Pribadi
yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di
suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berikrar dan bersumpah setia saat
itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak
pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat Khalid bin Walid pernah
menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:
“Aku menginginkan seorang teman
seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah, kuceritakan kepadanya apa
maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini
hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash.
Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah,
sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan
Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah.
Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq. . .”
Rasulullah bersabda: “Sungguh aku telah
mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat, dan aku berharap, akal sehat itu
hanya akan menuntun anda kejalan yang baik." Oleh karena itulah, aku
berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Memohon pada Beliau: “Mohon
Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang
menghalangi jalan Allah. . .”
Dalam perang Muktah, ada tiga orang
Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan
Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di
Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi
mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
“Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya sampai
ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur
bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin
Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur
sebagai Syahid. Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang
Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah Panglima yang ketiga gugur
menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang
tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya
tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau
balau, dan semangat pasukan tetap tinggi.
Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia
melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya: “Peganglah
panji ini, wahai Abu Sulaiman. . .!”
Khalid merasa dirinya sebagai seorang
yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat
orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam dari padanya.
Sopan, rendah hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab,
“Tidak,.. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling
berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar,..!”
Tsabit menjawab: “Ambillah, sebab engkau
lebih tahu siasat perang dari padaku, dan demi Allah aku tidak akan
mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia berseru kepada
semua pasukan muslim: "Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?”
mereka menjawab: “Setuju!”
Dengan gesit panglima baru ini melompati
kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan
tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan
sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah,
kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah
ditentukan oleh Allah baginya.
Saat perang Muktah inilah korban di
pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran
darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus
maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.
Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak
ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan.
Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah
bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah
jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu
dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat
Pada saat yang genting itu, tampillah
Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas
itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan
diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok
besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas
sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa keajaiban,
dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil
membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan
Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah
Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid: “Sang Pedang Allah
yang Senantiasa Terhunus”.
Sepeninggal Rasulullah wafat, Abu Bakar
memikul tanggung jawab sebagai Khalifah. Dia menghadapi tantangan yang sangat
besar dan berbahaya, yaitu gelombang kemurtadan yang hendak menghancurkan agama
yang baru berkembang ini. Berita-berita tentang pembangkangan kaum-kaum dan
suku-suku Di Jazirah Arab ini, dari waktu ke waktu semakin membahayakan. Dalam
keadaan genting seperti ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan
Islam. Tetapi para sahabat utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini.
Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah agar tetap tinggal di Madinah.
Sayyidina Ali terpaksa menghadang Abu
Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang di tungganginya untuk mencegah
keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan perang, sembari berkata:
“Hendak kemana Engkau wahai Khalifah Rasulullah, akan kukatakan kepadamu apa
yang pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud: “Simpanlah pedangmu wahai Abu
Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu!”
Di hadapan desakan dan suara bulat kaum
muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk tetap tinggal di kota Madinah. Maka
setelah itu, di bagilah tentara Islam menjadi sebelas kesatuan, dengan beban
tugas tertentu. Sedang sebagai kepala dari keseluruhan pasukan tersebut,
diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah menyerahkan bendera kepada
masing-masing komandannya, Khalifah mengarahkan pandangan kepada Khalid bin
Walid, sambil berkata:
"Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa
sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah
pedang diantara pedang Allah yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan
munafik. . .!”
Khalid pun segera melaksanakan tugasnya
dengan berpindah-pindah dari suatu tempat medan tempur ke pertempuran yang
lain, dari suatu kemenangan ke kemenangan berikutnya.
Datanglah perintah dari Khalifah Abu
Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini, agar berangkat menuju Yamamah
untuk memerangi Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung
dengan mereka yang terdiri dari gabungan aneka ragam tentara murtad yang paling
berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh Musalimah al-Kadzdzab.
Khalid bersama pasukannya mengambil
posisi di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, dan menyerahkan bendera perang
kepada komandan-komandan pasukannya, sementara Musailamah menghadapinya dengan
segala kecongkakan dan kedurhakaan bersama dengan pasukan tentaranya yang
sangat banyak, seakan-akan tak akan habis-habisnya.
Di tengah pertempuran yang berkecamuk
amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan musuh, ia lalu memacu kudanya ke
suatu tempat tinggi yang terdekat, lalu ia melayangkan pandangannya ke seluruh
medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi ketajaman dan naluri perangnya,
dengan cepat ia dapat mengetahui dan menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.
Ia dapat merasakan, ada rasa tanggung
jawab yang mulai melemah di kalangan parajuritnya di tengah serbuan-serbuan
mendadak pasukan Musailamah. Maka diputuskanlah secepat kilat untuk memperkuat
semangat tempur dan tanggung jawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya
komandan-komandan teras dan sayap, ditertibkannya posisi masing-masing di medan
tempur, kemudian ia berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan:
“Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing,..
akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!”
Orang-orang Muhajirin maju dengan
panji-panji perang mereka, dan orang-orang Anshor pun maju dengan panji-panji
perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri.
Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas membakar, yang dipenuhi
dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid. Sedangkan Khalid terus
menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil memberikan komando kepada para komandan
lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah pertempuran, prajurit-prajurit
pimpinan Musailamah mulai berguguran, laksana nyamuk yang meggelepar
berjatuhan.
Khalid bin Walid berhasil menyalakan
semangat keberaniannya seperti sengatan aliran listrik kepada setiap
parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari sekian banyak
keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya, bergelimpangan
memenuhi seluruh area medan pertempuran, dan terkuburlah selama-lamanya bendera
yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.
Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar
memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat menuju Irak, maka berangkatlah
sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi meliternya di Irak dengan mengirim
surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia) dan Gubernur-Gubernurnya di
semua wilayah Irak.
“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Persi.
Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji
kepunyaan Allah yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan
merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu daya kalian. Siapa yang shalat
seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang muslim. Ia
akan mendaptkan hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewjiban seperti
kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian surat ini, maka hendaklah
kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah dariku perlindungan jika tidak,
maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian satu
kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup. . .!”
Para mata-mata yang disebarkannya ke
seluruh penjuru Persia datang menyampaikan berita tentang keberangkatan pasukan
bala tentara yang sangat besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia
di Irak.
Khalid tidak membuang-buang waktu,
dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Persia
tersebut. Dalam perjalanan menuju Persia ini ia berhasil memperoleh
kemenangan-kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di susul Najaf, lalu
Al-Hirah, Al-Ambar, sampai Khadimiah. Di setiap tempat yang berhasil ia
taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, karena di bawah bendera Islam,
mereka orang-orang yang lemah yang tertindas penjajah Persia, dapat berlindung
dengan aman.
Rakyat yang terjajah dan lemah selama
ini banyak mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Persia. Khalid
selalu berpesan dengan peringatan keras, kepada seluruh pasukannya setiap kali
akan berangkat ke medan tempur:
“Jangan kalian sakiti para petani,
biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila ada yang hendak menyerang
kalian, perangilah orang-orang yang memerangi kalian.”
Kemenangan yang diraih oleh orang-orang
Islam di Irak dari orang Persia menimbulkan harapan diperolehnya kemenangan
yang sama pada orang Romawi di Syria. Khalifah Abu Bakar mengerahkan sejumlah
pasukan dan menunjuk bebrapa orang pilihan sebagai Panglimanya, seperti Abu
Ubaidah bin Jarrah, Amr bin Ash dan Yazid bin Abu Sufyan serta Muawiyah bin Abu
Sufyan.
Pada saat balatentara Islam ini mulai
bergerak, berita ini sampai kepada Kaisar Romawi. Ia menyarankan para menteri
dan Jenderal-jenderalnya supaya berdamai saja dengan orang-orang Islam, dan
berperang melawan mereka karena itu hanya akan menimbulkan kerugian saja.
Tetapi para menteri dan Jenderal-Jenderalnya tetap bersikeras hendak meneruskan
perang sambil sesumbar: “Demi Tuhan, akan kita layani Abu Bakar itu, sampai ia
tidak mampu mendatangkan pasukan berkudanya ke negeri kita ini.”
Mereka menyiapkan tidak kurang dari 240.000 tentara untuk peperangan
ini. Para mata-mata pasukan tentara Islam mengirimkan gambaran tentang situasi
gawat ini kepada Khalifah. Mengetahui hal itu Abu Bakar berkata:
“Demi Allah, semua kekhawatiran dan
keragu-raguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid.”
Penyembuh kekhawatiran ini, berupa
perintah berangkat ke negeri Syam kepada Khalid untuk memimpin seluruh pasukan
Islam yang sudah mendahului berada di sana. Dengan sigap Khalid bin Walid
melaksanakan perintah Khalifah, dan menyerahkan pimpinan pasukan di Irak kepada
Mutsanna bin Haritsah, setelah semua urusannya di Irak selesai, ia segera
berangkat menuju Syam.
Di medan perang, sebelum pertempuran di
mulai, ia berdiri di tengah-tengah pasukannya sambil berpidato: “Hari ini
adalah hari-hari Allah, tak pantas kita di sini berbangga-bangga dan berbuat durhaka.
Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan Ridho Allah dengan perangmu! Mari kita
bergantian memegang pimpinan, yaitu secara bergiliran. Hari ini salah seorang
memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi, sehingga seluruhnya
mendapat kesempatan memimpin!”
Balatentara Romawi, jika dilihat dari
besarnya jumlah tentara dan perlengkapan persenjataan yang mereka miliki,
merupakan sesuatu yang sangat mendebarkan bagi siapa saja yang melihatnya. Tak
diragukan lagi, bahwa pasukan Islam sebelum kedatangan Khalid bin Walid merasa
gentar dan cemas serta gelisah dalam jiwa mereka. Hanya karena iman merekalah
yang membuat hati mereka mantap.
Bagaimanapun hebatnya orang-orang Romawi
dan balatentaranya, tapi Abu Bakar telah berkata: “Khalid yang akan menyelesaikannya,
Demi Allah, segala kekhawatiran mereka akan kulenyapkan dengan seorang Khalid!
Biarkan orang-orang Romawi dengan segala kehebatannya itu datang! Bukankah bagi
kaum muslimin ada tukang pukulnya?”
Khalid bin Walid membrifing
komandan-komandan tentaranya, dengan mempersiapkan dan membagi-bagi pada
beberapa kesatuan besar. Diaturnya langkah-langkah taktik dan strategi untuk
menyerang dan bertahan, untuk menandingi taktik-taktik tentara Romawi, seperti
yang telah dialaminya dari kawan-kawannya orang Persia di Irak, dengan
melukiskan setiap kemungkinan dari peperangan ini.
Sebelum terjun ke kancah peperangan, ada
satu hal yang sedikit menganggu pikirannya, yaitu kemungkinan sebagian anggota
pasukannya yang melarikan diri, terutama mereka yang baru saja masuk Islam,
setalah mereka melihat kehebatan dan keseraman tentara Romawi.
Salah satu rahasia kemenangan-kemenangan
istimewa yang diraih Khalid dalam setiap pertempuran, ialah “Tsabat” artinya
tetap tabah dan disiplin. Ia melihat, bahwa larinya dua tiga orang prajurit,
akan menyebarkan kepanikan dan kekacauan pada seluruh kesatuan yang akan
berakibat fatal, dan ini merupakan bencana. Oleh sebab itu, tindakannya sangat
tegas dan keras sekali terhadap mereka yang membuang senjata dan melarikan diri
dari medan pertempuran. Maka dalam peperangan Yarmuk ini, setelah seluruh
pasukannya mangambil posisi, dipanggilnya perempuan-perempuan Muslimah untuk
memanggul senjata. Mereka diperintahkan untuk mengambil posisi dibelakang
barisan pasukan muslimin di setiap penjuru. Khalid berpesan kepada mereka:
“Siapa saja yang melarikan diri dari medan pertempuran ini, bunuh saja mereka!”
Sebelum pertempuran dahsyat itu
berlangsung, Panglima tentara Romawi meminta Khalid Tampil ke depan, karena
ingin berbicara dengannya. Khalid tampil ke depan sehingga mereka berdua saling
berhadapan di atas punggung kuda masing-masing, di suatu tempat tanah lapang
diantara kedua pasukan.
Panglima pasukan tentara Romawi yang
bernama Mahan itu berkata kepada Khalid:
“Kami tahu, bahwa yang mendorong kalian
keluar dari negeri kalian tidak lain hanyalah karena kelaparan dan kesulitan,
jika kalian setuju, saya beri dari masing-masing kalian ini 10 dinar lengkap
dengan pakaian dan makanan, asalkan kalian pulang kembali ke negeri kalian. Dan
di tahun yang akan datang saya akan kirimkan sebanyak itu pula!
Mendengar itu, bukan main marahnya
Khalid, tapi tetap ditahan, sambil menggetakkan giginya, ia menganggap suatu
penghinaan dan kekurang ajaran dari panglima Romawi itu. Lalu di jawabnya
dengan berucap:
“Bahwa yang mendorong kami keluar dari
negeri kami, bukan karena lapar seperti yang anda kira, tapi kami adalah suatu
bangsa yang biasa minum darah. Dan kami sangat paham, bahwa tak darah yang
lebih manis dan lebih enak dari darah orang-orang Romawi, karena itulah kami
datang!”
Panglima Khalid bin Walid menggeretakkan
kekang kudanya, sambil kembali ke barisan pasukannya, diangkatnya bendera
tingi-tinggi sebagai tanda dimulainya pertempuran. “Allahu Akbar,.. berhembuslah
angin surga,” teriaknya. Di tengah-tengah
pertempuran sengit itu berlangsung, ada salah seorang dari tentara muslim yang
mendekati Abu Ubaidan bin Jarrah, sambil berkata: “Aku sudah bertekad untuk
mati syahid, apakah anda mempunyai pesan penting yang bisa kusampaikan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika aku menemuinya nanti?” Abu
Ubaidah menjawab: “Ada, sampaikan kepada beliau, Ya Rasululullah, sesungguhnya
kami telah menemukan bahwa apa yang telah di janjikan Allah, memang benar!”
Setelah itu, lelaki itu pergi menyeru ke
tengah-tengah medan pertempuran dengan menyerang bagai anak panah yang lepas
dari busurnya. Ia menyerbu ke tengah-tengah pertempuran dahsyat, merindukan
tempat peraduan, sampai akhirnya ia mati syahid. Dia adalah Ikrimah
Abu jahal, anak Abu Jahal. Ia berseru kepada barisan tentara
orang-orang Islam, pada saat tekanan tentara Romawi semakin berat, dengan suara
lantang, dia berkata: “Sungguh aku telah lama memerangi Rasulullah di masa
lalu, sebelum aku mendapat hidayah dari Allah, masuk Islam. Apakah pantas aku
lari hari ini, dari musuh-musuh Allah ini?” sambil berteriak ia berseru kepada
pasukan Muslim: “Siapa yang bersedia dan berjanji untuk mati?”
Sekelompok pasukan muslimin berjanji
kepada Ikrimah untuk berjuang sampai mati, kemudian mereka sama-sama menyerbu
ke jantung pertahanan musuh, mereka hanya mencari kemenangan, tetapi jika
kemenangan itu harus ditebus dengan jiwa raganya, mereka sudah siap untuk mati
syahid. Allah menerima pengorbanan dan bai’at mereka, mereka semuanya mati
syahid.
Di tengah pertempuran sengit itu, Khalid
bin Walid mengerahkan 100 orang
tentaranya, tidak lebih. Mereka diperintahkan untuk bersamanya menyerbu sayap
kiri pasukan tentara Romawi yang jumlahnya tidak kurang dari 40.000 orang tentara. Khalid
berpesan kepada mereka: “Demi Allah, yang diriku di tangan-Nya, tak ada lagi
kesabaran dan ketabahan yang tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali apa yang
kami lihat! Sungguh, aku berharap Allah memberikan kesempatan kepada kalian
untuk menebas batang-batang keher mereka!”
Kehebatan Khalid bin Walid ini sangat
mengagumkan para panglima dan komandan tentara Romawi. Hal ini mendorong salah
seorang dari mereka, bernama Georgius, mengundang Khalid pada saat-saat
peperangan berhenti beristirahat, untuk bercakap-cakap. Panglima Romawi itu berkata
kepada Khalid:
“Tuan Khalid, jujurlah anda kepadaku,
jangan berbohong, sebab orang merdeka itu tak pernah bohong! Apakah Tuhan telah
menurunkan sebilah pedang kepada Nabi anda dari langit, lalu pedang itu
diberikannya kepada anda, hingga setiap anda hunuskan terhadap siapapun, pedang
tersebut pasti membinasakannya?” jawab Khalid: “Oh, tidak.”
Orang itu bertanya lagi: “Mengapa anda dinamakan Si Pedang Allah?” Jawab Khalid: “Sesungguhnya Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami, sebagian kami ada yang membenarkannya, dan sebagian lagi ada yang mendustakannya sehingga Allah menjadikan hati kami menerima Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui Rasul-Nya, lalu kami berjanji setia kepadanya, Rasulullah mendoakanku dan berkata kepadaku, 'Engkau adalah pedang Allah diantara sekian banyak pedang-pedang-Nya.' Demikianlah, maka aku diberi julukan pedang Allah”.
Orang itu bertanya lagi: “Mengapa anda dinamakan Si Pedang Allah?” Jawab Khalid: “Sesungguhnya Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami, sebagian kami ada yang membenarkannya, dan sebagian lagi ada yang mendustakannya sehingga Allah menjadikan hati kami menerima Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui Rasul-Nya, lalu kami berjanji setia kepadanya, Rasulullah mendoakanku dan berkata kepadaku, 'Engkau adalah pedang Allah diantara sekian banyak pedang-pedang-Nya.' Demikianlah, maka aku diberi julukan pedang Allah”.
Dialog selanjutnya terjadi antara
panglima itu dengan Khalid:
Kepada siapa anda sekalian diserunya?
Men-tauhid-kan
Allah dan kepada
Islam
Apakah orang-orang yang masuk Islam
sekarang akan mendapatkan pahala seperti anda juga?
Memang, bahkan lebih. . .
Bagaimana dapat terjadi, padahal anda
telah lebih dahulu memasukinya?
Karena sesungguhnya kami telah hidup
bersama Rasulullah dan kami telah melihat tanda-tanda Kerasulan dan
mukjizatnya, dan wajar bagi setiap orang yang telah melihat seperti yang kami
lihat, dan mendengar seperti yang kami dengar, akan masuk Islam dengan mudah.
Adapun anda, wahai orang-orang yang belum pernah melihat dan mendengarnya, lalu
anda beriman kepada yang gaib, maka pahala anda lebih berlipat ganda dan besar,
bila anda membenarkan Allah dengan hati ikhlas serta niat yang suci.
Panglima Romawi itu kemudian berseru
sambil memajukan kudanya ke dekat Khalid dan berdiri disampingnya: “Ajarkanlah
kepadaku Islam itu, wahai Khalid. . .! Maka setelah itu masuk islamlah si
panglima itu, dan salat dua rakaat, satu-satunya salat yang sempat dilakukan,
karena setelah peristiwa itu kedua pasukan mulai bertempur lagi. Panglima
Romawi, Georgius, yang sekarang bertempur di pihak kaum muslimin itu, dengan
matian-matian menuntut syahid, sampai ia mencapainya dan ia mendapatkannya.
Kehidupan Khalid bin Walid adalah perang
sejak lahir sampai matinya. Lingkungan, Pendidikan, pertumbuhan dan seluruh hidupnya,
sebelum dan sesudah Islam, seluruhnya merupakan arena bagi seorang pahlawan
Berkuda yang sangat lihai dan ditakuti
Pedangnya adalah alat yang sangat ampuh
sebagai penebus masa lalunya. Pedang yang berada dalam genggaman seorang
panglima berkuda seperti Khalid, dan tangan yang menggenggam pedang itu
digerakkan oleh hati yang bergelora serta di dorong oleh pembelaan yang mutlak
terhadap agama yang suci, sungguh amat sulit bagi pedang ini untuk melepaskan
diri sama sekali dari pembawaannya yang keras dan dahsyat, dan ketajamannya
yang memutus.
Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata:
“Tak ada seorang wanita pun yang akan sanggup melahirkan lagi laki-laki seperti
Khalid.” Ia adalah pribadi yang sering dilukiskan oleh para sahabat-sahabat
maupun musuh-musuhnya, dengan: “Orang yang tidak pernah tidur, dan tidak
membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat ia pernah berkata: “Tak ada
yang dapat menandingi kegembiraanku, bahkan lebih pada saat malam pengantin,
atau di saat dikaruniai Bayi, yaitu suatu malam yang sangat genting, dimana aku
dengan ekspedisi tentara bersama orang-orang Muhajirin menggempur kaum
musyrikin di waktu subuh.”
Ada sesuatu yang selalu merisaukan
pikirannya sewaktu masih hidup, yaitu kalau-kalau ia mati di atas tempat tidur,
padahal ia telah menghabiskan seluruh usianya di atas punggung kuda perang dan
dibawah kilat pedangnya.
Ketika itu ia berkata: “Aku telah ikut
serta berperang dalam pertempuran di mana-mana, seluruh tubuhku penuh dengan
tebasan pedang, tusukan tombak serta tancapan anak panah, kemudian inilah aku,
tidak seperti yang aku inginkan, mati di atas tempat tidur, laksana matinya
seekor unta.”
Sebelum menghembuskan nafasnya yang
terakhir, ia berwasiat kepada Khalifah Umar, agar Khalifah mewakafkan harta
kekayaan yang ia tinggalkan, yang berupa Kuda dan Pedangnya. Selebihnya tidak
ada lagi barang berharga yang dapat dimiliki oleh orang.
Seumur hidupnya ia tak pernah
dipengaruhi oleh keinginan, kecuali menikmati kemenangan dan berjaya
mengalahkan musuh kebenaran.
Tak satupun kesenangan duniawi yang
dapat mempengaruhi keinginan nafsunya, kecuali hanya satu, yaitu barang yang
dengan sangat hati-hati sekali dan mati-matian ia menjaganya. Barang itu berupa
Kopiah. Pernah suatu ketika, kopiah itu jatuh dalam perang Yarmuk. Ia bersama
beberapa pasukannya dengan susah payah mencarinya. Ketika orang lain mencelanya
karena itu, ia berkata: “Di dalamnya terdapat beberapa helai rambut dari
ubun-ubun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Di saat jenazahnya di usung beberapa
sahabat keluar dari rumahnya, sang ibu memandangnya dengan kedua mata yang
bercahaya memperlihatkan kekerasan hati tapi disaput awan duka cita, lalu
melepaskannya dengan kata-kata:
"Jutaan orang tidak dapat melebihi keutamaanmu. . .
Mereka gagah perkasa tapi tunduk di
ujung pedangmu. . .
Engkau pemberani melebihi Singa Betina.
. .
Yang sedang mengamuk melindungi anaknya.
. .
Engkau lebih dahsyat dari air bah. . .
Yang terjun dari celah bukit curam ke
lembah. . .
Rahmat Allah bagi Abu Sulaiman,
Apa yang ada di sisi Allah lebih baik
daripada yang ada di dunia.
Ia hidup terpuji, dan berbahagia setelah
mati. . .
sungguh indah hidup menjadi syuhada
BalasHapusini dirujuk dari buku apa ya mas? tapi terimakasih aku ijin share ya
BalasHapussaya mengambil dari tulisan teman
Hapus