Siapakah yang dinamakan
Ulama?
Terdapat beberapa
ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij rahimahullah menukilkan
(pendapat) dari ‘Atha, beliau berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia
adalah orang alim.” (Jami’ Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2/49)
Asy-Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahullah mengatakan:
“Ulama adalah orang
yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.”
(Kitabul ‘Ilmi hal. 147)
Badruddin Al-Kinani
rahimahullah mengatakan:
“Mereka (para ulama)
adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan,
dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan.”
(Tadzkiratus Sami’ hal. 31)
Abdus Salam bin Barjas
rahimahullah mengatakan:
“Orang yang pantas
untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak
berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu karena sifat-sifat
orang alim mayoritasnya tidak akan terwujud pada diri orang-orang yang
menisbahkan diri kepada ilmu pada masa ini. Bukan dinamakan alim bila sekedar
fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebarluaskan
karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam tulisan
tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang
alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menancap di benak
orang-orang yang tidak berilmu. Oleh karena itu banyak orang tertipu dengan
kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia
bukan ulama. Ini semua menjadikan orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah
yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum-hukum Al Qur’an dan As Sunnah.
Mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlak, muqayyad,
mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan-ucapan salaf
terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (Wujubul
Irtibath bi ‘Ulama, hal. 8)
Allah Subhanahu wa
Ta'ala menjelaskan ciri khas seorang ulama yang membedakan dengan kebanyakan
orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia
berfirman:
“Sesungguhnya yang
paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)
Ciri-ciri Ulama
Pembahasan ini
bertujuan untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang pantas untuk menyandang
gelar ulama dan bagaimana besar jasa mereka dalam menyelamatkan Islam dan muslimin
dari rongrongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi shahabat
hingga masa kita sekarang.
Pembahasan ini juga
bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebagian muslimin yang
telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.
a. Sebagian
kaum muslimin ada yang meremehkan hak-hak ulama. Di sisi mereka, yang dinamakan
ulama adalah orang yang pandai bersilat lidah dan memperindah perkataannya dengan
cerita-cerita, syair-syair, atau ilmu-ilmu pelembut hati.
b. Sebagian
kaum muslimin menganggap ulama itu adalah orang yang mengerti realita hidup dan
yang mendalaminya, orang-orang yang berani menentang pemerintah -meski tanpa petunjuk
ilmu.
c. Di
antara mereka ada yang menganggap ulama adalah kutu buku, meskipun tidak memahami
apa yang dikandungnya sebagaimana yang dipahami generasi salaf.
d. Di
antara mereka ada yang menganggap ulama adalah orang yang pindah dari satu
tempat ke tempat lain dengan alasan mendakwahi manusia. Mereka mengatakan kita
tidak butuh kepada kitab-kitab, kita butuh kepada da’i dan dakwah.
e. Sebagian
muslimin tidak bisa membedakan antara orang alim dengan pendongeng dan juru nasehat,
serta antara penuntut ilmu dan ulama. Di sisi mereka, para pendongeng itu
adalah ulama tempat bertanya dan menimba ilmu.
Di antara ciri-ciri
ulama adalah:
1. Ibnu
Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan
kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri
atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang
zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang
agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat
lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan
tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah
sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah,
1/177)
2. Ibnu
Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku
berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan
menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”
3. Ibnu
Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada
diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama
pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat
mereka atau mendekatinya.”
4. Mereka
berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan orang-orang yang
diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad)
dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha
Mulia lagi Maha Terpuji.” (QS Saba: 6)
5. Mereka
adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu
wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Demikianlah
permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
(QS Al-’Ankabut: 43)
6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki
keahlian melakukan istinbath (mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
“Apabila datang kepada
mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.
Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah
orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka
(rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian,
tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.”
(QS An-Nisa: 83)
7. Mereka
adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Katakanlah:
‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya
orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan
kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka
berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan
mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.”
(QS Al-Isra: 107-109)
[Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh
Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama karya
Asy-Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi]
Inilah beberapa sifat
ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an
dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini,
jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian
mereka padahal tidak pantas memakainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama
ahlul bid’ah yang mana mereka bukan sebagai penyandang gelar ini. Dari Al-Quran
dan As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar.
Contoh-contoh Ulama
Rabbani
Pembahasan ini bukan
membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau mereka telah
menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka hidup dengan jasa-jasa mereka terhadap
Islam dan muslimin dan mereka hidup dengan karya-karya peninggalan mereka.
1. Generasi
shahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu
Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali.
2. Generasi
Tabiin dan di antara tokoh mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib (meninggal setelah
tahun 90 H), ‘Urwah bin Az-Zubair (meninggal tahun 93 H), ‘Ali
bin Husain Zainal Abidin (meninggal tahun 93 H), Muhammad bin Al-Hanafiyyah
(meninggal tahun 80 H), ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bin
Mas’ud (meninggal tahun 94 H atau setelahnya), Salim bin Abdullah bin ‘Umar
(meninggal tahun 106 H), Al-Hasan Al-Basri (meninggal tahun
110 H), Muhammad bin Sirin (meninggal tahun 110 H), ‘Umar
bin Abdul ‘Aziz (meninggal tahun 101 H), dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri
(meninggal tahun 125 H).
3. Generasi
Atba’ At-Tabi’in dan di antara tokoh-tokohnya adalah Al-Imam Malik (179 H), Al-Auza’i
(107 H), Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri (161 H), Sufyan bin ‘Uyainah (198
H), Ismail
bin ‘Ulayyah (193 H), Al-Laits bin Sa’d (175 H), dan Abu
Hanifah An-Nu’man (150 H).
4. Generasi
setelah mereka, di antara tokohnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak (181 H), Waki’
bin Jarrah (197 H), Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (203
H), Abdurrahman
bin Mahdi (198 H), Yahya bin Sa’id Al-Qaththan (198 H),
‘Affan
bin Muslim (219 H).
5. Murid-murid
mereka, di antara tokohnya adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal (241 H), Yahya
bin Ma’in (233 H), ‘Ali bin Al-Madini (234 H).
6. Murid-murid
mereka seperti Al-Imam Bukhari (256 H), Al-Imam Muslim (261 H), Abu Hatim
(277 H), Abu Zur’ah (264 H), Abu Dawud (275 H), At-Tirmidzi
(279 H), dan An-Nasai (303 H).
7. Generasi
setelah mereka, di antaranya Ibnu Jarir (310 H), Ibnu
Khuzaimah (311 H), Ad-Daruquthni (385 H), Al-Khathib
Al-Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Bar An-Numairi (463 H).
8. Generasi
setelah mereka, di antaranya adalah Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah
(620 H), Ibnu Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah (728 H), Al-Mizzi
(743 H), Adz-Dzahabi (748 H), Ibnu Katsir (774 H) berikut para
ulama yang semasa mereka atau murid-murid mereka yang mengikuti manhaj mereka
dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai pada hari ini.
9. Contoh
ulama di masa ini adalah Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Asy-Syaikh
Muhammad Aman Al-Jami, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, dan selain
mereka dari ulama yang telah meninggal di masa kita.
Berikutnya Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya
An-Najmi, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali,
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad, Asy-Syaikh
Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali,
Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan selain mereka
yang mengikuti langkah-langkah mereka di atas manhaj Salaf. (Makanatu Ahli Hadits
karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama)
Wallahu
a’lam.
Sumber
: E-book Ciri-Ciri Ulama
Penulis
: Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi
0 komentar:
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang baik dalam berkomentar
dan saya menolak debat kusir
terima kasih