Orang
sulawesi mengatakan tabe', orang
jawa bilang kulo nuwun, sedangkan
orang sunda menyebutnya punten,
dll.
Inilah
salah satu dari beberapa kebiasaan yang diajarkan oleh orang tua kita dahulu, turun temurun sampai hari ini.
Yakni mengucapkan "permisi"
apabila lewat didepan orang yang lebih tua dari kita.
Namun, pernahkah terfikirkan, sebenarnya bagaimana hukum mengucapkan atau melakukan kebiasaan tersebut dalam
timbangan syari'at? Yuk kita kaji,..
Pertama, memuliakan orang tua adalah wajib bagi
setiap anak, banyak sekali dalil-dalil tentang hal ini diantaranya sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Keridhaan
Allah adalah keridhaan orangtua dan kemurkaan Allah adalah kemurkaan orangtua.”
(riwayat Tirmidzi).
Begitu
juga dengan menghargai orang yang lebih tua, dalilnya:
"Bukan termasuk golonganku orang
yang tidak menyayangi orang muda diantara kami dan tidak menghormati orang yang
tua" (Riwayat Tirmidzi).
Dan salah satu bentuk pemuliaan terhadap
orang tua (baik kandung maupun bukan) adalah dengan seperti contoh diatas yakni
mengucapkan permisi apabila hendak melaluinya.
Kedua, persoalan "permisi" adalah
terkait dengan muamalah, artinya
tidak dinilai sebagai ibadah secara langsung maka kita perlu mengembalikan kehukum
asalnya yakni mubah (boleh), selama
tidak ada dalil yang melarangnya.
Namun tentunya praktek
"permisi" tersebut perlu kita rinci lebih dalam lagi agar kita mendapat hukum yang jelas maka saya akan membaginya menjadi dua
sejauh pengetahuan dan pengamatan saya:
1. Orang yang sekedar mengucapkan salam dan
permisi ketika melintas didepan seseorang yang dihormatinya.
2.
Orang
yang mengucapkan salam, permisi, sambil menundukan atau membungkukkan badan (sebagai bentuk penghormatan)
tatkala melintas didepan seseorang.
Golongan pertama yakni mengucapkan
salam,
permisi, senyum tentunya boleh karena tidak ada
dalil baik secara khusus maupun umum yang mengharamkannya.
Bagaimana dengan golongan kedua? Yakni
golongan yang "permisi" sambil menunduk-nunduk atau membungkukkan badan?
Mari kita simak hadits berikut ini:
Diriwayatkan dari Anas Bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata:
“Seorang lelaki bertanya kepada
Rasulullah, “Wahai Rasulullah, adakah kami boleh saling menundukkan (atau membungkukkan) badan apabila salah seorang dari
kami bertemu dengan saudaranya atau sahabatnya?” Rasulullah menjawab: “Tidak.” Lelaki tersebut bertanya lagi,
“Adakah boleh mendakapnya (memeluknya) dan menciumnya?” Rasulullah menjawab: “Tidak.” Lelaki itu bertanya lagi,
“Adakah boleh mengambil tangannya dan bersalaman dengannya?” Rasulullah
menjawab:
“Ya.”.” (riwayat Tirmidzi).
·
Hadits
semakna diatas juga banyak diriwayatkan melalui jalur-jalur periwayatan yang lain
Imam al-Qurthubi mengatakan:
“Tidak boleh bersalaman (atau menghulur
tangan) di iringi dengan membungkukkan badan dan mencium tangan. Membungkukkan badan dalam maksud atau tujuan
kerendahan hati hanya boleh ditujukan kepada Allah (Subhanahu wa Ta’ala).
Adapun mencium tangan, itu adalah perbuatan orang-orang ajam (selain ‘Arab)
yang dilakukan dengan maksud memuliakan orang-orang tuanya.” (Tafsir
al-Qurthubi, 9/266).
Dari nash sunnah diatas maka jelaslah
bahwa menundukkan atau membungkukkan badan didepan manusia adalah
terlarang dan haram dilakukan oleh kaum muslimin dikarenakan dua hal:
1. Tasyabbuh terhadap orang kafir yakni
dimana kita ketahui bahwa kebiasaan mereka adalah saling menundukkan badan atau mengangkat topi dan semisalnya dalam
rangka saling menghormati.
2.
Menundukkan atau membungkukkan badan didepan makhluk juga
menyerupai syariat ruku' yang
dimana sifat menghinakan atau menghambakan
diri hanya patut dipersembahkan kepada Allah azza wajalla semata.
Kesimpulannya kita lebih pilih dikatakan
tidak "beradat" atau tidak "beragama"???
Wallahu a'lam
Inspirasi dari kajian Al
ustadz muhammad afifuddin dengan judul yang sama "antara adat dansyari'at"
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih