Sayyid Husain Al-Musawi bukanlah nama yang asing di
kalangan Syi'ah. Dia adalah ulama besar Syi'ah yang lahir di Karbala dan belajar di Hauzah hingga
mendapat gelaran mujtahid. Dia juga mempunyai kedudukan yang istimewa di sisi
Imam Syi'ah, Khomeini.
Kisah Sayyid Husain Al-Musawi
Setelah melalui pengembaraan spiritual
yang panjang, dia akhirnya keluar dari Syi'ah, karena menemukan begitu banyak
penyimpangan dan kesesatan. Tulisan ini ditulis dari bukunya, "Mengapa
Saya Keluar Dari Syi'ah". Pertanggung jawabannya pada Allah dan sejarah
sebelum akhirnya dia dibunuh.
Aku lahir di Karbala, tumbuh di
lingkungan orang-orang Syi'ah dan diasuh oleh bapaku, yang taat beragama. Aku
belajar dibeberapa sekolah yang ada di kota hingga menjangkau usia remaja.
Kemudian bapaku mengirimku ke sebuah Hauzah, semacam pesantren, di kota ilmu
Najaf. Ini merupakan induk kota ilmu, tempat para ulama yang terkenal, menimba
ilmu agama, seperti Imam Sayyid Muhammad Ali Husain Kasyif Al-Ghita. Dia adalah
tokoh di Kota Ilmu. Semenjak itu aku mulai serius memikirkan masalah ilmu. Aku
mempelajari mazhab Ahlul-Bait, tetapi di sisi lain aku mendapat celaan dan
serangan terhadap Ahlul-Bait.
Aku belajar tentang masalah-masalah
syari'at untuk beribadah kepada Allah tetapi di dalamnya terdapat nash-nash
yang menyatakan kekafiran terhadap Allah subhanallahu wa ta'ala. "Ya Allah, apakah yang aku
pelajari ini? Apakah mungkin ini semua merupakan madzhab Ahlul-Bait yang
benar?"
Sesungguhnya hal ini menyebabkan
terpecahnya keperibadian seseorang. Karena, bagaimana dia menyembah Allah
sementara di sisi lain dia kufur kepada Allah? Bagaimana dia mengikuti sunnah
Rasulullah sementara di sisi lain dia menyerangnya? Bagaimana dikatakan
mengikuti ahlul bait, mencintai dan mempelajari madzhab mereka, sementara dia
manghina dan mengejek mereka?
"Turunkan rahmat dan kasih sayang-Mu
Ya Allah. Jika bukan karena rahmat-Mu, niscaya aku termasuk orang yang sesat,
bahkan termasuk orang yang rugi".
Aku kembali bertanya kepada diriku: "Apa
sikap para tokoh, imam dan orang-orang yang dianggap sebagai ulama? Apakah
sikap mereka terhadap hal ini? Apa mereka melihat seperti yang aku lihat? Apakah
mereka mempelajari apa yang aku pelajari?"
Aku butuh seseorang untuk mengadukan
semua kebingunganku dan menumpahkan seluruh kesedihanku. Akhirnya aku mendapat petunjuk
dengan mendapatkan ide yang bagus, yaitu melakukan studi yang komprehensif dan
mengkaji lagi semua materi pelajaran yang pernah aku dapatkan. Aku membaca
semua yang aku dapatkan dari referensi, baik yang mu'tabar, maupun yang tidak.
Aku membaca setiap buku yang sampai ke
tanganku. Aku merenung untuk mengkaji beberapa alinea dan nash-nash tersebut
dan aku komentarkan berdasarkan pemikiran yang ada di dalam otakku.
Ketika selesai membaca referensi yang
mu'tabar, aku mendapatkan sejumlah kertas, lalu aku simpan, semoga pada suatu
hari nanti Allah menetapkan suatu keputusan bagiku.
Aku memohon kepada Allah dalam
menjelaskan kebenaran ini. Akan banyak tuduhan, fitnah, dan usaha pembunuhan
yang akan ditemui kalau seseorang membuka kesesatan Syi'ah, tapi aku sudah
memperhitungkan semua itu, dan hal itu tidak menghalangku untuk melakukannya.
Orang-orang Syi'ah telah membunuh bapak
para pemimpin kami,yaitu Uzhma Imam
Sayyid Abul Hasan Al-Ashfani, seorang imam Syi'ah terbesar setelah masa
keghaiban imam hingga sekarang. Tidak diragukan lagi bahawa beliau adalah
seorang tokoh besar Syi'ah. Namun, ketika beliau hendak meluruskan manhaj
Syi'ah dan membersihkan khurafat-khurafat yang ada didalamnya, mereka
menyembelihnya sebagaimana menyembelih seekor kambing. Sebagaimana mereka juga
telah membunuh Sayyid Ahmad
Al-Kasrawi ketika ia menyatakan berlepas diri dari
penyimpangan-panyimpangan Syi'ah dan hendak meluruskan manhaj Syi'ah, mereka
mencincang tubuh Sayyid Ahmad menjadi beberapa potong.
Masih banyak orang yang mengalami nasib
sama karena keberanian mereka dalam menentang aqidah yang bathil yang
dimasukkan kedalam madzhab Syi'ah. Dan mereka juga menghendakki aku mengalami
nasib yang sama. Namun hal itu tidak menggetarkanku. Cukuplah bagiku untuk
menympaikan kebenaran, menasihati saudaraku, memberi peringatan kepada mereka, dan
berpaling pada kesesatan.
Seandainya aku menginginkan kesenangan
dunia, mut'ah (nikah kontrak) dan khumus (seperlima harta yang di infakkan para
penganut Syi'ah) telah cukup untuk mewujudkan semua itu, sebagaimana dilakukan
orang selain aku yang menjadi kaya di daerahnya masing-masing. Sebahagian
mereka menaiki mobil yang paling mewah dengan model paling mutakhir. Tetapi
alhamdulillah aku berpaling dari semua itu sejak aku mengenal kebenaran.
Menganggap Najis Ahlussunnah
Keyakinan yang tersebar diantara kami, kalangan
pengikut syi'ah adalah pengutamaan terhadap ahlul bait. Madzhab Syi'ah semuanya
dilandaskan atas kecintaan kepada ahlul bait. Berlepas diri dari orang awam, yaitu
ahlussunnah, berlepas diri dari tiga khalifah dan Aisyah binti Abu Bakar karena
sikap mereka terhadap ahlulbait.
Yang mengakar didalam akal semua orang
Syi'ah, baik yang muda maupun yang tua, orang pandai maupun orang bodoh, lelaki
maupun perempuan, adalah bahwa sahabat telah melakukan kezaliman terhadap ahlul
bait, menumpahkan darah mereka, dan menghalalkan kehormatan mereka. Yang
ditanamkan keyakinan oleh para ulama dan mujtahid Syi'ah adalah bahawa musuh
mereka yang terbesar adalah ahlussunnah. Hal itu kerana orang sunni dianggap
najis dalam pandangan Syi'ah, hingga kalau dicuci seribu kali pun najisnya
tidak akan hilang.
Hampir semua kitab Syi'ah yang aku
pelajari penuh dengan bahasa yang kasar dan diluar akal sehat. Berbagai cacian,
umpatan dan kata-kata kotor berhamburan disetiap kitab. Bahkan sering apa yang
diungkapkan tidak memiliki logika yang waras. Bacalah Al-Kafi, Nahjul Balaghah,
Al Ihtijaj, Rijal Kisyi.
Jika kita hendak menelusuri semua yang
dikatakan tentang ahlulbait, pembicaraannya akan memanjang. Sebab tidak seorang
pun diantara mereka yang selamat dari kata-kata kotor, kalimat yang buruk, atau
tuduhan yang hina. Telah banyak dinisbatkan kepada mereka perbuatan yang tercela.
Bacalah riwayat ini,"Rasulullah
tidak tidur sehingga mencium bahagian depan wajah Fatimah"(Bihar
Al-Anwar,43/44).
"Rasulullah menyimpan wajahnya
diatas dua pa**dara Fatimah." (Bihar Al-Anwar 43/78).
Sebuah penistaan yang sangat buruk, bagaimana
Rasulullah, yang begitu mulia, melakukan hal yang tidak masuk akal seperti itu.
Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah telah dipraktikkan dengan
bentuk yang paling buruk, para wanita telah dihinakan dengan sehina-hinanya.
Sebagian besar mereka memuaskan nafsu birahinya atas nama agama di balik tabir
yang bernama mut'ah.
Mereka telah membawakan riwayat-riwayat
yang memberikan motivasi untuk melakukan mut'ah, menetapkan dan memperinci
pahalanya, serta hukuman atas orang yang meninggalkannya. Bahkan mereka yang
tidak mut'ah dianggap kafir. Ash Shaduq meriwayatkan dari Ash Shadiq, dia
berkata: "Sesungguhnya mut'ah adalah agamaku dan agama bapakku. Barangsiapa
mengingkarinya, berarti dia mengingkari agama kami dan beraqidah selain agama
kami." (Man La Yahdhuruhu Al Faqih,3/366). Ini adalah pengkafiran terhadap
orang yang menolak mut'ah.
Untuk menguatkan lagi mut'ah ini, nama
Rasulullah pun dibawa-bawa, seperti ditulis dalam Man La Yahdhuruhu Al
Faqih,3/366, "Barangsiapa melakukan mut'ah dengan seorang wanita, dia akan
aman dari murka Allah, Yang Maha Memaksa. Barangsiapa melakukan mut'ah dua
kali, dia akan dikumpulkan bersama orang-orang baik. Barangsiapa melakukan
mut'ah tiga kali, dia akan berdampingan denganku di syurga."
Semangat kata-kata inilah yang mendorong
para ulama kota ilmu Najaf, wilayah para imam, melakukan mut'ah dengan banyak
wanita. Seperti ulama Sayiid Shadr, Barwajardi, Syairazi, Qazwani, Sayyid
Madani, dan banyak lagi yang lainnya.
Simaklah riwayat ini. Dari Sayyid
Fathullah Al Kasyani, meriwayatkan dalam tafsir Manhaj Ash-Shadiqin, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
sesungguhnya beliau bersabda: "Barangsiapa melakukan mut'ah satu kali, darjatnya
seperti Husain alaihissalam, yang
melakukan dua kali,darjatnya seperti Hasan alaihissalam,
yang melakukan tiga kali, darjatnya sama dengan Ali bin Abi Thalib dan
barangsiapa melakukan mut'ah empat kali, darjatnya sama seperti darjatku".
Sungguh tidak masuk akal. Katakanlah
jika ada seorang laki-laki jahat melakukan mut'ah sekali, darjatnya sama dengan
Husain alaihissalam, lalu mut'ah dua
kali, naik lagi darjatnya. Semudah itu?? Apakah kedudukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
dan para imam sehina itu?? Walau orang yang melakukan mut'ah telah sampai pada
darjat keimanan yang tinggi, apakah darjatnya seperti darjat Husain, saudaranya,
bapanya atau pamannya?
Sang Imam Mut'ah dengan Anak Kecil
Ketika Imam Khomeini tinggal di Iraq, aku
bolak-balik berkunjung kepadanya. Aku menuntut ilmu darinya sehingga hubungan
antara aku dengannya menjadi erat sekali. Suatu waktu pergi bersamanya untuk
menuju suatu kota dalam rangka memenuhi undangan, yaitu kota yang terletak
disebelah barat Mosul, yang ditempuh lebih kurang setengah jam dengan mobil.
Imam Khomeini memintaku untuk pergi
bersamanya. Kami disambut dan dimuliakan dengan pemuliaan yang sangat luar
biasa selama kami tinggal di salah satu keluarga Syi'ah yang tinggal di sana. Dia
telah menyatakan janji setia untuk menyebarkan fahaman Syi'ah diwilayah
tersebut.
Ketika selesai, perjalanan kami kembali,
di jalan saat kami pulang, kami melewati Baghdad dan Imam Khomeini hendak
beristirahat dari keletihan perjalanan. Maka dia memerintahkan menuju daerah
peristirahatan di mana di sana tinggal seorang laki-laki asal Iran yang bernama
Sayyid Shahib. Antara dia dan Imam terjalin hubungan persahabatan yang cukup
kental.
Sayyid Shahib meminta kami untuk
bermalam dirumahnya pada malam itu dan Imam Khomeini pun menyutujuinya.
Ketika datang waktu Isya', dihidangkan
pada kami makan malam. Orang-orang yang hadir mencium tangan Imam dan menanyakan
padanya beberapa masalah dan Imam menjawabnya.
Ketika tiba saatnya untuk tidur dan
orang-orang yang hadir sudah pulang, Imam Khomeini melihat anak perempuan yang
masih kecil, umurnya sekitar lima tahun tetapi dia sangat cantik. Imam meminta
kepada bapanya, yaitu Sayyid Shahib, untuk memberikan anak itu kepadanya agar
dia melakukan mut'ah dengannya. Maka si bapak menyutujuinya dengan merasa
senang sekali. Lalu Imam Khomeini tidur dan anak perempuan itu ada
dipelukannya, sedangkan kami mendengar tangis dan teriakan anak itu.
Malam pun berlalu. Ketika tiba waktu
pagi, kami duduk dan menyantap makan pagi.Sang Imam melihat kepadaku dan
diwajahku terlihat tanda-tanda tidak senang dan pengingkaran yang sangat jelas,
karena bagaimana mungkin dia melakukan mut'ah dengan anak yang masih kecil
padahal didalam rumah ada gadis yang sudah baligh.
Imam Khomaini bertanya kepadaku: "Sayyid
Husain, apa pendapatmu tentang melakukan mut'ah dengan anak kecil?"
Aku berkata kepadanya: "Ucapan yang
paling tinggi adalah ucapanmu, yang benar adalah perbuatanmu, dan engkau adalah
seorang imam mujtahid. Tidak mungkin bagiku berpendapat atau mengatakan kecuali
sesuai dengan pendapat dan perkataanmu. Perlu difahami bahawa tidak mungkin
bagiku untuk menentang fatwamu."
Lalu dia berkata: "Sayyid Husain, sesungguhnya
mut'ah dengan anak kecil itu hukumnya boleh tetapi hanya dengan cumbuan, ciuman
dan impitan paha. Adapun bersenggama, sesungguhnya ia belum kuat untuk
melakukannya. "Lihat juga kitab Imam Khomeini yang berjudul Tahrir Al Wasilah
2/241, nombor 12, yang membolehkan mut'ah dengan anak yang masih disusui.
Mut'ah dengan Wanita Bersuami
Sangat jelas, kerusakkan yang disebabkan
oleh mut'ah sangat besar dan kompleks.
Diantaranya,
Pertama, menyalahi nash-nash syari'at, karena
menghalalkan apa yang diharamkan Allah.
Kedua, riwayat-riwayat dusta yang
bermacam-macam dan penisbatannya kepada para imam, padahal didalamnya
mengandung caci maki yang tidak diridhoi oleh orang yang dalam hatinya terdapat
sebiji sawi dari keimanan.
Ketiga, kerusakan yang ditimbulkannya
dengan membolehkan mut'ah dengan wanita yang sudah bersuami, walau ia ada
dibawah penjagaan seorang lelaki tanpa diketahui oleh suaminya. Dalam keadaan
ini seorang suami tidak akan merasa aman kepada istrinya karena kemungkinan nanti
istrinya nikah mut'ah dengan lelaki lain. Ini adalah kerusakan di atas kerusakan!
Tak dapat dibayangkan bagaimana perasaan seorang suami yang mengetahui istri
yang berada di bawah perlindungannya mut'ah dengan lelaki lain.
Keempat, para bapak juga merasa tidak
aman dengan anak perempuannya, karena mungkin saja anaknya melakukan mut'ah
tanpa izinnya lalu tiba-tiba hamil entah dengan siapa.
Kelima, kebanyakan orang yang melakukan
mut'ah membolehkan diri mereka untuk nikah mut'ah tetapi akan berkeberatan
kalau anaknya dinikahi dengan cara mut'ah. Dia sedar bahwa mut'ah ini mirip
zina dan aib bagi dia tapi dia sendiri melakukan hal itu untuk anak orang. Kalaulah
nikah mut'ah adalah sesuatu yang disyari'atkan, mengapa kebanyakan bapak merasa
keberatan untuk membolehkan anak perempuan atau kerabatnya melakukan nikah
mut'ah?
Keenam, dalam pernikahan mut'ah, tidak
ada saksi, pengumuman, ke ridho an wali wanita dan tidak berlaku hukum waris
suami-istri tetapi ia hanyalah seorang istri yang dikontrak. Pembolehan mut'ah
akan membuka peluang bagi pemuda-pemudi untuk tenggelam dalam kubangan dosa
sehingga akan merusak citra agama.
Jadi jelaslah bahaya mut'ah dari sisi
kehidupan beragama, moral dan sosial. Sehingga mut'ah diharamkan, karena
mengandung bahaya yang banyak.
Dakwaan pengharaman hanya khusus berlaku
pada hari Khaibar adalah dakwaan yang tidak berasaskan dalil. Di samping itu kalaulah
pangharaman mut'ah hanya berlaku pada hari Khaibar, tentu ada penegasan dari
Rasulullah yang mengharamkan mut'ah. Makna perkataan bahwa nikah mut'ah
diharamkan pada hari Khaibar ialah bahwa pengharamannya dimulai semenjak hari
Khaibar sampai hari Kiamat. Adapun perkataan para ulama kami (ulama Syi'ah)
adalah mempermainkan nash-nash syari'at.
Betapa banyak orang yang melakukan mut'ah
menghimpun anak dan ibunya, wanita dan saudaranya, bapanya . . . dan kekacauan
lain.
Seorang perempuan datang padaku
menanyakan kejadian yang menimpa dirinya. Perempuan ini menceritakan bahwa ia
pernah nikah mut'ah dengan tokoh dan ulama berpengaruh, Sayyid Husain Shadr, dua
puluh tahun yang lalu, dan dia hamil. Setelah puas, tokoh ini menceraikannya. Ia
bersumpah bahwa ia hamil sebagai hasil hubungan dengan Sayyid Shadr, karena
tidak ada yang mut'ah dengannya kecuali Sayyid Sahdr. Setelah anak gadisnya
dewasa, ia menjadi gadis yang cantik dan siap menikah. Tapi ibunya menemukan
sang anak telah hamil. Ketika ditanya tentang hal itu, ia mengatakan bahwa ia
telah menikah mut'ah dengan Sayyid Shadr dan kehamilannya karena nikah mut'ah
itu. Sang ibu tercengang dan kehilangan kendali dan mengatakan bahwa Sayyid
Shadr itu adalah ayahnya. Lalu ibu ini menceritakan kisah itu pada anaknya, darah
dagingnya! Di Iran kejadian seperti itu sudah tidak terhitung banyaknya!
Mari kita simak firman Allah subhanallahu
wa ta'ala:
"Dan orang-orang yang tidak
mampu menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sehingga Allah memampukan
mereka dengan karunia-Nya...."(QS An Nur:33).
Barangsiapa belum mampu menikah secara
syar'i karena sedikitnya bekal yang dimilikinya, hendaklah dia menjaga kesucian
diri sampai Allah mengaruniakan rezeki kepadanya hingga dia mampu. Kalaulah
mut'ah dihalalkan, niscaya Allah tidak akan memerintahkan untuk menjaga
kesucian dan menunggu sampai tiba waktunya dimudahkan baginya urusan
pernikahan.
Telah sama-sama diketahui bahwa Islam
datang untuk memerintahkan perbuatan-perbuatan yang utama dan melarang
perbuatan-perbuatan yang tercela. Islam datang untuk mewujudkan kemaslahatan
hamba dan agar jalan hidup mereka menjadi teratur. Sebaliknya tidak diragukan
lagi bahwa mut'ah akan mengacau kehidupan. Mut'ah menyebarkan kerusakan yang
tidak terkira.
Sesungguhnya merebaknya praktek mut'ah
akan menjerumuskan umat pada meminjamkan kemaluan. Meminjamkan kemaluan artinya
seorang lelaki akan memberi isteri atau ibunya kepada lelaki lain.
Sangat disayangkan fatwa-fatwa
meminjamkan kemaluan ini banyak didengungkan oleh para ulama Syi'ah, seperti As
Sistani, Sayyid Shadr, Asy Syairazi, Ath Thabathabai, Al Barwajardi. Kebanyakan
mereka membolehkan para tamu meminjam isteri mereka jika tamunya tertarik dan
dipinjamkan selama tamu menginap.
Merupakan kewajiban kita untuk memberi
peringatan kepada orang-orang awam atas perbuatan keji ini, agar mereka tidak
menerima fatwa para tokoh yang memperbolehkan perbuatan yang tidak bermoral dan
keji ini.
Perkaranya tidak hanya berhenti sampai
di sini, bahkan memperbolehkan melakukan sodomi kepada para wanita. Mereka
meriwayatkan beberapa riwayat dan menisbatkannya kepada para imam.
Ihwal Khumus
Sesungguhnya khumus, seperlima harta yang
harus dikeluarkan oleh orang-orang Syi'ah dari hasil usaha mereka, adalah
sesuatu yang dieksploitasi dengan cara yang sangat buruk oleh para ahli fiqh
dan mujtahid syi'ah. Ia menjadi mata pencairan dan pemasukan para tokoh dan
mujtahid dalam jumlah yang sangat besar, padahal nash syari'at menunjukkan
bahwa kalangan awam orang-orang Syi'ah terbebas dari kewajiban membayar
seperlima harta mereka.
Membayar khumus hukumnya sekadar mubah dan
tidak diwajibkan bagi setiap orang untuk mengeluarkannya. Mereka diperbolehkan
menggunakan harta tersebut sebagaimana panggunaan harta lain atau penggunaan
hasil usahanya.
Telah terjadi perlombaan di antara para
Sayyid dan mujtahid dalam memperoleh khumus. Oleh sebab itu mereka berusaha
menurunkan persentase khumus yang diambil dari harta manusia dengan tujuan agar
manusia berbondong-bondong menyetorkan khumusnya kepada mereka. Maka di antara
mereka ada yang melakukan cara-cara setan.
Imam Khomeini adalah orang yang sangat
kaya raya dengan khumus ini. Ketika di Iraq, kekayaannya berlimpah. Sehingga
ketika berangkat ke Prancis dan tinggal di sana, dia memiliki tabungan berupa uang
dinar Iraq di samping dolar Amerika yang didepositkan di bank Paris dengan
bunga yang besar.
Di atas semua itu sesungguhnya silsilah
dan keturunan adalah sesuatu yang dapat diperjual-belikan. Barangsiapa
menginginkan keturunan yang terhormat yang disandarkan kepada ahlul bait, tidak
ada jalan lain selain datang kepada saudara perempuannya atau isterinya untuk
datang kepada Sayyid untuk nikah mut'ah dengannya atau dia membayar membayar
sejumlah uang sehingga dengan cara itu ia mendapat keturunan yang terhormat.
Inilah praktik yang tidak asing lagi di
kota ilmu itu.
Aku teringat dengan sahabatku yang
mulia, Ahmad Ash Shafi An Najafi. Aku mengenalnya setelah aku meraih gelar
mujtahid, kami menjadi teman yang sangat kental walaupun umur berbeda jauh. Dia
berkata kepadaku: "Anakku, Hussain, janganlah kamu kotori dirimu dengan
khumus, karena itu adalah harta yang haram." Kami terlibat diskusi yang
intensif sampai aku yakin bahwa khumus adalah harta yang haram.
Kitab Suci Lain
Tapi yang paling berat dari penyimpangan
Syi'ah adalah adanya kitab suci lain selain Al-Qur'an dan mengatakan bahwa
Al-Qur'an itu palsu. Ketika membaca dan meneliti referensi kami yang mu'tabar, aku
mendapatkan nama-nama kitab lain yang diklaim oleh para ulama kami bahwa
semuanya diturunkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
dan bahwa kitab-kitab itu dikhususkan untuk Ali radhiyallahu 'anhu. Kitab-kitab tersebut adalah Al-Jami'ah,
Shahifah An Namus, Shahifah Al-Abithah, Shahifah Dzuabah As-Saif, Shahifah Ali,
Al-Jufr, Mushaf Fatimah, Al Qur'an.
Tentang mushaf Fathimah, dari Ali bin
Said dan Abu Abdullah alaihissalam (Ja'afar
As Shadiq), dia berkata: "Kami memiliki mushaf Fathimah, di dalamnya terdapat ayat dari
kitabullah, dia menekankan kepada Rasulullah dan keluarganya dan ditulis
langsung oleh Ali dengan tangannya."(Bihar Al Anwar,26/48).
Jika kitab itu di diktekan oleh
Rasulullah dan ditulis oleh Ali, mengapa beliau menyembunyikan dari umatnya? Allah
subhanallahu wa ta'ala berfirman: "Wahai Rasul, sampaikan
apa yang diturunkan kepadamu dari tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan apa
yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya...."(QS
Al-Maidah:67).
Tentang Al-Qur'an, sepakat ulama dan
mujtahid kami bahwa Al-Qur'an satu-satunya kitab yang telah berubah di antara
kitab yang diakui oleh Syi'ah. Al-Muhaddiths An-Nuri Ath-Thibrisi telah
menghimpun semua dalil dan bukti atas terjadinya perubahan yang besar-besaran
di dalam Al-Qur'an dalam kitabnya yang ia beri nama Pemutus dalam Menetapkan
Terjadinya Perubahan dalam Kitab Tuhan segala tuhan (Fashlu al-khithab fi
Ittsbati Tahrif Kitabi Rabbi Al-Arbab).
Dalam kitabnya dia telah menghimpun
seribu riwayat yang menyatakan telah terjadinya perubahan. Dia menghimpun
perkataan para ahli fiqh dan para ulama Syi'ah yang menyatakan secara
terus-terang bahwa Al-Qur'an yang berada di tangan manusia pada hari ini telah
berubah dari aslinya.
Al-Qur'an yang hakiki adalah Al-Qur'an
yang ada pada Ali dan para imam sesudahnya hingga ia akan berada pada Al-Qaim.
Oleh kerana itu, ketika menghadapi
kematian, Imam Al-Khaui berwasiat kepada kami, para murid dan kadernya di
hauzah: "Pegang teguhlah Al-Qur'an ini hingga munculnya Qur'an
Fathimah."
Sesungguhnya perkara yang paling aneh
dan mengherankan adalah bahwa semua kitab ini telah diturunkan dari sisi Allah
dan dikhususkan bagi Imam Ali dan para imam sesudahnya tetapi itu semua
tersembunyi dari umat. Jika kitab-kitab tersebut benar-benar dimiliki oleh Imam
Ali, untuk apa disembunyikan?
Setelah berkelana dalam perjalanan yang
sungguh meletihkan dan menyakitkan, apa yang perlu aku perbuat? Apakah aku
harus tetap dalam kedudukan dan jabatan seperti sekarang ini serta mengeruk
harta yang sangat banyak dari orang-orang yang tidak tahu apa-apa dan
berfikiran sederhana atas nama khumus dan sumbangan dalam perayaan-perayaan
lalu menaiki mobil mewah dan nikah mut'ah dengan wanita-wanita cantik? Ataukah
aku harus meninggalkan kesenangan, menjauhi perbuatan-perbuatan haram dan memakan
kebenaran karena yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu.
Aku mengetahui bahwa Abdullah bin Saba'
adalah seorang Yahudi yang mendirikan Madzhab Syi'ah dan aliran-aliran dalam
islam. Dia menanamkan permusuhan dan kebencian di antara mereka setelah
sebelumnya diikat oleh cinta kasih dan keimanan yang menyatukan hati mereka: "Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu
diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar."(QS Al-Baqarah:9)
Setelah aku menerbitkan bukuku, Untuk
Allah kemudian untuk Sejarah (Mengapa Saya Keluar Dari Syi'ah), keluarlah fatwa
dari kota ilmu tentang pengkafiran diriku, pencabutan semua gelar keilmuanku. Semua
hukum orang murtad dijatuhkan kepadaku dan diharamkan bagi kalangan Syi'ah
membaca bukuku.
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih