Umat islam telah sepakat, bahwa membuat hadis maudhu’
hukumnya haram secara mutlak, tidak ada perbedaan antara mereka. Menciptakan
hadis maudhu’ sama dengan mendustakan kepada Rasulullah, karena perkataan itu dari
pencipta sendiri atau dari perkataan orang lain kemudian diklaim bahwa
Rasulullah bersabda demikian, berarti ia berdusta atas nama Rasulullah. Orang
yang melakukan hal demikian diancam dengan api nereka, sebagaimana sabda
beliau:
“Barangsiapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka
ia hendaklah siap-siap tempat tinggalnya di dalam neraka.“
Jumhur Ulama Sunni telah sepakat bahwa bohong termasuk
berdosa besar, semua ahli hadis menolak khabar yang dibawa oleh para pendusta
Rasul, bahkan Abu Muhammad Al-Juwaini menyatakan bahwa ia KAFIR.
Hanya kelompok sesat yang memperbolehkan membuat hadis
maudhu’ seperti Al-Karramiyah, yaitu pengikut Muhammad bin Karram As-Sijistani
seorang tokoh anthropomorfisme (mujassimah) dalam teologi. Mereka membolehkan
membuat hadis maudhu’ dalam masalah ketaatan dalam ibadah dan mengancam orang
yang meninggalkan ibadah. Dalil mereka membolehkan membuat hadis maudhu’
seperti hadis diatas, hanya saja ada tambahan “untuk menyesatkan manusia”.
Namun menurut penelitian para ulama, ini termasuk tambahan dan tidak terdapat
dalam periwayatan para huffazh al-hadis, maka ini di sebut juga suatu
kebohongan. Lengkapnya hadis periwayatan mereka, yaitu:
“Barangsiapa yang mendustakanku dengan sengaja, untuk
menyesatkan manusia maka ia hendaklah siap-siap tempat tinggalnya di dalam
neraka.“
Berdasarkan ini di antara mereka mengatakan: “Kami bohong untuk kebaikan bukan untuk
kejelekan.” Alasan ini tentu sangat rendah dan hina, karena agama Allah itu
suci dan tidak perlu ada kebohongan.
Cara membuat hadis maudhu’ terkadang disusun sendiri
kemudian dipasang sanad dan diriwayatkannya atau dengan mengambil perkataan
sebagian ulama kemudian dipasang sanad
Sebagaimana haram membuat hadis maudhu’, para ulama
juga sepakat haram meriwayatkannya
tanpa menjelaskan ke-maudhu’-an atau kebohongannya baik dalam targhib,
tarhib, fadha’il a’mal, ahkam, kisah dll. Sebagaimana hadis Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang memberitakan dari padaku suatu hadis
yang diketahui bahwa ia bohong, maka ia tergolong salah seorang pembohong.“ (HR
Muslim)
Meriwayatkan hadis maudhu’ dengan menjelaskan
ke-maudhu’-annya di bolehkan, karena dengan memberi penjelasan seperti ini akan
dapat di bedakan dengan hadis yang benar dari Rasul dalam rangka menjaga
Sunnah.
Wallahu a’lam
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih