Selasa, 16 Juli 2013

Cara Menjawab Salam Kepada Orang yang Menyampaikan dan Mengirim Salam


Syaikhah Haifa’ bintu Abdillah Ar Rosyid
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari (11/41): “Dan disukai untuk membalas (salam) atas orang yang menyampaikan.”
Imam Ibnul Qayyim berkata dalam Zaadul Ma’ad (2/427): “Dan termasuk petunjuknya shallallahu alaihi wa sallam, jika seseorang menyampaikan kepadanya salam dari orang lain, ia membalas kepadanya dan kepada orang yang menyampaikan.”
Dan yang demikian berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (5231), Imam Ahmad (23104) dan Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra (10133) “Bab: apa yang dikatakan jika dikatakan kepadanya: Sesungguhnya si Fulan menyampaikan salam kepadamu”.
Dan dari hadits seseorang dari Bani Numair (dan dalam Fathul Bari (11/41): dari Bani Tamim) dari Ayahnya dari Kakeknya bahwa ia mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu ia berkata:
“Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam kepadamu”, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “ ‘Alaika wa ‘ala abika as-salaam”.
Dan di dalam sanad hadits ini ada jahaalah (rawi yang tidak dikenal), akan tetapi Syaikh Al Albani menghasankannya.
Dan yang demikian telah ada dari perbuatan 2 istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Khadijah radhiyallahu anhuma dan Aisyah radhiyallahu anhuma, dan Nabi shalallahu alaihi wa sallam mentaqrir (menyetujui) mereka berdua:
1.    Khadijah radhiyallahu anha : dari Anas radhiyallahu anhu ia berkata:
“Jibril datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan ada Khadijah di sisi Nabi, Jibril berkata: “Allah menyampaikan salam untuk Khadijah” Khadijah berkata : “Sesungguhnya Allah-lah As Salam, dan as salam atas Jibril dan engkau wa rahmatullah” ( HR Imam Hakim (4/175) , Imam Nasa’i dalam Al Kubra (10134), Imam Al Bazzar (1903), dan Imam Ath Thabrani dalam Al Kabir (23/15 no 25 dan 26)
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari (7/172): “Dan dari hadits ini ada faidah membalas salam kepada orang yang mengirim salam dan kepada orang yang menyampaikan”.
2.    Dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya:
“Wahai Aisyah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu”, Aisyah menjawab: “ Wa ‘alaihis salaam wa rahmatullah wa barakaatuh, engkau (Nabi) melihat apa yang tidak aku lihat.” ( HR Imam Al Bukhari (3217) dan Imam Muslim (2447)
Akan tetapi ada tambahan pada Musnad Imam Ahmad (6/117) dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata: aku jawab:
‘Alaika wa ‘alaihis salaam wa rahmatulloh wa barakaatuh”.
Al ’Allamah Al Albani berkata dalam catatan kaki Shahih Adabil Mufrad (hal 308-309) : “Sanadnya shahih”. Dan ini adalah tambahan yang penting dalam hadits ini.

Wallahu A’lam wa billahit Taufiq.
Al Washiyyah bi Ba’dhi As Sunan Syibhil Mansiyyah oleh Haifa bintu Abdillah Ar Rasyid. Dan kitab ini sudah diterjemahkan dalam judul "Sunnah- Sunnah Yang Dilupakan".


Dikutib dari catatan: Ustadz Abu Asma Andre

Minggu, 07 Juli 2013

Jangan Khatamkan Al-Qur'an di Bulan Romadhon


Romadhon disebut juga bulan-nya Al-qur'an, karena memang pada bulan inilah Allah subhanallahu wa ta'ala menurunkan ayat pertama Al-qur'an kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang juga sebagai tanda bahwa beliau telah diangkat menjadi Rasul untuk semesta alam ini. 
Selain itu juga, karena memang pada bulan ini semua orang muslim menjadi sangat begitu dekat dengan al-qur'an. Sehingga kita tidak bisa mendapati seorang muslim dibulan romadhon ini kecuali ia sedang menggenggam mushaf Al-qur'an, baik itu dikantongi ataupun di-'tengteng'. Itu saking giatnya mereka, sehingga mereka tidak ingin melewatkan kesempatan sedikitpun diwaktu-waktu bulan romadhon ini kecuali ia manfaatkan dengan membaca mushaf Al-qur'an. 
Dan tidak jarang, bahkan hampir semua umat Islam mengusung target khatam qur'an pada bulan suci ini. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Bahkan ada sekolompok pemuda atau remaja yang mengadakan perlombaan siapa yang paling banyak khatam-nya, dan menjadi sebuah prestise tinggi jika bisa mengatakan:
"Alhamdullillah saya sudah khatam 2 kali romadhon ini". Begitulah kira-kiranya. 
Tapi semangat ini, semngat mengkhatam-kan al-qur'an dibulan romadhon hendaknya tidak digeneralisir untuk semua orang. Bagi mereka yang memang sudah mahir dan mengerti hukum-hukum Tajwid (kaidah membaca al-qur'an) dan bisa membacanya dengan benar, ya sah-sah saja buat mereka untuk mengkhatamkan al-qur'an. Karena tidak akan menjadi masalah. 
Tapi bagi mereka yang belum mahir membaca al-qur'an atau bahkan tidak mengerti hukum-hukum tajwid (sebenarnya membaca al-quran dengan tajwid itu –sesuai Ijma' Ulama- hukumnya fardhu 'Ain), maka program mengkhatamkan al-quran ini sungguh tidak layak dikerjakan oleh mereka. 
Al qur'an itu ada 30 Juz, berarti kalau kita ingin mengkhatamkan al-qur'an pada bulan romadhon ini, kita diharuskan untuk menghabiskan satu hari ini dengan membaca 1 juz AL-qur'an (dengan asusmsi bahwa 1 bulan romadhon itu 30 hari). Dan satu juz Al-qur'an itu terdiri dari sepuluh lembar mushaf Madani (cetekan Arab Saudi) yang sama juga 20 halaman Mushaf. Berarti mau tidak mau, kita harus membaca 20 halaman mushaf setiap harinya. 
Menurut pengalaman yang saya temui dari beberapa kawan yang memang sudah mahir membaca al-qur'an dan tentu saja mereka sangat mengerti hukum tajwid, membaca 1 juz atau 20 halaman mushaf al-qur'an itu membutuhkan waktu 30-60 menit (1/2 sampai 1 jam). Itu bagi mereka yang lancar membacanya. 
Tentu bagi kawan-kawan yang belum lancer dan mungkin tidak mengerti hukum-hukum tajwid, tentunya akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Tapi yang terjadi dilapangan, karena memang keinginan besarnya dan sudah menjadi target romadhon dari jauh-jauh hari, ia paksakan untuk bisa mengkhatamkan Al-qur'an dibulan suci ini, akhirnya ia membaca sesukanya, tanpa peduli dengan kaidah-kaidah hukum tajwid. Ia tergesa-gesa dan terus membaca al-qur'an walaupun salah, yang penting bisa memenuhi target baca satu hari satu juz bahkan lebih. 
Padahal Allah telah memerintahkan dalam ayat-Nya: "dan Bacalah Al-qur'an dengan perlahan-lahan (tartil)" (Al-Muzzammil 4) 
Belum lagi mereka yang punya kesibukkan, pekerjaan yang memang memakan waktu dan tenaga. Apa mungkin mereka kuat duduk 1 jam lebih dengan bacaan yang sudah tidak bisa dimengerti lagi? Yang terjadi akhirnya mereka bukan membaca qur'an, tapi justru malah menghinakan qur'an itu sendiri kerena telah dibaca seenaknya, sesukanya, padahal ada kaidah yang HARUS diikuti. Alih-alih ingin menghargai dan mengormati al-qur'an dengan mengkhatamkannya, tapi mereka malah menghinakannya. 
"loh bukankah baca qur'an itu tetap mendapat pahala walaupun tidak mengerti artinya?". Ya benar sekali. Siapapun yang membaca al-qur'an pasti mendapat pahala walaupun ia tidak mengerti artinya atau tidak paham kaidahnya, malah mendapat 2 pahala, begitu hadits Nabi menjelaskan. 
Tapi itu bagi mereka yang mau terus belajar mempelajari kaidah-kaidahnya, bukan untuk kejar target khatam qur'an tanpa mau belajar disebelum bulan atau sesudah bulan romadhon seperti kebanyakan yang orang kerjakan belakangan ini. Mereka sepertinya menyepelekan al-qur'an dengan ke-ogah-an mereka untuk belajar. 
Lalu Bagaimana? 
Semangat beribadah dibulan ramdhan ini harusnya juga di implementasikan dengan melakukan ibadah sesuai kaidah yang telah ditetapkan oleh syariah itu sendiri. Dan dibulan romadhon ini, baiknya kita konverasi semangat mengakhatamkan qur'an itu manjadi semangat "BELAJAR TAJWID". Jadi bulan Romadhon ini sebutan barunya ialah "Bulan Tajwid". 
Tidak ada lagi cara kita untuk bisa lancer membaca al-qur'an dan mengerti hukum serta kaidah-kaidahnya kecuali dengan kita mempelajari Tajwid itu sendiri. Karena ulama sejagad raya ini telah bersepakat bahwa mambaca Al-Qur'an dengan tajwid itu hukumnya Fardhu 'Ain. Artinya kewajiban itu sama seperti kewajiban sholat 5 waktu yang harus dikerjakan oleh personal masing-masing muslim dan tidak ada tawar-tawaran lagi. 
Waktu-waktu yang awalnya telah kita jadwalkan untuk berkhatam (tapi dengan bacaan salah), kita rubah dengan belajar tajwid, entah itu dengan mendatangi kawan yang mengerti guna meminta beliau mengajarkan kita tajwid atau mendatangi seorang ustadz atau kiyai, atau juga kita mengikuti halaqoh-halaqoh tajwid yang biasa banyak digelar di masjid-masjid sekitar rumah kita masing-masing. 
Satu bulan ini kita "khatamkan" ilmu tajwid itu, sehingga nantinya ketika keluar bulan romadhon ini kita sudah mampu membaca qur'an dengan benar tanpa salah In shaa Allah. Akhirnya bulan romadhon yang akan datang kita sudah siap dengan segudang target, baik itu meng-khatamkan al-qur'an ataupun yang lainnya. 
Akhirnya juga kita bisa tinggalkan kebiasaan buruk kita yang telah lama kita kerjakan, yaitu "masuk romadhon baca qur'an nya seperti itu, keluar romadhon juga tetep tidak ada perubahan, tetep salah. Tiap tahun seperti itu, terus buat apa ada kesempatan belajar di romadhon ?" 
Meng-Khatam-kan Al-Qur'an itu Mudah dan Tidak Perlu Menunggu Romadhon
Urusan mengkhatamkan qur'an itu buat saya urusan yang paling gampang diantara ibadah-ibadah yang lain. Jadi jangan takut tidak bisa mengkhatamkan qur'an, karena mengkhatamkan qur'an itu Mudah, sebentar dan bisa kapan saja, tidak perlu menunggu romadhon untuk bisa khatam. 
Percayakah anda bahwa dalam satu hari saja, saya atau kita semua itu bisa mengkhatamkan al-qur'an sebanyak 70 kali bahkan seratus kali. Lah wong ngga butuh waktu lama kok, Cuma sekitar 3 sampai 5 menit kita bisa mengkhatamkan al-qur'an. 
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
"Barang siapa yang membaca 'qul huwallahu ahad' (surat al-ikhlas) sekali berarti ia telah membaca sepertiga al-qur'an" (HR Tirmidzi) 
Dengan begitu, kalau kita membaca surat Al-Ikhlas itu sebanyak 3 kali berarti kita telah mengkhatamkan al-qur'an. Mudah bukan? Jadi tidak perlu menunggu romadhon untuk kita bisa khatam qur'an. 
Romadhon itu kesempatan emas untuk kita menambah intensitas ibadah kita kepada Allah termasuk dengan membaca dan mempelajari Al-qur'an. Bukan kejar-kejaran target siapa yang paling banyak khatamnya. Buat apa khatam berkali-kali tapi tidak mau belajar dan tidak mau sadar kalau bacaan kita tidak benar? 
Jadi pertanyaan yang harus keluar dari mulut kita ketika bertemu saudara dan kawan ialah bukan "berapa kali sudah khatam?" tapi "sudah berapa hukum tajwid yang sudah dipelajari?". 

Wallahu A'lam


Di ambil dari catatan: ustadz Zarkasih Ahmad

 
Back To Top