Mungkin sebagian orang sering menemukan di sekitarnya orang-orang yang
celananya di atas mata kaki (cingkrang). Bahkan ada yang mencemoohnya dengan
menggelarinya sebagai ‘celana kebanjiran’. Pembahasan kali ini –insya Allah-
akan sedikit membahas mengenai cara berpakaian seperti ini apakah memang
pakaian ini merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan.
Penampilan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dengan Celana Setengah Betis
Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah dan
ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki,
sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat
melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas
mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata: “Ketika
saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di
belakangku berkata: ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang
berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata:”Sesungguhnya yang kukenakan
ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain
sarung beliau: ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.” (Lihat
Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah
Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah
lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak
dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al
Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih)
Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi
seseorang menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata
kaki. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai teladan
terbaik bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang
dijadikan teladan. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [60] : 21)
Menjulurkan Celana Hingga Di Bawah Mata Kaki
Perhatikanlah hadits-hadits yang kami bawakan berikut ini yang sengaja
kami bagi menjadi dua bagian. Hal ini sebagaimana kami ikuti dari pembagian
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Syarhul
Mumthi’ pada Bab Satrul ‘Awrot.
Pertama: Menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan sombong
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam
keadaan sombong.” (HR. Muslim no. 5574).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak
akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)
Masih banyak lafazh yang serupa dengan dua hadits di atas dalam Shohih
Muslim.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat
nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang
pedih.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan
ini. Lalu Abu Dzar berkata:
“Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian
dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no.
306). Orang yang isbal (musbil) adalah orang yang menjulurkan pakaian atau
celananya di bawah mata kaki.
Kedua: Menjulurkan celana di bawah mata kaki tanpa sombong
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari
no. 5787)
Dari hadits-hadits di atas terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan
masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Kasus yang pertama
-sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Umar di atas- yaitu menjulurkan celana
di bawah mata kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman untuk kasus pertama ini
sangat berat yaitu Allah tidak akan berbicara dengannya, juga tidak akan
melihatnya dan tidak akan disucikan serta baginya azab (siksaan) yang pedih.
Bentuk pertama ini termasuk dosa besar.
Kasus yang kedua adalah apabila seseorang menjulurkan celananya tanpa
sombong. Maka ini juga dikhawatirkan termasuk dosa besar karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam perbuatan semacam ini dengan neraka.
Perhatikan bahwasanya hukum di antara dua kasus ini berbeda. Tidak bisa
kita membawa hadits muthlaq dari Abu Huroiroh pada kasus kedua ke hadits
muqoyyad dari Ibnu Umar pada kasus pertama karena hukum masing-masing berbeda.
Bahkan ada sebuah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri yang menjelaskan dua kasus
ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masing. Lihatlah hadits yang dimaksud
sebagai berikut.
“Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa
jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut
berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu
diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari
kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam
Shohih Al Jami’ Ash Shogir, 921)
Jika kita perhatikan dalam hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk kasus
pertama dan kedua berbeda.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika menjulurkan celana tanpa
sombong maka hukumnya makruh karena menganggap bahwa hadits Abu Huroiroh pada
kasus kedua dapat dibawa ke hadits Ibnu Umar pada kasus pertama. Maka berarti
yang dimaksudkan dengan menjulurkan celana di bawah mata kaki sehingga mendapat
ancaman (siksaan) adalah yang menjulurkan celananya dengan sombong. Jika tidak dilakukan dengan
sombong, hukumnya makruh. Hal inilah yang dipilih oleh An Nawawi dalam Syarh
Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan pendapat Imam Syafi’i serta
pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di Tawdhihul Ahkam
min Bulughil Marom -semoga Allah merahmati mereka-.
Namun, pendapat ini kurang tepat. Jika kita melihat dari hadits-hadits
yang ada menunjukkan bahwa hukum masing-masing kasus berbeda. Jika hal ini
dilakukan dengan sombong, hukumannya sendiri. Jika dilakukan tidak dengan
sombong, maka kembali ke hadits mutlak yang menunjukkan adanya ancaman neraka.
Bahkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri dibedakan hukum di antara dua
kasus ini. Perhatikan baik-baik hadits Abu Sa’id di atas: Jika pakaian tersebut
berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu
diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat
nanti).
Jadi, yang menjulurkan celana dengan sombong ataupun tidak, tetap
mendapatkan hukuman. Wallahu a’lam bish showab.
Catatan: Perlu kami tambahkan bahwa para ulama yang menyatakan makruh
seperti An Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah menyatakan bahwa hukum isbal
adalah boleh kalau tidak dengan sombong. Mohon, jangan disalahpahami maksud
ulama yang mengatakan demikian. Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya
menyatakan makruh dan bukan menyatakan boleh berisbal. Ini yang banyak salah
dipahami oleh sebagian orang yang mengikuti pendapat mereka. Maka hendaklah
perkara makruh itu dijauhi, jika memang kita masih memilih pendapat yang lemah
tersebut. Janganlah terus-menerus dalam melakukan yang makruh. Semoga Allah memberi taufik
kepada kita semua.
Sedikit Kerancuan, Abu Bakar Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah
Mata Kaki
Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakar di mana Abu Bakar dahulu pernah menjulurkan
celana hingga di bawah mata kaki?
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah mendapat
pertanyaan semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut:
Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, maka
kami katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua
sisi.
Pertama, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengatakan: ”Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika aku
menjaga dengan seksama. ”Maka ini bukan berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena
kemauan dia. Namun sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga. Orang-orang
yang isbal (menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki) biasa menganggap
bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan
kepada orang semacam ini: Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga
berada di bawah mata kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot
tersebut akan disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut
dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih
daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat,
tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan
yang pedih.
Kedua, Sesungguhnya Abu Bakar sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakar tidaklah melakukannya
karena sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas
(dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong) sudah mendapatkan
tazkiyah dan syahadah (rekomendasi)? Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk
sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan
mereka) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk membenarkan apa yang
mereka lakukan. Allah-lah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada
siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk
dan ampunan. (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul Aqidah, hal.
547-548).
Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam
Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang menta'ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta'ati
Allah.” (QS. An Nisa’ [4] : 80)
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur [24] : 63)
“Dan jika kamu ta'at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak
lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An Nur [24] : 54)
Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah
radhiyallahu ‘anhu seolah-olah inilah nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat
radhiyallahu ‘anhum,
“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan
petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi
geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At
Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan
hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu
mengatakan:
”Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya
sedikit saja, aku akan menyimpang.” (Lihat Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud,
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih)
Sahabat Sangat Perhatian dengan Masalah Celana
Sebagai penutup dari pembahasan ini, kami akan membawakan sebuah kisah
yang menceritakan sangat perhatiannya salaf (shahabat) dengan masalah celana di
atas mata kaki, sampai-sampai di ujung kematian masih memperingatkan hal ini.
Dalam shohih Bukhari dan shohih Ibnu Hibban, dikisahkan mengenai kematian
Umar bin Al Khaththab setelah dibunuh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang
mendatanginya di saat menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang
pemuda. Setelah Umar ngobrol sebentar dengannya, ketika dia beranjak pergi,
terlihat pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata:
“Panggil pemuda tadi” Lalu Umar berkata:
“Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya itu akan
lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa kepada Rabbmu.”
Jadi, masalah isbal (celana menyeret tanah) adalah perkara yang amat
penting. Jika ada yang mengatakan ‘kok masalah celana saja dipermasalahkan?’
Maka cukup kisah ini sebagai jawabannya. Kita menekankan masalah ini karena
salaf (shahabat) juga menekankannya. -Semoga kita dimudahkan dalam melaksanakan
ketaatan kepada Allah-
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu
memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita
diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu
‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Di kutib dari artikel
Akhi Muhammad Abduh
Tuasikal
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih