Hakikat Hizbiyyah
Abul Husain Ahmad bin Faris rahimahullah (wafat tahun 395 H)
berkata:
"Ha, Za dan
Ba, adalah pokok yang satu, yaitu berkumpulnya sesuatu. Dari hal itu, al-Hizb
(bermakna): Sekelompok dari manusia." (Mu'jam Maqayis
Lughah: 2/55, terbitan Darul Jail Beirut, cet. pertama 1411 H)
Ibnul A'rabi
rahimahullah (wafat tahun 231 H) berkata:
"Al-Hizb:
Sekelompok manusia." (Tahdzibul Lughah, oleh al-Azhari: 4/217, terbitan Daru Ihya'
'Turats al-'Arabi, cet. pertama 2001 M)
Sedangkan dalam
Al-Qur'an, lafadz al-Hizbu mengandung beberapa makna:
1.
Bermakna kumpulan orang yang masing-masing berbeda mazhab,
ajaran, dan agamanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Tiap-tiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (Ar-Rum: 32)
2.
Bermakna pasukan Setan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Mereka
itulah pasukan Setan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya pasukan Setan itulah yang
merugi." (Al-Mujadilah: 19)
3.
Bermakna tentara Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Mereka
itulah tentara Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tentara Allah itu adalah
golongan yang beruntung." (Al-Mujadillah: 22)
(Lihat Bashair Dzawi
Tamyis fi Lathaifil Kitabil Aziz, oleh Fairuz Abadi: 1/664, Maktabah Syamilah)
Syaikh Shafiyurrahman
al-Mubarakfuri hafizhahullah berkata:
"Al-Hizbu
secara bahasa adalah sekelompok manusia yang berkumpul karena kesamaan sifat
atau maslahat (keuntungan), baik berupa ikatan keyakinan dan iman, atau
kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan, atau ikatan daerah, tanah air, suku
bangsa dan nasab, atau profesi dan bahasa, atau perkara-perkara yang
semisalnya, yang biasanya menyebabkan manusia berkumpul atau berkelompok." (Al-Ahzab as-Siyasiyyah fil Islam, hlm. 7, dengan
perantaraan ad-Da'wah Ilallah, hlm. 54)
Adapun HIZBIYYAH,
maka dia adalah FANATISME KELOMPOK. Darul Ifta' Mishriyyah berkata:
"Al-Hizb
adalah kelompok manusia, sedangkan hizbiyyah adalah ta'ashub (fanatisme)
terhadap kelompok." (Fatawa Darul Ifta' Mishriyyah: 10/220, Maktabah Syamilah)
Hizbiyyah Di Arab
Sebelum Islam
Sebelum datangnya Islam
di jazirah Arab, ikatan yang mengumpulkan manusia adalah silsilah nasab,
lingkup daerah, warna kulit, keahlian dan ketrampilan serta persamaan bahasa.
Jazirah Arab ditegakkan
atas aturan kekabilahan dan fanatisme kabilah, baik di kota-kota maupun di
lingkup orang-orang Arab Badui (pegunungan dan padang pasir), yang hal itu di
dalam lingkup kesatuan darah dan hubungan nasab. Dari sinilah mereka (kabilah-kabilah
Arab) berkelompok-kelompok di dalam segi-segi kehidupannya di bawah
kepemimpinan seorang Sayyid (penghulu) yang ditaati dengan cara pemilihan atau
undian atau kekuatan.
Hizb (kelompok) induk
bagi perkumpulan-perkumpulan kabilah ini adalah Quraisy yang memiliki hak
siqayah (memberi minuman orang-orang haji), hijabah (penjaga pintu Ka'bah),
bendera, dan yang selainnya dari kedudukan-kedudukan agama, kelompok dan
kemasyarakatan. Mereka berserikat dengan selainnya di dalam masalah pembelaan,
persaudaraan, pembelaan hak-hak, menepis serangan-serangan musuh, dan ats-Tsa'r
(penuntutan balas).
Maka yang mendominasi
mereka adalah 'ashabiyah (fanatisme) kabilah menghadapi kabilah lainnya,
fanatisme suku bangsa menghadapi suku bangsa lainnya, yang hasilnya adalah
persaingan demi persaingan, peperangan demi peperangan dan kekacaubalauan.
Ini semua mirip dengan
seruan-seruan di negeri-negeri Islam PADA HARI INI kepada kebangsaan, kesukuan,
dan rasialisme. Hanya saja fanatisme yang ada sebelum kenabian lebih unggul
dalam segi kesucian dan kejujuran dibandingkan dengan rasialisme hari ini.
(Lihat Hukmul Intima'
Ilal Firaq wal Ahzab wal Jama'at Islamiyah, hlm. 17-18, cet. pertama 1426 H,
karya Syaikh Al-Allamah Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menghilangkan fanatisme-fanatisme kabilah ini dengan
mengarahkannya kepada Rahmat Islam, Persaudaraan Iman, dan Kalimat
Takwa.
Dan begitu banyak seruan-seruan
kepada hal itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa': 1)
Dan Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Dia telah
mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu
TEGAKKANLAH AGAMA dan JANGANLAH KAMU BERPECAH BELAH tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya
orang yang kembali (kepada-Nya)." (Asy-Syura: 13)
Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam juga mengarahkannya kepada persatuan Daulah Islamiyah, di
bawah bendera Islam yang merupakan landasan wala' wal bara' di bawah
pemerintahan syar'i yang satu, yang memiliki kekuatan dan pertahanan yang
diikat bai'at padanya, yang didengar dan ditaati, tidak boleh seorang muslim
menginap (tidur) di satu malam melainan berkewajiban berbai'at padanya.
Maka meleburlah semua
fanatisme kabilah dan kelompok, jalan-jalannya ditutup oleh Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, yang tinggal adalah satu ikatan: PANJI TAUHID, dialah
landasan wala' (loyalitas) dan bara' (kebencian dan permusuhan), kerja sama dan
persaudaraan.
Karena itulah ketika
sebagian sahabat berkata kepada sebagian yang lain pada waktu perang Bani
Musthaliq: "Wahai orang-orang Anshar!"
Berkatalah yang
lainnya: "Wahai orag-orang Muhajirin!"
Maka Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda dengan lantang kepada mereka:
"Ada apa
dengan SERUAN JAHILIYAH itu?"
Kemudian Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"TINGGALKANLAH,
KARENA ITU SANGAT BURUK." [HR. Bukhari (3/1296)
dan Muslim (4/1998)]
Demikianlah, setiap
muncul fenomena-fenomena hizbiyyah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
memangkasnya hingga ketika beliau wafat tidak ada lagi hizbiyyah dan fanatisme
kelompok, setiap muslim adalah bagian Islam dan bagian dari seluruh kaum
muslimin.
Al-Baghdadi
rahimahullah berkata:
"Adalah kaum
muslimin pada saat wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di atas Manhaj
Yang Satu di dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya Kecuali
Yang Menampakkan Islam Dan Menyembunyika Kemunafikan." (Al-Farqu
Bainal Firaq, hlm. 12)
Tidak Ada Hizbiyyah Di
Awal Islam, Bagaimanakah Di Zaman Khulafaur Rasyidin?
Ketika Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam wafat, timbullah ikhtilaf tentang siapakah yang menjadi imam
kaum muslimin dan khalifah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah
jelas dalil dan nash dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terpilihlah bai'at
terhadap Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dengan nash dan ijma' yang mematahkan
semua perselisihan sebelumnya.
Inilah kebiasaan para
sahabat yang selalu tunduk kepada perkataan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga bersatulah kaum msulimin,
tertatatalah agama dan tenanglah hati.
Sepeninggal Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu khilafah diserahkan kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu
'anhu yang melakukan banyak penaklukan negeri-negeri kafir sehingga meluaslah
negeri Islam secara luar biasa.
Tumbuhnya Benih-Benih
Hizbiyyah
Demikianlah, kaum
muslimin senantiasa bersatu di bawah panji khilafah hingga pecahlah pintu
penghalang fitnah. Kemudian timbullah fitnah dengan syahidnya Amirul Mukminin
Umar bin Khaththab pada tahun 23 H yang dibunuh oleh seorang budak Majusi.
Kemudian Allah Azza wa
Jalla masih merahmati umat dengan terpilihnya Utsman bin 'Affan radhiyallahu
'anhu sebagai khalifah, yang meneruskan perjalanan kedua sahabatnya, yaitu Abu
Bakar radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu.
Akan tetapi muncullah
gerakan-gerakan rahasia yang dimotori oleh seorang Yahudi yang bernama Abdullah
bin Saba'. Dia melakukan Kemunafikan dengan Menampakkan
Keislaman dan Menyembunyikan Kekufuran. Dia merasa
geram melihat Islam tersiar dan tersebar di Jazirah Arab, di Imperium Romawi,
di negeri-negeri Persia sampai ke Afrika dan masuk jauh di Asia. Bahkan sampai
berkibar di perbatasan Eropa.
Ibnu Saba' ingin
menghadang langkah Islam supaya tidak mendunia dengan merencanakan makar
bersama orang-orang Yahudi San'a (Yaman) untuk mengacaukan Islam dan umatnya.
Mereka menyebarkan orang-orangnya termasuk Ibnu Saba' sendiri ke berbagai
wilayah Islam termasuk ibu kota khalifah, Madinah Nabawiyah. Mereka menyulut
fitnah dengan memprovokasi orang-orang lugu (awam) dan yang berhati sakit untuk
menentang Khalifah Utsman radhiyallahu 'anhu.
Pada waktu itu juga Memperlihatkan
rasa cinta kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Mereka mengaku dan
mendukung kelompok Ali, padahal Ali tidak ada sangkut pautnya dengan mereka.
Demikianlah fitnah terus berkobar hingga terbunuhnya Khalifah Utsman bin 'Affan
radhiyallahu 'anhu dalam keadaan syahid pada tahun 35 H.
Dengan dibai'atnya Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah, tertutuplah keretakan.
Hanya saja dia menghadapi perpecahan umat yang terbagi menjadi dua kelompok
besar.
Demikianlah, maka
terjadilah peperangan-peperangan seperti perang Jamal dan Shiffin hingga
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dalam keadaan syahid pada
tahun 40 H. Kemudian dibai'atlah Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah
setelah pengunduran diri Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhum yang mundur dari
khilafah untuk menghindari tertumpahnya darah kaum muslimin dan mempersatukan
umat.
Demikianlah, sempurna
khilafah rasyidah dan masuklah fase Khilafah Bani Umayyah.
Kemudian muncullah hizb-hizb
dan firqah-firqah yang menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka di bawah empat
julukan:
a. QADARIYAH
b. SYI'AH
c. KHAWARIJ
d.
MURJI'AH
Yang kemudian
bercabang-cabang menjadi firqah-firqah yang banyak sekali. Al-Imam Abdullah bin Mubarak rahimahullah
berkata:
"Asal dari 72
bid'ah adalah 4 bid'ah, dari keempat bid'ah inilah bercabang menjadi 72
kebid'ahan. Empat bid'ah ini adalah Qadariyah, Murji'ah, Syi'ah dan
Khawarij." (Syarhus Sunnah, oleh Al-Barbahari, hlm. 57)
Munculnya firqah-firqah
ini merupakan salah satu Tanda Kenabian Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam yang telah bersabda:
"Sesungguhnya
umat ini akanberpecah-belah menjadi 73 kelompok -yaitu dalam ahwa'- semua di
Neraka kecuali satu, yaitu Al-Jama'ah."
[Driwayatkan oleh Ahmad
dalam Musaanadnya (4/102), ad-Darimi dalam Sunannya (2/314) dan Abu Dawud dalam
Sunannya (4597), dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah, hlm.
33]
Firqah-firqah ini
memiliki nama-nama yang ada kalanya merujuk kepada peroragan seperti JAHMIYAH
nisbah kepada Jahm bin Shafwan, ZAIDIYYAH nisbah kepada Zaid bin Ali bin
Husain, KULLABIYAH nisbah kepada Abdullah bin Kullab, KARRAMIYYAH nisbah kepada
Muhammad bij Karram, dan ASY'ARIYYAH nisbah kepada Abu Hasan al-Asy'ari.
Ada kalanya merujuk
kepada asal usul kebid'ahan mereka, seperti RAFIDHAH karena mereka menolak Zaid
bin Ali rahimahullah atau menolak kekhilafahan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dan
Umar radhiyallahu 'anhu; QADARIYAH karena mereka menolak qadar (takdir);
MURJI'AH karena mereka menangguhkan amalan dari definisi iman; KHAWARIJ karena
mereka khuruj (keluar) dari ketaatan kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu 'anhu; dan MU'TAZILAH karena mereka i'tizal (menjauhi) majelis
Hasan al-Bashri rahimahullah.
Setiap firqah dari
firqah-firqah di atas adalah duri di dalam daulah Islamiyah yang mengancam
kesatuannya dan merongrong keberadaannya.
Madharat-Madharat
Hizbiyyah
Allah Azza wa Jalla
melarang segala jenis hizbiyyah yang merupakan perpecahan dan penyelewengan
dari jalan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan
berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian
dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian,
lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (Ali Imran: 103)
Dan tidaklah Allah Azza
wa Jalla melarang hizbiyyah melainkan di dalamnya terdapat madharat-madharat
yang banyak sekali, di antaranya:
1.
Hizbiyyah akan menghalangi dari al-haq.
Setiap anggota hizb
akan membela hizbnya Sekuat Tenaga sehingga akan terjatuh ke dalam penghalalan
segala cara termasuk Menyeret Nash-Nash Agar Mencocoki Realita Hizbnya.
Tatkala kelompok Syi'ah
Raafidhah membuat pokok permusuhan terhadap para sahabat, maka mereka tolak
setiap nash tentang keutamaan dan pujian terhadap para sahabat, atau mereka
takwil.
Tatkala kelompok
Jahmiyah mencetuskan pokok-pokok (pemikiran) bahwa Allah Azza wa Jalla tidak
bicara, tidak bicara kepada siapa pun, tidak bisa dilihat dengan mata di
akhirat, tidak di atas 'Arsy, dan tidak memiliki sifat, maka Mereka Takwil
Setiap Nash Yang Menyelisihi Pemikiran Mereka.
Tatkala kelompok
Mu'tazilah mencetuskan pokok bahwa ancaman Allah Azza wa Jalla pasti akan
terlaksana dan bahwa setiap orang yang masuk Neraka tidak akan keluar darinya
selamanya, maka Mereka Takwil Setiap Nash Yang Menyelisihi Pokok-Pokok
(Pemikiran) Mereka. (Lihat Shawa'iq Mursalah, 1/230-233)
Adapun kelompok yang
prioritas dakwahnya penegakan Daulah islamiyah, maka dia akan MEMAKSAKAN
kalimat "Menegakkan Daulah Islamiyah" pada tempat-tempat yang tidak
semestinya, sebagaimana dikatakan oleh sebagian dari mereka:
"Itulah wahai para
pendidik, hal-hal yang terpenting dari wawasan-wawasan Islam yang wajib
diajarkan kepada seorang anak ketika mencapai usia tamyiz, hingga ketika sudah
sempurna acara peminangan dan masuk ke pintu pernikahan, maka dia akan
mengetahui bahwa Hubungan Seksual Adalah Sarana Untuk Mewujudkan Tujuan Yang Agung,
Yaitu Menegakkan Daulah Islam." (Tarbiyatul Aulad fil Islam, hlm.
567)
2.
Melandaskan wala' dan bara' pada hizb (kelompok) dan bukan di
atas Islam.
Tidak samar lagi bagi
siapa pun yang memiliki pengetahuan bahwa masing-masing hizb (kelompok)
memiliki dasar-dasar dan pemikiran atau aturan-aturan yang menjadi
undang-undang bagi hizb tersebut, sekalipun mereka tidak menamainya demikian.
Undang-undang ini kedudukannya sebagai asa yang menjadi sumber bagi tandhim
(organisasi) hizb tersebut, dan dibangun di atasnya. Maka siapa saja yang mau
meyakininya sebagai suatu kebenaran -atau dengan ungkapan lain: mengakuinya dan
menjadikannya sebagai dasar dalam bergerak dan beraktifitas- maka tergabunglah
dia di dalam hizb tersebut dan jadilah dia sebagai salah satu dari
person-personnya, dan kadang menjadi salah satu dari anggota-anggotanya atau
menjadi pilar dari pilar-pilarnya.
Sedang siapa saja yang
tidak setuju, berarti bukan kelompok mereka. Jadi, undang-undang inilah yang
menjadi dasar dalam wala' (berkasih sayang) dan bara' (memusuhi), dalam bersatu
dan berpecah belah, dan di dalam memuji dan menghina. (Lihat Al-Ahzab
as-Siyasiyyah fil Islam, hlm. 13, dengan perantaraan Ad-Da'wah Ilallah, hlm.
54-55)
3.
Menjadikan amalan-amalan Islam di dalam belenggu hizbiyyah
yang sempit.
Seperti pemikiran
sebuah kelompok yang menyatakan bahwa seseorang belum berdakwah kecuali kalau
memiliki kartu mereka atau "khuruj" (keluar) bersama mereka.
4.
Pendorong perpecahan dan pertikaian.
Berbilangnya kelompok adalah
pendorong perpecahan, sedangkan perpecahan menyebabkan pertikaian yang
menghasilkan kelemahan dan kegagalan. Allah Subhanahuwa Ta'ala berfirman:
"Dan
janganlah kalian berselisih yang menyebabkan kalian menjadi gagal dan hilang
kekuatan kalian." (Al-Anfal: 46. Lihat Al-I'tisham, hlm. 87-88)
Haramnya Hizbiyyah
Allah Subhanahu wa
Ta'ala memrintahkan kaum muslimin agar selalu bersatu padu dan bekerja-sama
dalam kebaikan dan takwa, demikian juga Allah melarang segala jenis perpecahan
dan penyelewengan dari jalan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan
berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian
bercerai-berai." (Ali-Imran: 103)
Allah Azza wa Jalla
menghendaki agar seluruh kaum muslimin berada di dalam satu barisan yaitu
barisan Allah Azza wa Jalla yang selalu mendapatkan keberuntungan dan
kemenangan:
"Mereka
itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah
golongan yang beruntung." (Al-Ma-idah: 95)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Jama'ah
adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab."
[Diriwayatkan oleh
Al-Qudha'i di dalam Musnad Syihab (1/43) dan Ibnu Abi 'Ashim di dalam As-Sunnah
(2/435), dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Shahihah (2/272)
Demikian juga Salafush
Shalih dan para pengikut mereka membenci hizbiyyah, Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhu berkata:
"Mu'awiyah berkata
kepadaku: 'Apakah kamu berada di atas millah Ali?' Maka aku berkata: 'Tidak,
dan aku juga tidak berada di atas millah Utsman, aku berada di atas millah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam'." (Ibanah Kubra, oleh Ibnu
Baththah: 1/355)
Lihatlah bagaimana Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhu membenci hizbiyyah meskipun hizbiyyah tersebut
disandarkan kepada salah seorang Khulafaur Rasyidin. Demikianlah Salafush
Shalih sangat membenci hizbiyyah kepada kelompok apapun.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata:
"Tidak
diperbolehkan bagi seorang pun untuk mengambil suatu perjanjian atas seseorang
agar dia selalu menyetujui apa yang dikehendaki, memberikan loyalitas kepada
siapa saja yang disukai oleh orang yang dia bai'at, memusuhi siapa saja yang
memusuhi orang yang dia bai'at, bahkan orang yang berbuat seperti ini adalah
seperti model Jengkhis Khan yang menjadikan siapa saja yang cocok dengan mereka
adalah teman yang loyal, dan siapa saja yang menyelisihinya adalah musuh yang
harus dibenci." (Majmu' Fatawa: 28/16)
Syaikh Bakr bin
Abdullah Abu Zaid berkata:
"Sesungguhnya
Tangan Allah di atas jama'ah, tidak ada pengelompokan dan hizbiyyah dalam
Islam, maka aku meminta perlindungan Allah kepadamu agar engkau tidak luluh
sehingga menjadi rampasan kelompok-kelompok, madzhab-madzhab yang bathil dan
partai-partai yang ghuluw yang menjadikan wala' dan bara' di atas hizbiyyah
tersebut, maka jadilah engkau seorang penuntut ilmu yang berjalan di atas jalan
yang lurus, mengikuti atsar dan sunnah, menyeru kepada Allah di atas bashirah
(ilmu), dan mengakui keutamaan orang-orang terdahulu, dan bahwasanya hizbiyyah
yang memilikijalur dan lingkup yang baru yang tidak pernah dikenal oleh salaf,
maka semua itu adalah termasuk penghalang yang terbesar dari mendapatkan ilmu,
dan dia memecah belah jama'ah." (Hilyah Thalibil Ilmi, hlm. 61-62)
Dan telah datang
fatwa-fatwa dari para ulama seperti Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
rahimahullah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, Syaikh
Muhammad bin Sahalih al-Utsaimin rahimahullah dan Syaikh Shalih al-Fauzan
hafizhahullah tentang haramnya hizbiyyah.
Fatwa-fatwa tersebut
dinukil dan dibawakan oleh Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali rahimahullah di
dalam kitab beliau Jama'ah Wahidah, hlm. 176-184, kemudian Syaikh Rabi' bin
Hadi al-Madkhali rahimahullah berkata:
"Secara umum maka
para ulama Islam dan ulama Sunnah sejak dahulu hingga kini tidak membolehkan
perpecahan ini, tidak juga hizbiyyah ini dan tidak juga kelompok-kelompok yang
berbeda-beda di dalam manhaj-manhaj dan akidah-akidahnya, karena Allah Azza wa
Jalla telah mengharamkan hal itu, demikian juga Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam, dan dalil-dalinya banyak sekali yang telah disebutkan di
tempat-tempatnya."
Terapi Hizbiyyah
Mengingat bahaya yang
besar dari penyakit hizbiyyah ini sehingga nampaklah bagi kita urgensi terapi
terhadap penyakit hizbiyyah ini, yaitu dengan menempuh solusi yang diberikan
oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di saat munculnya masalah
hizbiyyah:
"Siapa yang
hidup lama dari kalian akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas
kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang
mendapat petunjuk sepeninggalku, dan waspadalah kalian dari perkara-perkara
yang baru, karena setiap perkara yang baru (dalam agama) adalah bid'ah dan
setiap bid'ah adalah kesesatan."
[Diriwayatkan oleh
Ahmad dalam Musnadnya (4/126), ad-Darimi dalam Sunannya (1/57), at-Tirmidzi
dalam Jami'nya (5/44) dan Ibnu Majah dalam Sunannya (1/15), dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah (26, 34)]
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan setiap muslim agar menjauhi segala macam
hizbiyyah, (agar) menempuh jalan yang beliau tempuh dan para sahabatnya, inilah
manhaj yang ditempuh oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah dari masa ke masa.
Nasehat
Kami akhiri bahasan ini
dengan nasihat-nasihat yang agung dari Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid:
a.
Wahai Seorang Muslim, berpegang teguhlah dengan manhaj
nubuwwah di dalam Kitab dan Sunnah secara ilmu, amal dan dakwah. Berpegang
teguhlah dengan jama'ah muslimin, yang demikian ini juga berdasar atas jalan
yang ditempuh oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Berpegang
teguhlah dengan imam kaum muslimin di negeri mana saja -jika mereka memiliki
imam- dengan mendengar dan taat di dalam hal yang ma'ruf selama engkau tidak
melihat darinya kufur buwah (jelas) yang kalian punya bukti di sisi Allah Azza
wa Jalla..."
b.
Ambillah ibrah dari yang akan aku katakan kepadamu wahai
seorang Muslim, dengan menyebarnya Islam berikut sifat-sifatnya,
petunjuk-petunjuknya dan cahayanya, di tangan generasi awal umat ini, kemudian
siapa yang mengambil petunjuk mereka dan mengikuti jejak mereka, maka tidaklah
menyebar kecuali di tangan Jama'ah Muslimin yang tidak memilahkan diri dari
Islam dengan nama dan tidak juga dengan gambaran, tidaklah menyebar di zaman
para Sahabat radhiyallahu 'anhum dan penakulkan-penaklukan mereka dengan
perantaraan hizb-hizb dan kelompok-kelompok yang berbeda satu dengan yang
lainnya di dalam nama dan gambarannya, akan tetapi Hizbullah adalah satu dan
tidak terbagi-bagi di hadapan Hizb Setan, syi'ar mereka hanyalah
"Katakanlah La ilaha ilallah, maka kalian akan beruntung."
c.
Sesungguhnya firqah-firqah, kelompok-kelompok dan hizb-hizb
ini menggambarkan sekoci-sekoci kecil di hadapan sebuah bahtera yang besar dan
kokoh, apakah mencukupkan diri di dalam sekoci -karena khawatir tenggelam-
orang yang mendapati bahtera besar dan kokoh?
Karena itulah maka
al-Imam Malik rahimahullah berkata:
"As-Sunnah adalah
bahtera (kapal) Nuh, barangsiapa yang naik maka dia akan selamat dan
barangsiapa yang KETINGGALAN maka dia akan TENGGELAM."
Az-Zuhri rahimahullah
berkata:
"Para ulama kami
berkata, 'Berpegang teguh dengan Sunnah adalah keselamatan."
Dan memperingatkan
mereka dari memecah belah kaum muslimin dengan penisbahan-penisbahan diri
kepada firqah-firqah. Dan memperingatkan firqah-firqah
"jama'ah-jama'ah" agar menoleh kepada kesalahan-kesalahan mereka,
menasihati mereka agar kembali kepada dakwah di atas manhaj nubuwwah, di atas
jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, berkumpul di bawah satu jama'ah
yaitu jama'ah kaum muslimin. Dan agar mereka membersihkan diri dari
penyakit-penyakit syubhat serta melepaskan diri dari firqah-firqah dan
hizbiyyah, agar mendapatkan keberuntungan dengan pertolongan Allah Azza wa
Jalla di muka bumi ini dan selamatdari adzab-Nya di akhirat." (Hukmul
Intima' Ilal Firaq wal Ahzab wal Jama'at Islamiyah, hlm. 130, 131, 132 dan
139).
(Disalin dari Majalah
Al-Furqon, Edisi 7, Th. ke-9, 1431 H/2010 M, Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad
Saifullah hafizhahullah)
Semoga bermanfaat...
Saya kutib dari catatan
Abu Muhammad Herman.
bermanfaat sekali artikelnya, kakak...
BalasHapus