Materi ini saya tulis sebagai wawasan bagi saudara saudara sekalian untuk
mengetahui modus operasi dari aliran Islam Jama’ah dalam mencari pengikut, atau
sebagai peringatan bagi umat Muslim yang baru saja mengikuti aliran tersebut
(muallaf) agar segera meninggalkan firqoh tersebut. Semoga tulisan ini bisa
bermanfaat bagi umat Muslim agar tidak sampai terjerat dalam belenggu
penyimpangan aliran Islam Jamaah.
Dalam menggaet target atau muallaf, Islam Jama’ah mempunyai semboyan:
“Kebo Kebo maju, barongan barongan mundur” yang artinya kalau menghadapi
orang-orang awam dalam agama (kerbau), maka harus maju, dekati terus, pengaruhi
terus sampai dapat. Tetapi kalau menghadapi orang pandai, apalagi ulama yang
mempunyai dalil dan mampu mendebat atau membantah (barongan atau rumpun bambu
yang banyak durinya), maka pihak Islam Jamaah lebih baik mundur.
Istilah muallaf itu sendiri, diambil dari pemahaman dari orang islam
jama’ah bahwa umat muslim di luar golongannya dianggap kafir, sehingga ketika
mulai mengaji di Islam Jamaah, maka disebut muallaf.
Adapun modus operasinya secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Orang orang Islam Jama’ah yang
hendak mengajak beramar ma’ruf biasanya akan bersikap baik kepada calon
muallafnya. Hal ini dilakukan untuk menarik simpati dari muallafnya. (ini
adalah bagian dari taqiyyah Islam Jamaah)
2. Muallaf akan dijelaskan bahwa
sebagai orang Islam, landasan dalam beramal harus berdasarkan Qur’an dan Hadits.
3. Muallaf dikenalkan tentang
bid’ah, yaitu setiap amal ibadah yang tidak berdasarkan tuntunan dari Qur’an
Hadits akan dikategorikan bid’ah, dan amalan bid’ah akan tertolak.
4. Jika Muallaf menanyakan tentang
isu negative, muallaf akan diberi penjelasan bahwa isu-isu negatif yang beredar
di masyarakat umum adalah fitnah, dimana pembawa kebenaran pasti akan
mendapatkan cobaan dan rintangan. Dalam hal ini, mereka akan menganalogikan
bahwa cobaan dan rintangan yang mereka alami sama dengan cobaan dan rintangan
yang dialami Rosulullah Shallallahu’alayhiwasallam dalam mendakwahkan Islam,
dan mereka mengambil atsar tentang nasehat Waraqah Bin Naufal kepada Rosulullah
Shallallahu ’alayhiwasallam di awal masa kenabian.
Untuk membuktikannya, biasanya
orang Islam Jama'ah akan mengajak calon target atau muallaf untuk menghadiri
tempat kajian Islam Jamaah.
5. Muallaf diberi penjelasan bahwa
dalam belajar ilmu agama harus mempunyai guru agar dapat memahami agama
pemahaman yang benar. Syarat syarat dalam ilmu dan guru adalah, ilmunya harus
Qur’an Hadits, gurunya harus mempunyai sanad, sanadnya harus bersambung hingga
Rosulullah Shallallahu’alayhiwasallam. Jargon yang terkenal di kalangan mereka
adalah Mankul Musnad Muthasil (MMM). Dengan metode ini, menurut klaim mereka,
maka ilmu Qur’an Hadits yang dipelajari akan terjaga kemurniannya.
6. Muallaf juga diberi pemahaman,
bahwa jika dalam mencari ilmu agama dengan selain metode sebagaimana disebutkan
point no 5 di atas, maka ilmu agama yang dipelajarinya tidak sah, sehingga
berimbas kepada amalan ibadahnya yang juga tidak sah.
7. Merujuk pada point no 6, maka
muallaf diarahkan untuk tidak mengambil sumber ilmu agama dari selain Islam
Jama’ah, termasuk larangan untuk membaca buku buku karya tulis Ulama’
Salafussholih yang biasanya disebut di kalangan Islam Jama’ah sebagai kitab
karangan. Larangan membaca kitab karangan ini berlaku untuk semua kitab
karangan tanpa terkecuali. Sementara, kalangan Islam Jamaah sendiri tidak
menjelaskan apa definisi tentang kitab karangan secara detail.
8. Disampaikan pada muallaf bahwa,
dalam belajar agama di Islam Jamaah semuanya gratis, tidak dipungut biaya.
9. Muallaf kemudian akan diajari secara privat oleh
seorang guru yang biasa disebut muballigh dengan materi pertama berupa tuntunan
Shalat. Alasannya, karena amal ibadah pertama kali yang dihisab di akherat
adalah shalat. Buku materi yang digunakan sebagai bahan mengaji disebut kitab
himpunan, jika kitab tentang shalat, berarti kitab kitabussholah. Biasanya, di
halaman paling belakang, terdapat tulisan “TIDAK DIPERJUAL BELIKAN, KHUSUS
INTERN WARGA”
10.
Sistem mengaji di Islam
Jama’ah menggunakan system menerjemahkan Al Qur’an dan Al Hadits secara
perkata. Ketika sudah selesai satu hadits atau ayat, akan dijelaskan atau
diterangkan maksud ayat atau hadits tersebut. System ini akan membuat para
muallaf senang, karena mereka merasa dipermudah dalam mempelajari ayat Qur’an
dan Hadits yang menggunakan bahasa Arab.
11.
Jika sudah selesai dengan
dengan kitabussholah, materi selanjutnya adalah kitabul adab, yaitu kitab yang
berisi tentang tuntunan berakhlakul karimah.
12.
Jika kitabul adilah telah
selesai, materi yang disampaikan adalah kitabu shifatil jannah wan naar, yaitu
sebuah kitab yang berisi tentang sifat surga dan neraka.
13.
Jika sudah selesai dengan dengan kitabu
shifatil jannah wan naar, materi selanjutnya adalah kitabul adillah, yaitu
kitab yang berisi tentang kumpulan ayat Qur’an dan Hadits yang sesuai dengan
program kegiatan mereka yang disebut 5 Bab, yaitu:
a.
Mengaji Qur’an Hadits,
b.
Mengamalkan Qur’an Hadits,
c.
Membela Qur’an Hadits,
d.
Sambung Qur’an Hadits dan
e.
Ta’at Allah, Rosul dan Imam
secara Qur’an Hadits.
Namun tentu saja, Al Qur’an dan
Alhadits yang disampaikan sesuai dengan pemahaman pendirinya, yaitu H Nurhasan
Ubaidah.
14. Letak penyesatan terhadap para
muallaf bersumber pada kitab adilah ini. Dalam kitab ini, terjadi pemelintiran
pemahaman terhadap Al Qur’an dan Al Hadits agar sesuai dengan pemahaman mereka.
Dalam ajaran yang disampaikan
kepada muallaf, Islam Jamaah menyampaikan hadits Rasulullah
shallallahu‘alaihiwasallam tentang akan berpecah belahnya Islam menjadi 73
pecahan, 72 di neraka dan 1 golongan di surga.
Dari ’Auf bin Maalik ia berkata:
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam: ”Sesungguhnya umatku
akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, satu golongan masuk surga
dan tujuh puluh dua golongan masuk neraka”. Ditanyakan : ”Ya Rasulullah,
siapakah satu golongan itu ?”. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam
menjawab: ”Al-Jama’ah.”
Dalam menjelaskan pengertian
Al-Jama’ah, H. Nurhasan menggunakan Atsar (Ucapan Shahabat) Umar Bin Khattab
Rodhiyallohu’anhu yang berasal dari kitab Hadits Ad Darimi yang tercantum pada
Kitabul Adilah halaman 43 dengan HANYA menyantumkan bagian:
“Sesungguhnya tidak ada Islam
kecuali dengan Al-Jama’ah dan tidak ada Al-Jama’ah kecuali dengan imarah, dan
tidak ada imarah kecuali dengan ketaatan, barang siapa menjadikan amir pada
kaumnya dengan kefahaman agama maka itu adalah kehidupan baginya dan bagi
mereka dan barang siapa menjadikan amir pada kaumnya dengan selain kefahaman
agama maka itu adalah kehancuran bagi dia dan mereka”
Dalam menjelaskan maksud Atsar
ini, penekanan penjelasan difokuskan pada bagian atsar:
“Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan
jama’ah dan tidak ada jama’ah kecuali dengan imarah, dan tidak ada imarah
kecuali dengan ketaatan”
Dimana pada bagian "Tidak
ada Islam kecuali dengan jama’ah" dijelaskan dengan pengertian bahwa Islam
seseorang belum wujud, belum sah kecuali dengan berjama’ah
Pada bagian "jama’ah dan
tidak ada jama’ah kecuali dengan imarah" dijelaskan dengan pengertian
bahwa tidaklah dikatakan berjama’ah kecuali dengan keamiran.
Dengan menggunakan penjelasan
no 1 dan 2, H Nurhasan Ubaidah mengajarkan pengertian mendefinisikan Islam dan
Al-Jama’ah kepada pengikutnya sebagaimana berikut
“Islam yang jama’ah adalah Islam yang mempunyai keamiran”
Dan dari penjelasan diatas,
aqidah atau keyakinan khawarij juga mulai ditanamkan, yaitu
“Seorang muslim yang tidak
mempunyai keamiran maka Islamnya belum wujud, belum sah alias KAFIR”
Catatan: keamiran disini
adalah keamiran yang diimami oleh H Nurhasan dan penerusnya, karena H Nurhasan
telah menanamkan pemikiran pada pengikutnya, bahwa dia adalah satu satunya
pembawa ajaran Islam yang berdasarkan Qur’an Hadits yang benar.
Dalil lain yang dipelintir
adalah hadits dari Imam Bukhori yang pada kitab mereka terletak pada halaman 31,
"Barang siapa yang melihat
sesuatu yang dia benci dari amirnya, maka hendaklah dia bersabar, karena
sesungguhnya, barang siapa yang memisahi jamaah satu jengkal, maka dia mati,
kecuali matinya mati jahiliyyah"
Dimana pada bagian mati
jahiliyyah dipelintir dengan pemahaman mati sebagai orang kafir
Dan untuk menegaskan pentingnya
mempunyai keamiran atau keimaman, H Nurhasan masih mempunyai dalil andalan
yaitu:
“Tidaklah halal bagi tiga orang
yang sedang berada di permukaan bumi melainkan bila mereka mengangkat salah
satu dari mereka sebagai pemimpin.” (HR Ahmad)
Hadits di atas tercantum di
Kitabul Adilah halaman 42-43.
Dimana pada bagian "Tidaklah
halal" dijelaskan dengan pengertian bahwa tidak halal itu berarti haram,
jadi orang yang tidak mempunyai amir itu hidupnya tidak halal alias hidupnya
haram, nafasnya haram, ibadahnya haram, shalatnya haram, hajinya haram, yang
namanya barang haram tidak bisa masuk surga, tempatnya di neraka, yang di
neraka siapa lagi kalau bukan orang KAFIR.
Pada berbagai kesempatan
nasehat atau ceramah agama di kalangan Islam Jama’ah, istilah Al-Jama’ah juga
sering dianalogikan dengan shalat ber-Jama’ah, dimana yang namanya berjama’ah
itu harus ada imam dan ada makmum, jika ada banyak orang yang shalat bersama
sama didalam masjid, kalau tidak ada imamnya hukumnya tetap bukan shalat
berjama’ah, tapi itu namanya shalat bersama sama.
Dalam menjelaskan pengertian
keamiran, H. Nurhasan memlintir pengertian ulil amri yang terdapat pada surat
An-Nisaa’ ayat 59, yang pada kitabul adilah, terletak pada halaman 34.
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. “ (QS: Ani-Nisaa’:59)”
Dalam menjelaskan ayat ini,
pada bagian ulil amri di antara kamu, dijelaskan dengan penjelasan sebagaimana
berikut:
“Ulil amri di antara kamu artinya
kamu sekalian, jadi ulil amri itu harus dari kalangan kamu sekalian, sementara,
presiden itu dipilih oleh orang kafir seperti orang Kristen, orang Hindu, dan
orang Budha, jadi presiden itu ulil amri minhum, tidak cocok dengan ayatnya.
Karena ayatnya berbunyi minkum, bukan minhum.”
Dengan penjelasan yang
sedemikian rupa, maka penguasa Indonesia, dalam hal ini adalah presiden,
bukanlah ulil amri yang dimaksud pada surat An Nisaa’ ayat 59.
Sebagai penegasan, dari
pembahasan di atas, kesimpulan utama tentang definisi Islam yang Jama’ah yang
diajarkan H. Nurhasan Ubaidah kepada pengikutnya adalah:
·
Islam yang berbentuk Jama’ah
adalah Islam yang mempunyai keamiran.
·
Seorang muslim yang tidak
dibawah suatu keamiran jika mati sewaktu waktu, maka matinya mati jahiliyyah
yaitu mati KAFIR.
·
Seorang muslim yang tidak
dibawah suatu keamiran berarti keIslamannya belum wujud, belum sah.
·
Seorang muslim keIslamannya
tidak wujud atau belum sah maka hukumnya KAFIR.
Demikianlah ringkasan secara
garis besar tentang modus operasi aliran Islam Jamaah dalam menjerat mangsanya.
Yang perlu diwaspadai dari aliran Islam Jamaah ini, selain mengusung
aqidah takfir ala khawarij, aliran ini juga mempunyai aqidah Taqiyyah ala
Syiah. Dalam aliran Islam Jamaah, Taqiyyah dikemas dalam bentuk Ijtihad
Imamnya, yaitu Ijtihad Fathonnah Bithonnah Budi Luhur, atau disingkat FBBL
Istilah istilah yang populer di kalangan Islam Jamaah antara lain:
354, Jokam, Sambung, mbah man,
Jika saudara saudara pernah berdiskusi dengan mereka tentang Islam yang
benar, mereka akan menggiring untuk berdiskusi tentang jamaah, imamah dan
bai’at.
Dari Nugroho, Mantan Anggota Islam Jamaah
Terima kasih telah menjelaskan dengan cukup gamblang dengan segala perbedaannya, saya jadi lebih semangat untuk mempelajarinya.
BalasHapusDari paparan diatas, saya melihat, dalil yang di paparkan cukup jelas, sungguh disayangkan, saat ini imam anda adalah presiden yang mengharamkan anda untuk tidak taat dengan peraturan lalulintas, padahal anda sering naik angkot di tempat yang tidak semestinya naik angkot, dan itu menjadikan dosa bagi anda :D
Terima kasih telah menguatkan ke imanan saya akan pentingnya islam itu harus berjamaah.
Tidak Halal itu bukan haram, tapi makruh, dan Alloh tidak suka itu :D
salam
maaf ya mas setelah saya membaca artikel dari mas nugroho ini kok saya malah cenderung heran yaaa....
BalasHapuslhaa kalo emang ada dalil dari Al quran & Al hadis trus knapa mesti didebat...
kalo memang ayatnya berbunyi seperti itu yaa sudah...ga usah didebat cari salahnya...sebaliknya seharusnya kita yaa memang harus melaksanakan....gimana lagi...Allah dan Rosulnya sudah memerintahkan begitu kok....
saya korang awam nii tentang islam....
saya belum tau banyak masalah hukum hukum islam...
dari membaca uraian mas nugroho diatas kok saya malah cenderung tertarik saya isalm ldii itu yaaa....
selama ini saya belajar agama cuman disekolahan saja...dimasjid lingkungan saya ga ada pembahasan kitab Al quran dan Hadist..
lihat Hadist asli saja belom pernah niih.....
mungkin dari temen temen ada yang punya hadist assli tolong kasi info dong carinya dimana..?
saya pingin belajar dari kitabnya yng asli...bukan dari katanya-katanya....
terimakasih infonya...mungkin ada yang menambahkan...?
Assalamualaikum mas Anto memangnya kesibukannya sekarang apa?
BalasHapusApabila mas Anto tertarik untuk mempelajari lebih dalam bisa hubungi saya di: 081288339354. InshaaAllah nanti diperkenalkan dengan ustad yang dekat dengan tempat tinggal mas Anto.
Jazakallahu khairan :)