Ta'aalum
secara ringkas artinya sikap seorang yang tidak berilmu namun berlaku layaknya
ahli ilmu. Sikap semacam ini tentu saja merupakan bencana baik bagi pelakunya
maupun orang yang menjadi objek dari sikap sok tahunya itu. Imam Asy Syafi'i berkata
dalam Ar Risalah:
"Wajib
bagi setiap orang yang berilmu untuk tidak berkata kecuali seputar apa yang dia
ilmui. Sungguh telah ada sebagian manusia yang membicarakan sebuah ilmu, yang
seandainya ia menahan diri dari pembicaraan itu tentu lebih baik untuknya, dan
lebih selamat baginya, in syaa Allah."
Demikianlah
perkataan beliau mengenai orang yang berilmu, maka bagaimana dengan orang awam
yang jahil..? Tentu lebih wajib bagi mereka menahan diri. Imam Ibnu 'Abdil Barr
berkata dalam Jami' beliau:
"Sekiranya
orang yang tidak tahu itu diam, niscaya akan sedikit perselisihan."
Ta'aalum
bisa terjadi pada beberapa perkara, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh
Bakr Abu Zaid dalam kitab beliau (At Ta'aalum), yaitu pada: fatwa, keputusan
hakim, penulisan buku, tafsir, hadits, dan fiqih.
Adapun
bentuk ta'alum sendiri juga beragam. Salah satu contohnya adalah tatabbu' ar
rukhash, yaitu sikap mencari-cari dan mengumpulkan pendapat ulama yang ringan
atau yang mencocoki kepentingannya saja, bahkan tak peduli jika yang diambil
adalah pendapat yang jelas lemah dalil dan istidlal-nya, serta syadz (asing,
menyelisihi nash).
Ibnu
Hazm misalnya, menghalalkan musik namun beliau mengharamkan dengan keras
mencukur jenggot bahkan menyatakan itu sebagai ijma'. Imam empat madzhab
mengharamkan musik, dan yang paling keras adalah Abu Hanifah, namun beliau
membolehkan nikah tanpa wali. Ada lagi ulama yang keras dalam masalah isbal
(menurunkan kain di bawah mata kaki), namun ringan dalam masalah hukum cadar.
Dan sebagainya.
Nah, ketika
ada seorang penuntut ilmu yang berpendapat bolehnya cukur jenggot, halalnya
musik, mubahnya isbal, dan bolehnya menikah tanpa wali, maka saat itulah ia
telah melakukan tatabbu' ar rukhash alias cari-cari pendapat yang paling
ringan. Karena tidak satu ulama pun sebelumnya yang berkumpul padanya
pendapat-pendapat itu, dan ia memilih pendapat itu bukan karena kuatnya dalil
yang mendasarinya.
Syaikh
Shalih As Suhaimi ketika memberikan penjelasan atas kitab At Ta'aalum,
memberikan beberapa penyebab seseorang melakukan hal ini. Bisa jadi karena
menuruti hawa nafsu sendiri, atau faktor lain misalnya untuk mendekati
penguasa, atau mengharapkan harta, atau mencari popularitas. Karena dengan
terkenalnya dia sebagai “ulama” atau ustadz yang pendapatnya serba ringan, maka
orang-orang bodoh akan tertarik padanya karena mendapatkan pembenaran atas
perbuatan mereka. Demikian penjelasan Syaikh yang dapat didownload di sini .
Fenomena
menyedihkan pada masa sekarang yang dapat kita saksikan, beberapa orang yang
di-ustadz-kan oleh pengikutnya mencari-cari pendapat ulama yang mencocoki
pemahaman harakah mereka. Dengan bermodalkan software semisal maktabah
syamilah, islamweb, dan sejenisnya, tentu akan mudah menemukan berbagai
pendapat ulama dengan satu atau dua kata kunci dalam satu kali klik. Sehingga
terlihat seolah ia seorang faqih yang telah lama bergelut dengan kitab-kitab
kuning, padahal bisa jadi pendapat yang ia temukan sebagai pembenaran itu,
dikemukakan oleh ulama yang bahkan namanya belum pernah ia dengar sebelumnya..!
Maka
dari itu, solusi untuk menghindari sikap ta'aalum, khususnya tattabbu' ar
rukhash, adalah mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu. Bahwa kita menuntut
ilmu karena Allah memerintahkan kita untuk itu, dan meniatkan ilmu itu untuk
kita amalkan.
Perlu
juga kita sadari bahwa agama ini datang untuk mengatur kehidupan manusia secara
menyeluruh, maka jika kita mengamalkan pendapat yang ringan-ringan saja dan
serba halal, akan hilanglah agama kita perlahan-lahan. Selain itu, Allah
menghendaki keringanan untuk kita, bukan dengan menyuruh kita mencari-cari
ketergelinciran ulama, tapi dengan mengamalkan pendapat yang paling kuat dan
mententramkan hati kita. Bukankah kebajikan itu apa yang menenangkan hati,
sedangkan dosa itu apa-apa yang meragukan kita? Bagaimana jiwa akan tenang dan
hati terasa ringan, jika apa yang kita amalkan ternyata masih kita landasi
dengan pemuasan hawa nafsu? Tentu jiwa yang hanif (lurus) tak akan kuasa
terbebani dengannya.
Semoga
Allah menjadikan kita semua hamba yang taat dan tunduk kepada-Nya. Shalawat dan
Salam semoga selalu tercurah pada Rasulullah, keluarga beliau, para sahabat,
serta orang yang mengikuti mereka sampai hari kiamat.
Saya
kutib dari catatan akhi Ristiyan Ragil P
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih