam berdagang. jika orang yang berdagang itu lemah imannya, ambi­sius dan materialistis tentu ia akan mudah terjebak dalam bujuk rayu Iblis Zailatun. Akhimya ia akan menjadi pengikut setia Iblius Zailatun.

2.         Iblis Wawatsin
Iblis Wawatsin dalah Iblis yang bertugas menggoda dan menjerumuskan orang yang beriman agar selalu menggerutu, tidak sabar dan tidak ikhlas setiap kali menerima musi­bah, atau cobaan dari Allah Ta'ala.
"Sesungguhnya wanita-wanita yang merintih (lantaran menerima musibah) ini akan dijadikan kelak di hari kiamat dua barisan dalam neraka jahannam, satu barisan berada disebelah kanan penduduk neraka dan satu barisan lagi berada disebelah kiri, akhirnya mereka menggonggong kepada penduduk ahli neraka, sebagai­mana layaknya anjing-anjing yang menggonggong."(HR. Ath-Thabrani).
Padahal orang yang meratapi musibah dengan menggerutu sampai merobek-robek pakaiannya adalah dosa. Tmdakan seperti ini merupakan cermin dari ketidak-ikhlasan atas takdir Allah, sepertinya ia menyalahkan Allah, yang menghilangkan kesenangan dirinya, padahal semua apa yang ada di alam ini telah ditentukan oleh Allah masanya atau kehancurannya. Oleh karena itu, sya­ri'ah memerintahkan untuk bersabar dan ikhlas setiap kali menerima cobaan dan mu­sibah dari Allah Ta'ala, sebab setiap musibah itu ada hikmah yang terkandung didalam­nya. Allah mengancam akan menyiksa terhadap orang yang tidak bersabar dalam menerima musibah. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam hadits yang lain disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
"Tidak termasuk umat kami yang sempurna orang yang menampari pipinya sendiri (ketika menerima musibah), merobek-robek leher bajunya sendiri dan meratapi mayat, sebagaimana kebiasaan orang-orang jahiliyah".(HR. Bukhari dan Muslim)
Demikianlah diantara ancaman siksa bagi orang yang mengikuti Iblis Wawatsin. Se­hingga ia selalu mengerutu setiap kali menerima musibah. Iblis ini dalam menjerumus­kan orang yang beriman ke dalam jurang kemaksiatan dan kekufuran adalah dengan menanamkan rasa ketidak-puasan terhadap takdir Allah, mempengaruhi jiwanya agar memberontak ketika menerima musibah, membakar emosinya dan menghilangkan sifat sabarnya.
Jika seseorang sudah tidak mampu mengendalikan emosinya, maka Iblis dengan mudah menjerumuskan dinnya ke dalam perbuatan munkar. Hanya keima­nan dan ketakwaan yang kuat serta kesa­baran yang tinggi yang dapat menangkal­nya dari gangguan dan bujuk rayu Iblis Wawatsin.

3.         Iblis Akwan
lblis ini bertugas menyesatkan dan mem­pengaruhi para remaja dan pimpinan umat supaya selalu berbuat dzalim, menjauhi hal-­hal yang ma'ruf, menanamkan kesenangan berbuat munkar dan maksiat.
Cara yang digunakan oleh Iblis Akwan da­lam menjerumuskan remaja yang beriman ke dalam lembah kemaksiatan adalah bermacam-macam. Perbuatan yang jelas mun­karnya itu dikemas dengan baik sehingga tidak terkesan sebagai perbuatan maksiat, hal ini dilakukan-oleh Iblis Akwan untuk menarik simpati dari remaja beriman agar mau melakukannya. Termasuk memper­halus istilah-istilah yang berbau maksiat dan munkar, ini dilakukan untuk menghilang­kan kesan maksiat, dengan demikian remaja akan mudah dibujuk dan dirayu untuk di­jebloskan ke dalam dunia sesat yang jauh dari tuntunan agama.
Hal ini telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
"... tetapi setan (Iblis) menjadikan umat-umat itu memandang baik perbutan meeka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka adzab yang sangat pedih.(QS. An-Nahl 16:63)
Dalam menyesatkan para pemimpm umat, Iblis Akwan selalu mendorong para pemim­pin itu untuk berbuat dzalim, merampas hak rakyat, bertindak sewenang-wenang, korupsi, manipulasi, serta Iblis Akwan juga mena­namkan rasa ketakutan dihati para pemimpin akan kemiskinan jika mereka tidak mau berbuat dzalim, curang dalam bertindak, mumpung masih berkuasa agar kekuasaan­nya itu digunakan sebaik mungkin untuk berbuat munkar dan maksiat, baik teihadap rakyatnya maupun terhadap Allah. Kalau ini sudah berhasil, maka Iblis Akwan akan lebih mudah lagi menenggelamkan mereka ke­dalam lumpur kemaksiatan, akhimya jadilah mereka pemimpin yang durhaka.
Untuk para pemimpin yang berbuat dzalim seperti diatas itu, Allah mengancam akan menyiksanya dengan siksaan yang amat pe­dih. Sebagaimana disebutkan dalam Firman­Nya:
"Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat adzab yang pedih."(QS. Asy-Syuura 42:42)
Itulah diantara ancaman siksa bagi siapa yang berbuat dzalim di muka bumi ini dan mengikuti jejak Iblis Akwan.

4.         Iblis Hafaf
Iblis ini bertugas menyesatkan dan menje­rumuskan kaum muslimin ke lembah nista yang berlumur dosa dengan cara melakukan tipu daya dan bujukan agar kaum muslimin melanggengkan minum khamer. Sebab jika seseorang sudah minum khamer dan mabuk, maka segala bentuk kemung­karan yang lain dengan mudah ia laksana­kan. Seperti berzina, membunuh, berbuat aniaya, mencuri dan segala kemungkaran yang lain. Karena tingkah laku orang yang sedang mabuk itu tidak dapat dikendalikan oleh otaknya, jiwanya dan perasaannya sudah dikuasai oleh Iblis. Untuk itu, ia mudah dibimbing oleh Iblis guna dijeblos­kan ke dalam kemaksiatan dan kekufuran. Banyak sekali orang yang tadinya tidak berani membunuh, merampok dan berzina, akan tetapi setelah ia menenggak khamer dan mabuk, maka segala bentuk kemak­siatan di atas itu dapat dilakukannya dengan mudah, sepertinya tidak ada beban baginya.
Agar tidak mudah tertipu oleh bujuk rayu Iblis Hafaf, Allah telah memperingatkan kaum muslimin agar tidak meminum kha­mer, karena khamer adalah identik dengan setan. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (memi­num) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-­perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."(QS. Al-Maidah 5:90)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
"Jauhilah khamer, sesungguhnya khamer itu adalah sumber segala kejahatan (kemaksiatan).
Didalam hadits lain yang bersumber dari Anas ra, dikatakan sebagai berikut:
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melaknati sepuluh orang karena khamer, yaitu :
1.      Orang yang memeras bahan khamer.
2.      Orang yang minta diperaskan bahan khamer untuk diminumkan kepada orang lain.
3.      Orang yang minum khamer
4.      Orang yang membawa khamer
5.      Orang yang dituju untuk dibawakan khamer kepadanya.
6.      Orang yang menuangkan khamer ke gelas atau lainnya.
7.      Orang yang menjual khamer.
8.      Orang yang memakan harta hasil penjualan khamer.
9.      Orang yang membeli khamer.
10.  Orang yang dibelikan khamer.
(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Demikianlah ancaman bags orang yang me­ngikuti Iblis Hafaf, yang mau menenggak khamer dan benda yang memabukkan lain­nya.

5.         Iblis Wamurah
Iblis Wamurah ini bertugas menjerumus­kan para penyanyi agar mendendangkan lagu yang penuh maksiat, mengajak berbuat munkar, serta lagu-lagu yang bersyair ke­bebasan tanpa etika. Juga menjerumuskan para penyanyi agar berpenampilan seronok, yang dapat mengundang luapan nafsu dan maksiat.
Dengan demikian orang akan mudah digiring untuk dijebloskan dalam dunia munkar dan maksiat. Nyanyian dan biduanitanya itu termasuk salah satu alat Iblis yang paling ampuh untuk menjerumuskan orang ke dalam jurang kesesatan yang penuh dengan lumuran dosa. Banyak sudah orang yang melakukan kemaksiatan karena terpengaruh oleh syair lagu-lagu maksiat, atau dikarenakan men­contoh tingkah laku artis yang diidolakan yang senang berbuat munkar, bergaul bebas dan akhlaknya yang buruk.
Oleh karena itu, untuk menangkal bujuk rayu dan propaganda yang menyesatkan yang ditiupkan oleh Iblis Wamurah adalah dengan menanamkan aqidah yang kuat dan akhlak yang mulia. Sebab dengan ber­pegang teguh pada kedua faktor diatas Insya Allah diri akan selamat dari godaan Iblis Yang jahat ini.

6.         Iblis Laqwas
Iblis Laqwas adalah Iblis yang bertugas mempengaruhi manusia agar tetap kafir, tetap musyrik dan tetap menyembah ber­hala atau sesembahan lainnya selain Allah. Sudah banyak orang yang disesatkan oleh Iblis Laqwas, terkadang ia mengganti ben­tuknya seperti seorang syekh lalu memberi­kan pelajaran atau tuntunan yang meng­arah kepada kemusyrikan dan pemurtadan dengan berbagai dalih serta promosi yang mengikat, sehingga banyak orang yang le­mah imannya keluar dari jalur Islam karena mengikuti saran Iblis Laqwas, hanya demi mendapatkan sesuap nasi, jabatan, kedu­dukan, pekerjaan, fasilitas, bahkan ada yang rela melepaskan keimanannya demi sang kekasih.
Orang yang menyembah selain Allah, berarti dirinya menjadikan Iblis sebagai pelindung­nya, yang harus diikuti tingkah lakunya. Mereka tidak sadar kalau dirinya telah di­sesatkan oleh Iblis untuk dijerumuskan ke dalam jurang kekufuran. Sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
Sesungguhnya mereka menjadikan seran-setan pelin­dung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.(QS. Al-A'raf 7:30)
Di dalam ayat yang lain Allah Ta'ala telah memperingatkan kepada umat manusia agar tidak mudah ditipu oleh setan maupun Iblis, sebab makhluk jahat ini dalam menyesatkan dan mengkufurkan manusia menggunakan bujuk rayu dan tipu muslihat yang sangat memikat, maka tidak heran bila banyak orang yang lemah imannya menjadi korban tipu muslihatnya.
Mengenai hal ini Allah Ta'ala berfirman:
"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga.(QS. Al-A'raf 7:27)
Meskipun ada peringatan ayat diatas, masih banyak saja orang yang mengikuti Iblis Laqwas melakukan kekufuran dan kemusyrikan. Mereka mengira bahwa apa yang mereka perbuat itu merupakan jalan yang benar dan dapat memberi petunjuk kepada mereka, padahal jalan yang mereka tempuh itu sesat dan dapat mendatangkan siksa Allah. Itulah gambaran orang yang telah dijerumuskan oleh Iblis Laqwas ke­dalam kesesatan.

7.         Iblis A'war
Iblis ini bertugas untuk mempengaruhi dan menggoda laki-laki dan wanita untuk melakukan perbuatan zina, atau melakukan perbuatan maksiat lainnya.
Iblis A'war menggunakan "Pandangan Mata" sebagai cara yang paling ampuh untuk mem­bakar nafsu kaum lelaki dan wanita untuk berbuat maksiat.
Mujahid berkata : Ketika wanita itu meng­hadap, maka Iblis duduk di kepalanya untuk menghiasi Wajah wanita tersebut agar tampak menarik bagi orang yang melihatnya, dan jika wanita itu berpaling ke belakang, maka Iblis duduk di pantatnya untuk meng­hiasi pantat tersebut agar tampak menarik bagi orang yang melihatnya.
Apa yang dikatakan oleh Mujahid diatas itu memang benar, sebab umumnya lelaki bila melihat wanita ketika berhadapan, maka yang pertama kali diperhatikan adalah wajahnya, sedangkan ketika melihat wanita yang berjalan didepannya, maka yang pertama kali diperhatikan adalah pantatnya, karena itu memang tempatnya Iblis.
Nabi Yahya as pernah ditanya: "Apa yang menjadi penyebab perzinaan?". Nabi Yahya as menjawab: "Yang menjadi penyebabnya adalah memandang wanita, lalu timbul dalam hati keinginan untuk berzina dengan­nya. Zina mata itu termasuk dosa kecil, dan hal ini dapat mendekat­kan pada perbuatan dosa besar, yaitu zina farji. Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak mampu menundukkan pandangannya, maka niscaya ia tidak akan mampu menjaga farjinya". Demikian jawaban Nabi Yahya as ­terhadap penanya tadi.
Nabi Isa as pernah berkata: 'Takutlah kamu memandang (wanita), karena sesungguh­nya memandang itu dapat menumbuhkan syahwat didalam hati, dan ini sudah cukup mendatangkan fitnah".
Berkatalah Sa'ad bin Jubair ra: "Sesungguh­nya fitnah yang menimpa Nabi Daud as adalah dari memandang (wanita)".
Dan masih banyak orang laki-laki maupun wanita yang berbuat zina yang diawali dari kebiasaan memandang lawan jenisnya yang bukan muhrimnya. Karena memandang merupakan panah Iblis yang sangat ampuh untuk menjerumuskan laki-laki dan wanita ke dalam perbuatan nista yang penuh dengan dosa. Sekarang tidak sedikit orang yang men­jadi budak Iblis A'war karena ingin melampiaskan nafsunya. Semoga kita dijauhkan oleh Allah dari godaan lblis ini.
Iblis ini tugasnya mengencingi orang supaya malas bangun untuk beribadah. Jika orang sudah malas bangun malam untuk beribadah berarti dirinya mementingkan tidur­nya, tidak memikirkan tentang kehidupan­nya nanti di akhirat, tidak mau bermunajat kepada Allah berarti ada hal yang lebih pen­ting selain bermunajat, apakah itu tidur atau kegiatan-kegiatan lain yang berbau duniawi­yah. Kalau hal ini sudah menjadi kebiasaan seorang hamba, maka akan mempermudah Iblis menjauhkan dia dari kegiatan agama, lama kelamaan dirinya akan bisa meninggalkan aktivitas ibadah. Kalau sudah begini, Iblis tinggal menggiring dia untuk dijeru­muskan ke dalam jurang kemaksiatan dan kekufuran.

8.         Iblis Al-Wasnan
Malas beribadah itu menunjuk­kan lemah keimanannya, bahkan keimanan­nya bisa sebagai lipstik belaka, sebagai pe­manis bibir saja, buktinya ia mengaku ber­iman tetapi tidak mau beribadah, bahkan perintah agama ia tentang, larangannya ia terjang. Orang-orang seperti inilah yang setia menjadi pengikut Iblis Al-Wasnan, yang malas beribadah tetapi senang bermaksiat. Al-Qur'an telah memperingatkan kaum muslimin agar tidak mengikuti langkah-­langkah Iblis, sebab Iblis itu menyesatkan, menyauhkan orang agar tidak beribadah ke­pada Allah Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-An'am 142:
"Dan janganlah kamu mmglkuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.(QS. Al An'am 6:142)
Dengan demikian, bila ada orang malas ber­ibadah, senang berbuat munkar, maka dia telah menjadi teman Iblis.

9.         Iblis Dasim
Iblis yang satu ini~bertugas untuk mempe­ngaruhi, menggoda dan mendorong suami istri untuk melakukan penyelewengan. Dengan terjadinya penyelewengan, maka sudah barang tentu rumah tangganya akan menjadi berantakan, tidak harmonis, jauh dari kebahagiaan yang pada akhimya nanti akan terjadi perceraian. Inilah yang diingin­kan oleh Iblis Dasim.
Dengan terjadinya perceraian, maka orang akan mudah untuk digiring berbuat munkar dan maksiat, meskipun tidak sedikit orang yang tidak menikah juga tenggelam dalam dunia maksiat. Setidak-tidaknya orang yang sudah bercerai itu dapat dimanfaatkan oleh Iblis untuk dijerumuskan dalam perbuatan nista, seperti zina dan perbuatan munkar lainnya, karena ia sudah tidak mempunyai tempat untuk menyalurkan kebutuhan bio­logisnya secara halal. Karena diantara tujuan pernikahan adalah untuk menundukkan pandangan mata, menyalurkan kebutuhan biologis secara halal, untuk memperoleh keturunan, disamping menjalankan Sun­nah Rasulullah saw. Dan masih banyak lagi bahaya atau madlarat yang disebabkan tidak menikah, dan keadaan inilah yang dimanfaat­kan oleh Iblis Dasim untuk menjerumus­kan kaum muslimin ke lembah nista yang penuh dengan dosa.
Oleh karena itu, Iblis sangat membenci ter­hadap keluarga yang rukun, damai dan sejahtera. Sebab kondisi keluarga seperti ini akan mendapat limpahan rahmat dan ber­kah dari Allah Ta'ala.

Itulah nama-nama Iblis yang dikatakan oleh Umar bin Khathab yang bertugas menye­satkan manusia untuk dijerumuskan ke dalam kefasikan, kemaksiatan, kemusyrikan dan keku­furan, yang nanti menjadi temannya di dalam neraka. Semoga Allah menjauhkan dan menyela­matkan kita dari segala tipu daya Iblis ini.

Catatan:
Cerita ini tidak benar, tidak ada dalil yang menunjang untuk menyatakan nama-nama itu, dengan demikian, informasi itu tidak bisa dipercaya.

Minggu, 18 Maret 2012

Pertemuan Nabi Yahya dengan Iblis


Apabila kamu membaca al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (Qs.An- Nahl: 98-100)

Telah menceritakan kepada kami Abu Muqaatil, dari Shaalih bin Sa'lid, dari Abu Sahl, dari Al-Hasan, ia berkata Rasulullah shalallahu alahi wasalam bersabda, “Sesungguhnya Iblis musuh Allah biasa mendatangi para Nabi dan berbincang-bincang dengan mereka dari sejak Nabi Nuh sampai Isa a.s. Dari semua, yang paling suka dijumpai olehnya adalah Nabi Yahya bin Zakariyya as. Suatu hari, dia mengunjungi Nabi Yahya as. Ketika dia hendak pergi, Nabi Yahya memanggilnya dan berkata, Wahai Abu Murrah (panggilan Iblis), ada yang ingin kupinta darimu, dan kuharap kau tak menolak permintaanku ini.

”Iblis menjawab, “Akan aku penuhi permintaanmu wahai Nabi Allah, apa itu?

Nabi Yahya berkata, ”Saya ingin kau mendatangiku dengan rupa aslimu, dan menunjukkan senjata tipu dayamu yang kau pakai untuk mencelakakan manusia.”

Iblis menjawab, ”Anda telah meminta hal yang besar dan berat bagiku, menjawabnya saja cukup menyusahkanku. Namun engkau sangat mulia dihadapanku, bagiku lebih aman menjawab permintaanmu daripada tidak, tetapi aku ingin saat itu tiada orang lain selain kau dan aku, aku tidak mau ada seorang pun selainmu.”


Mereka sepakat dalam menentukan waktu yang tepat untuk bertemu esok harinya. Setelah tiba waktunya dia pun datang menjelma dihadapan Nabi Yahya as. Ternyata, Iblis sepenuhnya berubah, berbalik rupa, besar menakutkan, dan buruk sekali. Tubuhnya seperti tubuh babi, wajahnya seperti wajah kera, kedua matanya panjang ke dalam, sedang mulutnya memanjang keluar, sekitar kepala dan giginya hanya terlihat tulang-tulang tanpa ada dagu atau jenggot, rambut di kepalanya sedikit, tajam dan tak karuan tumbuhnya, tangannya empat, dua di bahu dan dua disamping, jari-jari kakinya berada di bagian belakang dan tumitnya berada di bagian depan, jari tangannya ada enam, pipinya menonjol, hidungnya ke atas dan ada moncongnya seperti moncong burung, wajahnya mengarah tengkuknya, matanya berair, kakinya pincang, tubuhnya bersayap, bajunya kusut mengerut, memakai ikat pinggang seperti majusi, dengan tongkat-tongkat kecil menyantol disekitarnya, sekeliling bajunya ada kain-kain seperti kaos kaki yang berwarna warni, hitam, putih, merah, kuning, hijau, di tangannya ada lonceng besar, sedang di atas kepalanya ada telur, dan di ujung telur itu ada besi panjang bercabang.

Nabi Yahya as berkata, “Jelaskan padaku Wahai Abu Murrah (Nama Iblis) akan segala yang kulihat ini.”

Iblis menjawab, ”Wahai Nabi Allah sungguh aku takkan sudi mendatangimu seperti ini, kecuali karena memang aku mau memberitahumu segala yang kau mau tahu.”

Nabi Yahya bertanya, “Ada apa dengan ikat pinggang bajumu itu”?

Iblis menjawab, ”Demi menyerupai Majusi, karena akulah yang menciptakan pilar-pilarnya”?

Nabi Yahya bertanya, ”Kalau tongkat-tongkat kecil yang kau ikat disabukmu itu untuk apa?”

Iblis menjawab, ”Disitulah syahwat-syahwatku dan itulah alat-alat tipuanku. Saat merayu seorang mukmin, pertama sekali aku lewat perempuan, kalau dia tetap teguh pada Allah, maka aku membujuknya untuk mengumpulkan harta walau haram, dan membuatnya rakus, kalau dia tetap teguh beriman dan menghindar dengan merasa cukup apa adanya (qanaah), maka aku mencobanya dari sisi minuman supaya mabuk, terus-menerus syahwat itu saya ulangi dari berbagai segi dan pasti sebagian akan mengena walaupun dia orang yang wara.”
“Wahai Nabi, ini adalah aneka warna celupan wanita, dan perhiasannya. Semasih ada wanita yang berpakaian mencolok sehingga terlihat, maka disitulah aku mempermainkan laki-laki menuju keindahan yang ada pada wanita.”

Nabi Yahya as, “Adapun lonceng yang ditanganmu itu untuk apa?”

Iblis menjawab, “Ini adalah muara alunan musik yang menggoyang dan paduan macam-macam suara alat musik, dari gitar biola, biola, gendang, terompet, hingga suara-suara ratapan dan lagu-laguan. Jika ada suatu kaum yang mengadakan pesta tidak baik, dan di sana terdapat alat-alat musik itu, maka ketika itu aku lihat mereka mulai menikmati, aku akan menggerakkan lonceng ini sehingga berbaur dengan suara musik mereka, dan mereka kemudian akan lebih merasakan enak dan tambah bergoyang, diantara mereka akan ada yang menggerakkan jari-jarinya, ada yang mengoyang-goyangkan kepalanya, dan ada juga yang bertepuk-tepuk tangan. Mereka akan terus begitu sampai kujerumuskan.

Nabi Yahya as bertanya lagi, “Bagaimana dengan telur yang ada di atas kepalamu?”

Iblis menjawab, “Wahai Nabi Allah, sebagaimana para Nabi, orang salih dan para ahli ibadah berlindung dariku dan dari semua tipu dayaku, maka telur ini adalah jimat perlindungan bagiku juga dari setiap kutukan.”

Nabi Yahya bertanya, “Kalau besi panjang yang ada diujungnya ini untuk apa?”

Iblis menjawab, ”Dengannyalah aku menbolak-balikkan hati orang-orang salih. Masih adakah yang kau ingin tanyakan? Katakanlah.

Nabi Yahya as berkata, “Ada apa dengan rupa dan bentukmu yang begitu buruk, berputar balik, dan munkar?”

Iblis menjawab, “Semua ini gara-gara ayahmu Adam. Sungguh dahulu aku termasuk malaikat yang terhormat. Aku bahkan tidak mengangkat kepalaku dari satu sujud selama 400 ribu tahun, kemudian aku mendurhakai-Nya waktu diperintah sujud kepada ayahmu Adam, sehingga Dia marah dan mengutukku. Rupaku pun berubah menjadi bentuk setan, padahal dahulu tiada dari para malaikat yang sosoknya lebih bagus daripadaku, aku jadi mamsukh, berbalik, terjelek, dan terburuk sebagaimana kau lihat Wahai Nabi Allah.”

Nabi Yahya berkata, “Pernahkah kau memperlihatkan rupa asli dan tipu dayamu sebagaimana adanya kepada yang lain?”

Iblis berkata, “Tidak, demi keagungan Tuhanku, semua ini tidak pernah dilihat oleh siapapun, dan aku telah memuliakanmu dengan memperlihatkan hanya kepadamu.

Nabi Yahya as bertanya, “Beritahukan kepadaku apa saja yang paling kau suka, paling kau pegangi, paling menghilangkan kesedihanmu, paling menyejukkan matamu dan paling menggembirakanmu?”

Iblis menjawab, “Saya takut nanti Anda akan menyebarkannya, sehingga mereka menjaga diri dan tipu dayaku akan sia-sia.”

Nabi Yahya as berkata, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan al-kitab dan menyebutkan dirimu, tipu dayamu, serta menjelaskan kepada para Nabi dan para Wali-Nya. Mereka juga sudah membentengi diri dengan berlindung kepada Allah. Adapun orang-orang sesat, Anda lebih utama atas mereka, sampai-sampai kau mempermainkan mereka seperti bola. Lagi pula perkataanmu tidak lebih mulia daripada firman Allah.”

Iblis kemudian menjawab, “Wahai Nabi Allah, yang paling aku suka, paling aku senangi, paling aku pegangi, dan yang paling menyejukkan mataku adalah wanita. Mereka adalah taliku, umpanku, dan anak panahku yang dengannya aku tidak bisa meleset. Kalau bukan karena mereka, maka menyesatkan manusia paling bodohpun aku kesusahan.
Selanjutnya Nabi Yahya as bertanya tentang dirinya sendiri, “Apakah ada kesempatan engkau untuk memperdayaku?”

Iblis menjawab, “Demi Allah tidak ada hal dapat memperdayamu. Namun ada yang aku sukai pada dirimu dan cukup sering engkau lakukan. Yaitu engkau termasuk orang yang suka makan banyak, sehingga membuat engkau lemas, berat, malas, dan ngantuk. Lalu Engkau tidur menyamping pada saat-saat yang biasanya engkau bangun mangun malam. Itulah yang kusuka.”

Setelah mengetahui hal itu Nabi Yahya berkata, “Saya berjanji kepada Allah Yang Maha Mulia dengan bernazar sampai saya keluar dari dunia untuk tidak pernah makan siang.”

Pada saat itu Iblis merasa marah dan sedih karena telah memberitahukan hal itu. Cerita ini telah memberikan gambaran umum kepada kita bagaimana cara Iblis dan setan mengorganisasi gerakannya untuk memperdaya manusia agar mengikutinya terjerumus kedalam lembah kehinaan dan neraka jahannam.


Cara Setan Menggoda Manusia
Dari ayat yang ditulis diawal tulisan ini, maka orang dapat digoda setan sebenarnya orang yang telah melupakan Allah Swt. Sedangkan setan selalu mengiringi setiap langkah kita dan menghancurkan hati kita karena setan punya siasat licik dan tipu daya. untuk itulah kita harus melakukan amal ibadah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah swt. Itupun setan tak akan tinggal diam untuk menggoda kita, baik dikala kita sedang beribadah sehingga boleh jadi secara lahiriyah bagus dalam ibadah tapi dihati masih menyimpan kebusukkan. Sehingga ada pepatah “setaat-taatnya manusia beribadah kepada Allah, maka lebih taat lagi setan menggoda manusia.”

SETAN MENGGODA MANUSIA MELALUI 7 TAHAPAN :
1.        Mengajak manusia untuk berbuat syirik (menyekutukan Allah), kekafiran, serta menentang Allah dan Rasul-Nya. Kalau berhasil ia akan bangga sekali, tetapi jika tidak berhasil ia akan menerapkan tahapan kedua.
2.        Mengajak manusia kepada bid’ah, yang menganggap apa yang dikerjakannya adalah ibadah sehingga lupa bertaubat.
3.        Setan mengajak manusia melakukan dosa besar dengan berbagai macam dan ragamnya. Jika gagal ia menerapkan cara keempat.
4.        Mengajak manusia untuk mengerjakan dosa-dosa kecil yang apabila terkumpul pada seorang hamba maka akan mencelakakannya. Kalau gagal tahap ini setan melanjutkan tahap selanjutnya.
5.        Setan akan menyibukkan manusia dengan hal-hal mubah yang tidak bermanfaat dan tidak berpahala walaupun tidak berdosa, akan tetapi ia kan menghabiskan umur tanpa hasil.
6.        Setan akan menyibukkan seorang hamba dengan amalan yang kurang berpahala agar melewatkan amalan-amalan yang besar pahalanya.
7.        Setan mengubah arah niat-niat amalan-amalan yang penuh ibadah.

Dalam soal menggoda setan akan menggunakan berbagai tipu muslihatnya. Ada sembilan puluh sembilan pintu kebaikan bagi orang-orang yang bertakwa, dan pada pintu yang ke seratus setan dapat menjebloskan kita dalam kenistaan. Sungguh sangat tragis! sebab boleh jadi setan yang mendorong kita untuk berbuat kebaikan-kebaikan, kemudian dengan siasatnya yang sangat halus ia menjerumuskan kita dalam kesesatan.

Isti’azah: Cara Menghindari Godaan Setan
Isti’azah adalah meminta perlindungan kepada Allah swt dari godaan setan. Secara sederhana adalah dengan ucapan ’Audzubillahi minasy syaithanirrajiim, yang merupakan jalan bagi siapa saja untuk menghindari dari godaan setan. Namun, isti’azah tidak hanya memiliki dimensi ucapan, melainkan juga dimensi ruhaniah dengan keikhlasan dan tawakkal kepada Allah serta mengamalkan ajaran-ajaran-Nya. Karena wilayah setan itu hanya berada pada orang-orang yang menjauhi Allah Swt. yang hanya bersandar pada apa-apa yang ada di dunia saja. Dengan demikian kalau kita berpegang pada tali Allah dengan menjauhi semua larangannya dan mengerjakan semua yang diperintahkanNya, yakinlah setan tak dapat berbuat apa-apa pada kita. Orang yang tak pernah mendekatkan dirinya pada Allah Swt suatu saat memohon akan perlindungan-Nya, pada hakikatnya hanyalah sebatas berlindung demi kekuasaannya, kedudukan atau harta serta reputasinya. Orang seperti ini menjadikan setan sebagai kawan dan pemimpinnya.
Karenanya, jalan keluarnya yang paling tepat agar tidak terjebak dalam perangkap setan, salah satunya adalah dengan ber isti’adzah penuh keikhlasan dan ketakwaan pada Allah Swt sebagai tanda kesungguhan kita menolak seruan setan. “Demi kekuasaan Engkau aku akan meyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yangmukhlis di antara mereka”(Q.S. Shaad: 82-83).

Isti’adzah yang dimaksud disini bukan hanya di mulut saja. tetapi harus ada konsekuensinya dengan perbuatan kita yaitu dengan melaksanakan ketakwaan kepada Allah Swt. Selama kita tidak berhenti melakukan perbuatan-perbuatan yang haram, meskipun mulut kita komat-kamit mengucapkan isti’adzah beribu-ribu kali sementara kita tidak melakukan dan berusaha untuk menjauhi setan, sama saja kita tak membaca isti’adzah. Kemudian yang terpenting juga adalah banyak berdoa agar terhindar dari godaan setan yang terkutuk. Di dalam buku doa Shahifah Sajjadiyah ada sebuah doa yang sangat bagus. Di sini penulis akan mengutip sedikit saja dari doa tersebut:
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala godaan setan yang terkutuk, dari tipuan dan rayuannya, dari mencapai impian dan janji-janjinya, dari segala perangkap dan jebakannya, dari segala harapannya untuk menyesatkan kami agar tidak patuh kepada-Mu dan menganggap remeh perbuatan dosa atau menggoda kami untuk menyukai apa yang ia perindah atau untuk memberatkan pada kami apa yang dia sukai"


Catatan:
1. Hadis di atas (pada paragraf ke-2) diriwayatkan oleh Al-Hakmi At-Tirmidzi dalam kitabnya Ghaur Al-Umuur hal 120, adapun sanadnya adalah mursal, karena Al-Hasan adalah seorang Tabi'in dan beliau langsung meriwayatkan dari Rasulullah shalallahu alahi wasalam, padahal beliau tidak pernah bertemu dengan Rasulullah.
2. Pentahqiq kitab ini berkata bahwa hadis ini tidak ditemukan dalam kitab hadis-hadis shahih, oleh karena itu SEBAIKNYA HADIS-HADIS SEPERTI INI TIDAK DIJADIKAN HUJJAH MENGENAI WUJUD ATAU WAJAH IBLIS. 
wallahu a'lam

di jawab oleh Ustadz Agung Supriyanto dan Ustadz Tommi Marsetio

 
Back To Top