Jad adalah seorang pria keturunan Yahudi. Di pertengahan
hidupnya, ia memeluk agama Islam. Setelah bersyahadat, ia mengubah namanya
menjadi Jadullah Al-Qur'ani.
Jad pun memutuskan
hidupnya untuk berkhidmat dalam dakwah Islamiyah. Dia berdakwah ke
negara-negara Afrika dan berhasil mengislamkan jutaan orang.
Sejatinya, Ibunda
Jadullah adalah Yahudi fanatik, seorang dosen di salah satu lembaga tinggi.
Namun di tahun 2005, dua tahun setelah kematian Jadullah, ibunya memeluk agama
Islam.
Ibunda Jadullah
menuturkan, putranya menghabiskan usianya dengan berdakwah. Dia mengaku telah
melakukan beragam cara untuk mengembalikan putranya pada agama Yahudi. Namun,
selalu gagal.
''Mengapa seorang
Ibrahim yang tidak berpendidikan dapat mengislamkan putraku,'' ujar sang ibu
terheran-heran. Sedangkan dia yang berpendidikan tinggi tak mampu menarik hati
putranya sendiri kepada agama Yahudi.
> Kisah Jad dan Ibrahim
Lima puluh tahun lalu
di Prancis, Jad bertetangga dengan seorang pria Turki berusia 50 tahun. Pria
tersebut bernama Ibrahim. Ia memiliki toko makanan yang letaknya di dekat
apartemen tempat keluarga Jad tinggal. Saat itu usia Jad baru tujuh tahun.
Jad seringkali membeli
kebutuhan rumah tangga di toko Ibrahim. Setiap kali akan meninggalkan toko, Jad
selalu mengambil coklat di toko Ibrahim tanpa izin alias mencuri.
Pada suatu hari, Jad
lupa tak mengambil coklat seperti biasa. Tiba-tiba, Ibrahim memanggilnya dan
berkata bahwa Jad melupakan coklatnya. Tentu saja Jad sangat terkejut, karena
ternyata selama ini Ibrahim mengetahui coklatnya dicuri. Jad tak pernah
menyadari hal tersebut, dia pun kemudian meminta maaf dan takut Ibrahim akan
melaporkan kenakalannya pada orang tua Jad.
"Tak apa. Yang
penting kamu berjanji tidak akan mengambil apapun tanpa izin. Lalu, setiap kali
kamu keluar dari sini, ambillah cokelat, itu semua milikmu!" ujar Ibrahim.
Jad pun sangat gembira.
Waktu berlalu, tahun
berubah. Ibrahim yang seorang Muslim menjadi seorang teman bahkan seperti ayah
bagi Jad, si anak Yahudi. Sudah menjadi kebiasaan Jad, dia akan berkonsultasi
pada Ibrahim setiap kali menghadapi masalah.
Dan setiap kali Jad
selesai bercerita, Ibrahim selalu mengeluarkan sebuah buku dari laci lemari,
memberikannya pada Jad dan menyuruhnya membuka buku tersebut secara acak. Saat
Jad membukanya, Ibrahim kemudian membaca dua lembar dari buku tersebut kepada
Jad dan memberikan saran dan solusi untuk masalah Jad. Hal tersebut terus
terjadi.
Hingga berlalu 14
tahun, Jad telah menjadi seorang pemuda tampan berusia 24 tahun. Sementara
Ibrahim telah berusia 67 tahun.
Hari kematian Ibrahim
pun tiba. Namun sebelum meninggal, dia telah menyiapkan kotak berisi buku yang
selalu dia baca setiap kali Jad berkonsultasi. Ibrahim menitipkan buku itu kepada
anak-anaknya untuk diberikan kepada Jad sebagai sebuah hadiah.
Mendengar kematian
Ibrahim, Jad sangat berduka dan hatinya begitu terguncang. Karena selama ini,
Ibrahim satu-satunya teman sejati bagi Jad, yang selalu memberikan solusi atas
semua masalah yang dihadapinya.
Selama 17 tahun,
Ibrahim selalu mempelakukan Jad dengan baik. Dia tak pernah memanggil Jad
dengan "Hei Yahudi" atau "Hei kafir" bahkan Ibrahim pun tak
pernah mengajak Jad kepada agama Islam.
Hari berlalu, setiap
kali tertimpa masalah, dia selalu teringat Ibrahim. Jad pun kemudian mencoba
membuka halaman buku pemberian Ibrahim. Namun, buku tersebut berbahasa arab,
Jad tak bisa membacanya. Ia pun pergi menemui salah satu temannya yang
berkebangsaan Tunisia. Jad meminta temannya tersebut untuk membaca dua lembar
dari buku tersebut. Persis seperti apa yang biasa Ibrahim lakukan untuk Jad.
Teman Jad pun kemudian
membaca dan menjelaskan arti dua lembar dari buku yang dia baca kepada Jad.
Ternyata, apa yang dibaca sangat pas pada masalah yang tengah dihadapi Jad.
Temannya pun memberikan solusi untuk masalah Jad.
Rasa keingin tahuannya
terhadap buku itu pun tak bisa lagi dibendung. Ia pun menanyakan pada
kawannnya, "Buku apakah ini?" tanyanya. Temannya pun menjawab,
"Ini adalah Alquran, kitab suci umat Isam," ujarnya.
Jad tak percaya
sekaligus merasa kagum. Jad pun kembali bertanya, "Bagaimana cara menjadi
seorang Muslim?"
Temannya menjawab,
"Dengan mengucapkan syahadat dan mengikuti syariat." Kemudian, Jad
pun memeluk agama Islam.
Setelah menjadi Muslim,
Jad mengubah namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani. Nama tersebut diambil sebagai
ungkapan penghormatan kepada Al-Qur'an yang begitu istimewa dan mampu menjawab
semua permasalahan hidupnya selama ini.
Sejak itu, Jad
memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupya untuk menyebarkan ajaran yang ada
pada Alquran.
Suatu hari, Jadullah
membuka halaman Alquran pemberian Ibrahim dan menemukan sebuah lembaran.
Lembaran tersebut bergambar peta dunia, ditandatangani Ibrahim dan bertuliskan
ayat An-Nahl 125.
"Ajaklah ke jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik..." Jad pun kemudian yakin
bahwa lembaran tersebut merupakan keinginan Ibrahim untuk dilaksanakan oleh
Jad.
Jadullah pun
meninggalkan Eropa dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika. Salah satu negara
yang dikunjunginya yakni Kenya, di bagian selatan Sudan dimana mayoritas
penduduk negara tersebut beragama Kristen.
Jadullah berhasil
mengislamkan lebih dari enam juta orang dari suku Zolo. Jumlah ini hanya dari
satu suku tersebut, belum lagi suku lain yang berhasil dia Islamkan.
Subhanallah.
kisah yang mengharukan dan patut diteladani, begini seharusnya kita memperlihatkan islam pada teman2 yang beragama lain bukan dengan cara kekerasan :)
BalasHapussubhanalloh...
BalasHapus