Hadis Pertama, Al-Imam Abu Ya’laa Al-Maushiliy rahimahullah meriwayatkan
hadits berikut :
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Hammaad
Al-Kuufiy, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan bin Abu Yaziid
Al-Hamdaaniy, dari Ja’far bin Muhammad, dari Ayahnya, dari Kakeknya, dari ‘Aliy
-radhiyallaahu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Do’a adalah senjata orang mu’min, tiangnya agama dan cahaya langit dan
bumi.” [Musnad Abu Ya'laa no. 439]
Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim
(Al-Mustadrak 1/492), Al-Qudhaa’iy (Musnad
Asy-Syihaab no. 143), ‘Abdul Ghaniy
Al-Maqdisiy (At-Targhiib fiy Ad-Du’aa’ no. 10), Ibnu ‘Adiy (Al-Kaamil 7/372), semua dari jalan Al-Hasan
bin Hammaad, dari Muhammad bin Al-Hasan bin Abu Yaziid, dan seterusnya hingga
‘Aliy, secara marfuu’.
Al-Hakim rahimahullah berkata (dan disepakati Adz-Dzahabiy) :
“Hadits ini shahih. Muhammad bin Al-Hasan ini adalah (yang
berlaqab) At-Tall, dia orang yang shaduuq dari penduduk Kuufah.”
Perkataan Al-Hakim ini mengandung beberapa kekeliruan dan
perlu ditinjau ulang, Adz-Dzahabiy sendiri telah membantah keshahihan hadits
ini dalam Miizaan-nya 6/109 ditinjau dari beberapa sisi :
1. Inqitha’ (keterputusan) antara ‘Aliy
bin Al-Husain dengan kakeknya, yaitu ‘Aliy bin Abi Thaalib.
2. Muhammad bin Al-Hasan ini bukanlah
At-Tall. Yang bernama At-Tall adalah Muhammad bin Al-Hasan
bin Az-Zubair Al-Asadiy Al-Kuufiy, berlaqab At-Tall, perawi
Al-Bukhaariy, dan dikatakan oleh Al-Haafizh dalam At-Taqriib no. 5853 “shaduuq
fiihi layyin (padanya terdapat kelemahan)”.
3. Muhammad bin Al-Hasan yang dimaksud
dalam sanad hadits ini adalah Muhammad bin Al-Hasan
bin Abu Yaziid Al-Hamdaaniy, Abul Hasan Al-Ma’syaariy Al-Kuufiy.
Seorang yang matruuk. Ahmad berkata: “dia tidak ada nilainya sedikitpun”,
dalam riwayat lain Ahmad melemahkannya, Ibnu Ma’iin berkata: “bukan
orang yang tsiqah”, dalam riwayat lain ia mendustakannya, Abu Hatim
berkata: “laisa bil qawiy”, An-Nasaa’iy berkata: “matruuk”, Abu Daawud
dalam suatu riwayat melemahkannya, dan pada riwayat lain ia juga
mendustakannya, Adz-Dzahabiy berkata: “waahin jiddan”, Al-Haafizh berkata:
“dha’iif”.
[Tahdziibul Kamaal no. 5153; Taqriibut Tahdziib no. 5820; Siyaru A'laam
An-Nubalaa' 9/304]
4. Ja’far bin Muhammad (atau Ja’far
Ash-Shaadiq rahimahullah) bukanlah syaikh dari Muhammad bin Al-Hasan At-Tall,
melainkan syaikh dari Muhammad bin Al-Hasan bin Abu Yaziid.
5. Abul Hasan Al-Haitsamiy dalam Majma’
Az-Zawaa’id 10/150 berkata : “Didalamnya ada Muhammad bin Al-Hasan bin
Abu Yaziid, dan dia matruuk.”
Jadi, tidak ada yang shahih dari sanad ini, melainkan ia
sanad yang sangat lemah karena ‘illat yang telah disebutkan diatas. Bahkan
Syaikh Al-Albaniy menggolongkan hadits ini ke dalam Hadits Palsu sebagaimana
pemaparannya di Adh-Dha’iifah 1/328.
Hadis Kedua, ‘Aliy bin Abi Thaalib mempunyai syaahid dari Jaabir bin
‘Abdillaah, sebagaimana diriwayatkan pula oleh Al-Imam Abu Ya’laa :
Telah menceritakan kepada kami Abu Ar-Rabii’, telah
menceritakan kepada kami Sallaam -yakni Ibnu Sulaim, dari Muhammad bin Abu
Humaid, dari Muhammad bin Al-Munkadir, dari Jaabir bin ‘Abdillaah
-radhiyallaahu ‘anhuma-, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang menyelamatkan kalian dari
musuh kalian dan memperbanyak (pintu-pintu) rezeki kalian? Berdo’alah kepada
Allah pada malam dan siang hari kalian, karena sesungguhnya do’a adalah senjata
orang mu’min.” [Musnad Abu Ya'laa no. 1812]
Syihaabuddiin Abul ‘Abbaas Al-Bushiiriy berkata :
“Hadits ini dha’iif dengan kedha’ifan Muhammad bin Abu
Humaid.”
[Ittihaaf Al-Khairah 8/396]
Muhammad bin Abu Humaid, namanya adalah Muhammad bin Ibraahiim Al-Anshaariy, Abu Ibraahiim Az-Zarqiy Al-Madaniy,
Ahmad berkata: “hadits-haditsnya diingkari”, Ibnu Ma’iin berkata: “dha’iif,
tidak ada apa-apanya”, Al-Bukhaariy berkata: “munkarul hadiits”,
Al-Jauzajaaniy berkata: “waahiyul hadiits, dha’iif”,
An-Nasaa’iy berkata: “tidak tsiqah”, Al-Haafizh berkata: “dha’iif”.
[Tahdziibul Kamaal no. 5169; Taqriibut Tahdziib no. 5836]
Kesimpulan, Hadits Ini Dha’if Dengan Keseluruhan Jalannya.
Do’a adalah Senjata
Orang Mu’min
Tanpa kedua hadits diatas pun telah shahih bahwasanya do’a
adalah senjata ampuh yang dimiliki orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan
hari akhir, ia adalah sesuatu yang disyari’atkan Allah Ta’ala lewat firmanNya :
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku,
maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu.” [QS Al-Baqarah : 186]
Dan firmanNya :
Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [QS Ghafir : 60]
Secara khusus Allah Ta’ala menerangkan bahwasanya do’a
orang-orang mu’min yang dipanjatkan kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatu yang lain, dapat menyelamatkan mereka dari bencana, Allah Ta’ala
berfirman :
Katakanlah, “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari
bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepadaNya dengan berendah diri
dan dengan suara yang lembut (dengan mengatakan), “Sesungguhnya jika Dia
menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang
bersyukur.” [QS Al-An'aam : 63]
Kemudian do’a Nabi Muusaa ‘Alaihissalaam :
“Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim
itu.” [QS Al-Qashash : 21]
Lalu do’a Nabi Ayyuub ‘Alaihissalaam :
Dan (ingatlah kisah) Ayyuub, ketika ia menyeru Tuhannya, “(Ya
Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang
Maha Penyayang di antara semua penyayang.” Maka Kami pun memperkenankan
seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami
kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka,
sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua
yang menyembah Allah. [QS Al-Anbiyaa' : 83-84]
Dari dalil-dalil diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa do’a
adalah salah satu kunci-kunci kebaikan dan keselamatan yang dikaruniakan Allah
Ta’ala kepada seseorang serta diselamatkannya seorang hamba dari berbagai
kesulitan dan marabahaya. Maka senantiasalah kita lazimi berdo’a baik dalam
keadaan senang maupun susah, tidak hanya disaat susah saja. Allah Ta’ala menyukai
hambaNya yang banyak berdo’a.
Al-Imam At-Tirmidziy meriwayatkan dengan sanadnya hingga Abu
Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah (dengan
berdo’a), maka Allah marah kepadanya.” [Jaami' At-Tirmidziy no. 3373] – Hasan.
Hendaknya dalam berdo’a diiringi dengan kesabaran,
bersungguh-sungguh didalamnya, serta tidak tergesa-gesa dan terburu-buru ingin
dikabulkan. Asy-Syaikhain meriwayatkan dengan sanadnya masing-masing hingga Abu
Hurairah, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah salah seorang dari kalian berdoa : Ya Allah,
ampunilah aku jika Kau berkehendak, sayangilah aku jika Kau berkehendak,
berilah aku rizqi jika Kau berkehendak. Bersungguh-sungguhlah dalam meminta
karena sesungguhnya Dia berbuat sesuai dengan kehendakNya, dan tak ada sesuatu
pun yang bisa memaksa-Nya.” [Shahih Al-Bukhaariy
no. 7477, dan ini lafazhnya; Shahih Muslim no. 2680]
Dan tentunya semua tidak akan berhasil jika tidak diiringi
dengan berusaha serta berbuat amal shalih. Allah Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [QS Ar-Ra'd : 11]
FirmanNya Ta’ala :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [QS An-Nahl : 97]
Dan terakhir firmanNya :
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizqi dari arah yang tiada
disangka-sangkanya.” [QS Ath-Thalaaq : 2-3]
Semoga bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi kami. Wallaahul
muwaffiq.
Wallaahu a’lam.
*Takhrij hadits kami ambil dari takhrij Syaikh Al-Albaaniy
rahimahullah pada Silsilatu Adh-Dha’iifah, maktabah Al-Ma’aarif.
Sumber:
akhi Tommi Marsetio
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih