Setan memiliki dua pintu masuk untuk menggoda dan
menyesatkan manusia. Jika seseorang banyak melanggar dan berbuat maksiat, setan
akan menghiasi maksiat dan nafsu syahwat untuk orang tersebut agar tetap jauh
dari ketaatan. Sebaliknya jika seorang hamba taat dan rajin ibadah, setan akan
membuatnya berlebihan dalam ketaatan, sehingga merusak agamanya dari sisi ini.
Para ulama menyebut godaan jenis pertama sebagai syahwat, dan yang
kedua sebagai syubhat. Meski berbeda, keduanya saling berkaitan. Syahwat biasanya
dilandasi oleh syubhat, dan syubhat bisa tersemai dengan subur di
ladang syahwat. 1
Masing-masing dari dua penyakit ini membutuhkan cara
penanganan khusus. Ibnul Qayyim mengatakan: “Godaan syubhat ditangkis
dengan keyakinan (baca: ilmu), dan godaan syahwat ditangkis
dengan kesabaran.”2 Untuk
menekan penyakit syahwat seperti zina, mabuk, pencurian, dan
perampokan, agama Islam mensyariatkan hudud, berupa hukuman-hukuman fisik
semacam cambuk, rajam dan potong tangan. Islam tidak mensyariatkan hudud untuk
penyakit syubhat seperti berbagai bid’ah dan pemikiran menyimpang, karena
syubhat tidak mudah disembuhkan dengan hudud, tapi lebih bisa diselesaikan
dengan penjelasan dan ilmu. Meski demikian, kadang-kadang juga diperlukan
hukuman fisik untuk menyembuhkan penyakit syubhat.
Mengikis syubhat dan berdiskusi
dengan pemiliknya telah dilakukan oleh para ulama sejak zaman dahulu.
Kadang-kadang mereka melakukannya dengan menulis surat, risalah, atau kitab dan
kadang-kadang dengan berdialog langsung . Di samping melindungi umat dari
syubhat yang ada, hal tersebut juga dimaksudkan untuk menasehati pemilik
syubhat agar bisa kembali ke jalan yang benar.
Khusus pemikiran kelompok Khawarij yang identik dengan
terorisme, ada beberapa kisah nasehat yang terkenal dari generasi awal umat
Islam. Di antaranya kisah Ibnu Abbas – radhiyallah ‘anhuma –
yang mendatangi kaum Khawarij untuk meluruskan beberapa pemahaman agama mereka
yang menyimpang. Setelah diskusi yang cukup singkat dengan mereka, sebanyak dua
ribu orang tobat dari kesalahan pemikiran mereka.3 Juga
kisah Jabir bin Abdillah – radhiyallah ‘anhuma – yang
dikunjungi beberapa orang yang tertarik dengan pemikiran Khawarij dan berencana
melakukan aksi mereka di musim haji. Mereka bertanya kepada Jabir tentang
pemahaman mereka terhadap ayat dan hadits, dan akhirnya semua rujuk dari
pemikiran Khawarij kecuali satu orang.
Dua kisah ini menunjukkan bahwa nasehat dan diskusi
sangat bermanfaat untuk mengobati penyakit syubhat ini. Riwayat tersebut juga
menunjukkan bahwa jika pemilik syubhat tidak datang sendiri mencari kebenaran
–seperti dalam kisah Jabir-, kita dianjurkan untuk mendatangi mereka, seperti
dalam kisah Ibnu Abbas.
Dalam banyak kasus terorisme di Indonesia, ditemukan
banyak pelaku teror yang sebelumnya pernah menjadi terpidana kasus terorisme.
Setelah di penjara dan menjalani hukuman, mereka tidak insaf, dan kembali ke pemikiran
dan perilaku mereka semula. Terlepas dari faktor hidayah, hal tersebut sangat
mungkin karena penanganan yang salah atau tidak optimal. Kesalahan pemikiran
yang mereka miliki termasuk dalam kategori syubhat, sehingga
hukuman fisik yang mereka dapatkan di penjara, atau hukuman sosial berupa
pandangan miring masyarakat tidak lantas membuat mereka jera dan insaf. Mereka
menganggap aksi mereka sebagai ibadah yang mendekatkan diri mereka kepada Allah
dan hukuman yang mereka dapatkan di dunia adalah konsekuensi ketaatan yang
semakin menambah pundi pahala mereka.
Kondisi seperti ini menuntut pemerintah dan ulama
untuk memikirkan solusi yang lebih baik, agar terorisme bisa ditekan dengan
lebih optimal. Tulisan singkat ini menawarkan sebuah solusi yang telah terbukti
mujarab menekan pemikiran dan aksi terorisme berdasarkan pengalaman Kerajaan
Arab Saudi .
Arab Saudi dan Terorisme
Seperti Indonesia, Arab Saudi adalah salah satu negara
yang paling banyak dibicarakan saat orang membahas terorisme. Berita kematian
Usamah bin Ladin akhir-akhir ini juga membuat Arab Saudi kembali dibicarakan.
Sebelumnya, banyak sekali peristiwa seputar terorisme yang telah terjadi di
negeri yang membawahi dua kota suci umat Islam ini.
Pada 12 Mei 2003, dunia dikejutkan dengan peristiwa
peledakan besar di ibukota negeri tauhid ini. Pemboman terjadi beriringan di
tiga kompleks perumahan di kota Riyadh, dan mewaskan 29 orang termasuk 16
pelaku bom bunuh diri dan melukai 194 orang. Pemboman di Wadi Laban (Provinsi
Riyadh) pada 8 November 2003 menewaskan 18 orang dan melukai 225 orang. Pada 21
April 2004, sebuah bom bunuh diri meledak di Riyadh dan menewaskan 6 orang dan
melukai 144 orang lainnya. Sementara pada 1 Mei 2004, 4 orang dari satu
keluarga menyerang sebuah perusahan di Yanbu dan membunuh 5 pekerja bule, dan
melukai beberapa pekerja lain. Saat dikejar, mereka membunuh seorang petugas
keamanan dan melukai 22 lainnya.
Koran ASHARQ AL-AWSAT telah merangkum peristiwa yang
berhubungan dengan terorisme di Arab Saudi dalam setahun sejak pemboman 12 Mei
2003, dan melihat daftar panjang peristiwa itu, barangkali bisa dikatakan bahwa
tidak ada negara yang mendapat ancaman teror sebesar dan sebanyak Arab
Saudi 4.
Hal ini merupakan bantahan paling kuat untuk mereka yang mengatakan bahwa
ideologi terorisme didukung oleh negeri ‘Wahhabi’, karena justru Arab Saudi
yang menjadi sasaran utama para teroris.
Para teroris juga telah berulang kali menyerang
petugas keamanan. Sudah banyak petugas keamanan yang menjadi korban aksi
mereka. Sudah tidak terhitung lagi aksi baku tembak antara teroris dengan
petugas keamanan. Kota suci Makkah dan Madinah pun tidak selamat dari aksi-aksi
ini. Bahkan ada beberapa tokoh agama yang terang-terangan memfatwakan bolehnya
aksi-aksi ini. Terlepas dari objektifitas Amerika dan sekutunya, warga negara Arab
Saudi termasuk penghuni terbesar kamp penjara Amerika Serikat di Teluk
Guantanamo.
Tapi tampaknya hal itu sudah menjadi masa lalu. Isu
terorisme di Arab Saudi dalam beberapa tahun belakangan didominasi oleh
keberhasilan pemerintah menggagalkan aksi-aksi terorisme,
penyergapan-penyergapan dini, rujuknya para mufti aksi terorisme dan taubatnya
orang-orang yang pernah terlibat aksi teror.
Di samping itu ada kampanye besar-besaran melawan
terorisme yang dilakukan pemerintah melalui berbagai media massa, penyuluhan-penyuluhan,
seminar-seminar, khutbah dan ceramah, sehingga saking gencarnya barangkali
terasa membosankan. Selain petugas keamanan yang telah bekerja keras, ada satu
lembaga yang menjadi primadona dalam kampanye penanggulangan terorisme di arab
Saudi, yaitu Lajnah al-Munashahah (Komite Penasehat).
Apa itu Lajnah al-Munashahah?
Lajnah al-Munashahah yang
berarti Komite Penasehat mulai dibentuk pada tahun 2003 dan bernaung dibawah
Departemen Dalam Negeri (dibawah komando Deputi II Kabinet dan Menteri Dalam
Negeri, Pangeran Nayif bin Abdul Aziz) dan Biro Investigasi Umum. Tugas
utamanya adalah memberikan nasehat dan berdialog dengan para terpidana kasus
terorisme di penjara-penjara Arab Saudi. Lajnah al-Munashahah memulai
kegiatannya dari Riyadh sebagai ibukota, kemudian memperluas cakupannya ke
seluruh wilayah Arab Saudi.5
Lajnah al-Munashahah terdiri
dari 4 komisi, yaitu:
1.
Lajnah ‘Ilmiyyah (komisi
ilmiah) yang terdiri dari para ulama dan dosen ilmu syari’ah dari berbagai
perguruan tinggi. Komisi ini yang bertugas langsung dalam dialog dan diskusi
dengan para tahanan kasus terorisme.
2.
Lajnah Amniyyah (komisi
keamanan) yang bertugas menilai kelayakan para tahanan untuk dilepas ke
masyarakat dari sisi keamanan, mengawasi mereka setelah dilepas, dan menentukan
langkah yang sesuai jika ternyata masih dinilai berbahaya.
3. Lajnah Nafsiyyah Ijtima’iyyah (komisi psikologi dan sosial) yang bertugas
menilai kondisi psikologis para tahanan dan kebutuhan sosial mereka .
4. Lajnah I’lamiyyah (komisi penerangan) yang bertugas menerbitkan
materi dialog dan melakukan penyuluhan masyarakat. 6
Teknik dialog
Hampir tiap hari Lajnah al-Munashahah bertemu
dengan para tahanan kasus terorisme. Kegiatan memberi nasehat ini didominasi
oleh dialog terbuka yang bersifat transparan dan terus terang. Sesekali dialog
tersebut diselingi dengan canda tawa yang mubah agar para tahanan merasa tenang
dan menikmati dialog.
Ada juga kegiatan daurah ilmiah berupa penataran di
kelas-kelas dengan kurikulum yang menitikberatkan pada penjelasan
syubhat-syubhat para tahanan, seperti masalah takfir (vonis
kafir), wala’ wal bara’ (loyalitas keagamaan), jihad, bai’at,
ketaatan kepada pemerintah, pejanjian damai dengan kaum kafir dan hukum
keberadaan orang kafir di Jazirah Arab.7
Kegiatan dialog biasanya dilakukan setelah Maghrib dan
kadang berlangsung sampai larut malam. Agar efektif, dialog tidak dilakukan
secara kolektif, tapi satu per satu. Hanya satu tahanan yang diajak berdialog
dalam setiap kesempatan agar ia bisa bebas dan leluasa berbicara, dan terhindar
dari sisi negatif dialog kolektif.
Pada awalnya banyak tahanan yang takut untuk berterus
terang mengikuti program dialog ini, karena mereka menyangka bahwa dialog ini
adalah bagian dari investigasi dan akan berdampak buruk pada perkembangan kasus
mereka. Namun begitu merasakan buah manis dialog, mereka sangat bersemangat dan
berlomba-lomba mengikutinya.8
Mereka segera menyadari bahwa dialog ini justeru
menguntungkan mereka. Sebagian malah meminta agar mereka sering diajak dialog
setelah melihat keterbukaan dalam dialog dan penyampaian yang murni ilmiah
(dipisahkan dari investigai kasus) dan bermanfaat dalam meluruskan pemahaman
salah (syubhat) yang melekat di pikiran meraka. Rupanya mereka telah
menemukan bahwa ilmulah obat yang mereka cari, dan merekapun dengan senang hati
meminumnya.9
Pada umumnya, mereka memiliki tingkat pendidikan
rendah, tapi memiliki kelebihan pada cabang ilmu yang mereka minati. Mereka
–yang sekitar 35 % pernah tinggal di wilayah konflik- mudah termakan oleh
pemikiran dan fatwa yang menyesatkan. Ketika dihadapkan pada ulama yang mumpuni
dan ilmu yang benar, mereka menyadari kesalahan pemahaman mereka. Melalui
dialog ini Lajnah al-Munashahah menjelaskan pemahaman yang
benar terhadap dalil, membongkar dalil-dalil yang dipotong atau nukilan-nukilan
yang tidak amanah.10
Setelah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, banyak
tahanan yang menyatakan bahwa selama ini seolah-olah mereka mabuk. Banyak yang
mengaku bahwa mereka mulai mengenal pemikiran terorisme dari kaset-kaset
“Islami” (tentu saja Islam berlepas diri darinya), ceramah-ceramah yang
menggelorakan semangat dan menyentuh emosi keagamaan mereka, juga fatwa-fatwa
penganut terorisme. Tambahan gambar-gambar, cuplikan-cuplikan audio-visual dan
tambahan efek pada kaset dan video ikut berpengaruh memainkan perasaan. Hal ini
jika tidak dikelola dengan baik bisa menjadi badai yang berbahaya.
Rekaman-rekaman seperti inilah sumber ‘ilmu’ mereka,
dan oleh karenanya disebarkan dengan intens di internet oleh pengusung
pemikiran teror. Setelah mereka jatuh dalam perangkap pemikiran ini, biasanya
mereka dilarang untuk mendengarkan siaran radio al-Quran al-Karim, radio
pemerintah yang didukung penuh oleh para ulama besar Arab Saudi. Hal ini
dimaksudkan untuk memutus akses para pemuda ini dari para ulama.11
Program dan Sarana Penunjang
Program dialog juga ditunjang dengan pemenuhan
kebutuhan fisik para tahanan. Berbeda dengan metode Guantanamo yang menyiksa, para
tahanan justru diberikan keleluasaan dalam memenuhi kebutuhan gizi mereka dan
melakukan kegiatan refreshing.
Akses kunjungan keluarga dibuka lebar-lebar, karena
hubungan yang baik dengan keluarga adalah faktor penting yang mendorong mereka
keluar dari pemikiran rancu mereka. Bahkan saat dilepas, pemerintah memberikan
mereka rumah, membiayai kebutuhan anak-anak mereka, bahkan membantu menikahkan
mereka yang belum menikah. Intinya, mereka dibuat sibuk dengan tanggung jawab
keluarga, sehingga tidak lagi tergoda untuk kembali ke aktifitas negatif yang
dahulu mereka lakukan atau persahabatan buruk yang membuat mereka jatuh dalam
syubhat. Keluarga mereka juga mendapat arahan khusus untuk mendukung program
ini dan menjaga agar keberhasilan munashahah (upaya untuk
menasehati) di penjara tidak pudar di rumah.12
Sebelum dilepas kembali ke masyarakat, para tahanan
ditempatkan di pusat-pusat pembinaan berupa villa-villa peristirahatan tertutup
yang memiliki fasilitas lengkap berupa kelas-kelas pembinaan dan sarana
olahraga. Di pusat pembinaan yang dinamai Prince Mohammed Bin Naif
Center for Advice and Care ini, program dialog tetap berjalan,
ditambah kegiatan-kegiatan pemasyarakatan seperti pelatihan seni rupa dan
kursus ketrampilan berijazah. Secara berkala, mereka juga diberi kesempatan
untuk berkunjung ke rumah keluarga mereka untuk jangka waku tertentu dengan
pengawasan.13
Sangat Berhasil, Tapi Kadang Gagal
Program munashahah ini telah mencapai
keberhasilan yang luar biasa. Banyak teroris yang berhasil diluruskan kembali
pemikiran dan akidahnya sehingga bisa kembali diterima masyarakat. Hanya
sedikit sekali yang yang kembali ke jalan terorisme dari ribuan orang telah
mengikuti dialog.
Zabn bin Zhahir asy-Syammari, eks tahanan Guantanamo
yang telah mengikuti program munashahah mengatakan bahwa
program ini telah berhasil dengan baik dan orang-orang yang mengikutinya telah
memetik faedah yang besar. Tidak lupa ia mengucapkan terima kasih atas diadakannya
program yang penuh berkah ini.14
Tapi seperti usaha manusia yang lain, dialog ini juga
kadang menemui kegagalan. Salah satu kegagalan yang masyhur adalah kembalinya 7
eks tahanan Guantanamo ke pemikiran mereka selepas dari penjara. Allah tidak
membukakan hati mereka untuk nasehat yang telah disampaikan. Sebabnya bisa jadi
karena pemikiran takfir sudah mendarah daging pada diri mereka, atau tidak
terwujudnya beberapa faktor pendukung dalam dialog. Ada juga yang berpura-pura
setuju dengan apa yang disampaikan Lajnah Munashahah secara
lahir saja, tanpa kesungguhan batin.15
Menurut Abdul Aziz al-Khalifah, anggota Lajnah
al-Munashahah, ada tahanan yang penyimpangannya karena ketidaktahuan atau
karena terpedaya. Orang seperti ini akan mudah diajak dialog dan cepat
menyadari kesalahan. Ada juga yang penyimpangannya terbangun di atas prinsip
yang menyimpang atau kesesatan yang sudah lama dipeluknya. Yang demikian lebih
sulit dan membutuhkan usaha ekstra.16
Namun kegagalan kecil ini tidaklah mengurangi
kegemilangan Kerajaan Arab Saudi dalam menumpas terorisme. Bagi pemerintah Arab
Saudi, pemikiran tidak cukup dihadapi dengan senjata, tapi juga harus dilawan
dengan pemikiran17.
Dunia internasionalpun mengakui keberhasilan ini. Masyarakat dunia menyebutnya
sebagai “Strategi Halus Saudi” atau “Kekuatan Yang Lembut”. Sudah banyak pula
negara yang belajar dari pengalaman Arab Saudi dan mentransfernya ke negara
mereka.18
Penutup: Bagaimana dengan Indonesia?
Banyak kesamaan antara Indonesia dan Arab Saudi.
Keduanya adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim, dan pemerintahnya
sama-sama divonis kafir oleh para pengusung paham terorime. Para tokoh teror
Indonesia juga banyak terpengaruh oleh para tokoh takfiri dari dunia Arab, yang
banyak ditemui di wilayah-wilayah konflik dunia. Bagaimanapun, bangsa Arab
tetap paling berpengaruh dalam ilmu agama Islam, baik ilmu yang benar ataupun
yang salah. Karena itu, apa yang telah berhasil dipraktekkan di Arab Saudi
insyaallah juga akan berhasil di Indonesia. Pemerintah RI perlu belajar dari
keberhasilan ini dan mentransfernya ke bumi pertiwi, agar fitnah terorisme yang
telah merusak citra Islam segera hilang atau paling tidak bisa ditekan secara
berarti. Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran! Wallahu a’lam.
Catatan Kaki:
1.
Bi Ayyi
‘Aqlin wa Din Yakunu at-Tafjiru Jihadan?, Syaikh
Abdul Muhsin al-Abad, hal. 3, at-Tahdzir min asy-Syahawat, ceramah Dr. Sulaiman
ar-Ruhaili.
2.
Ighatsatul
Lahafan, Ibnul Qayyim 2/167
3.
Sunan
al-Baihaqi 8/179.
4.
Koran
ASHARQ AWSAT edisi 9297, 12 Mei 2004.
5.
Wawancara
Dr. Ali an-Nafisah, Dirjen Penyuluhan dan Pengarahan Kemendagri Arab Saudi di
Koran al-Riyadh edisi 13.682.
6.
Markaz
Muhammad bin Nayif lil Munashahah, Su’ud
Abdul Aziz Kabuli, koran al-Watan edisi 3.257
7.
Taqrir: Markaz
Muhammad bin Nayif lir Ri’ayah asy-Syamilah wal Munashahah, assakina.com,
Markaz Muhammad bin Nayif lil Munashahah, Su’ud Abdul Aziz Kabuli, koran
al-Watan edisi 3.257
8.
Wawancara
Dr. Ali an-Nafisah, Koran al-Riyadh edisi 13.682.
9.
Wawancara
Dr. Ali an-Nafisah, Koran al-Riyadh edisi 13.682.
10. Wawancara Dr. Ali an-Nafisah, Koran al-Riyadh edisi
13.682.
11. Taqrir: Markaz Muhammad bin Nayif lir Ri’ayah
asy-Syamilah wal Munashahah, assakina.com, Wawancara Dr. Ali an-Nafisah di
Koran al-Riyadh edisi 13.682.
12. Markaz Muhammad bin Nayif lil Munashahah, Su’ud Abdul Aziz Kabuli, koran al-Watan edisi 3.257
13. Taqrir: Markaz Muhammad bin Nayif lir Ri’ayah
asy-Syamilah wal Munashahah, assakina.com
14. Koran al-Riyadh edisi 14.848, Taqrir:
Markaz Muhammad bin Nayif lir Ri’ayah asy-Syamilah wal Munashahah,
assakina.com.
15. Koran al-Riyadh edisi 14.848
16. Koran al-Riyadh edisi 14.848.
17. Markaz Muhammad bin Nayif lil Munashahah, Su’ud Abdul Aziz Kabuli, koran al-Watan edisi 3.257
18. Koran al-Riyadh edisi 15.042.
Penulis: Anas Burhanuddin, Lc., MA.
Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih