Berikut
adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru:
Kerusakan
Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu
diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan
‘Idul Adha. Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu mengatakan:
كَانَ
لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا
فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ
كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا
خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Orang-orang
Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di
setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua
hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi
kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”
(HR. An Nasa'i no. 1556)
Namun
setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum muslimin. Ada
perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru orang kafir. Di
antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi.
Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam maksudkan
sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum
muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.
Perhatikan
penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi
fatwa di Saudi Arabia berikut ini;
Al Lajnah Ad
Da-imah mengatakan: “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah
semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan,
bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:
1. Hari yang
berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.
2. Berkumpulnya
banyak orang pada hari tersebut.
3. Berbagai
aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non
ibadah.
Hukum ied
(perayaan) terbagi menjadi dua:
1. Ied yang
tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari
tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
2. Ied yang
mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang
kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup
dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
مَنْ
أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang
siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian
dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Misalnya
adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid
nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak
pernah Allah izinkan di samping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan
orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena
menyerupai orang kafir.” (Fatawa
Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta‘,
3/88-89, Fatwa no. 9403, Mawqi’ Al Ifta’.)
Kerusakan
Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan
tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu
'alaihi wasallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak
orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik
dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu
Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ،
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ
فَقِيلَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ
أُولَئِكَ
“Kiamat
tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam
, “Apakah mereka itu mengikuti
seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“
(HR.
Bukhari no. 7319)
Dari Abu
Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى
لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh
kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal
dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke
lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan
mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang
diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR.
Muslim no. 2669)
Imam An
Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang
dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang
dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah
laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni.
Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai
penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu
mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat
ini.” (Al
Minhaj Syarh Shohih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An
Nawawi, 16/220, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, cetakan kedua, 1392)
Lihatlah apa
yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Apa yang beliau katakan
memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti
oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai
perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Ingatlah,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru
orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda:
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR.
Ahmad dan Abu Daud)
Kerusakan
Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah
ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan
tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang
mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada
waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir
berjama’ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian
tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh
aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa
tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum
muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi
menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai
kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.
Jika ada
yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak
bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”
Maka cukup
kami sanggah, niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu
ketika dia melihat orang-orang yang
berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Orang
yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu
Mas’ud:
وَاللَّهِ
يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ
“Demi Allah,
wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain
kebaikan.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu
'anhu lantas berkata:
وَكَمْ
مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa
banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” (HR.
Ad Darimi)
Jadi dalam
melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga
mengikuti contoh dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, baru amalan tersebut
bisa diterima di sisi Allah.
Kerusakan Keempat:
Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru
Kita telah
ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar
kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar
orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan
kesepakatan para ulama (ijma’).
Ibnul Qoyyim
rahimahullah dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan: “Adapun memberi ucapan
selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir
(seperti mengucapkan selamat natal) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan
ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada
hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari
yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan
semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari
kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan
selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan
selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini
lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci
oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum
minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat
lainnya.
Banyak orang
yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini
tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu,
barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah
atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”
(Ahkam
Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar
Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H)
Kerusakan
Kelima: Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu
Betapa
banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik
pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam
2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti
ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di
antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah
kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan
berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min
dzalik.
Ketahuilah
bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele.
Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.
Ibnul Qoyyim
rahimahullah mengatakan: “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat)
bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk
dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh,
merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang
meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan
kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash
Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, Dar Al Imam Ahmad)
Imam Adz
Dzahabi Asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan: “Orang yang mengakhirkan shalat hingga
keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat -yaitu
satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena
meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu,
orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar
sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk
orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat
dosa).” (Al
Kaba’ir, hal. 26-27, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah)
Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja
meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata:
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الْعَهْدُ
الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian
antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya
maka dia telah kafir.” (HR.
Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah)
Oleh
karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga
membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.
Dengan
merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama
yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أَفْضَلُ
الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik
shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR.
Muslim no. 1163)
Shalat malam
adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang
sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu
yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Sungguh
sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya.
Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah
kerugian yang sangat besar.
Kerusakan
Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat
Begadang
tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang
tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah radhiyallahu
'anhu, beliau berkata:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ
الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
“Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam membenci
tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR.
Bukhari no. 568)
Imam Ibnu
Baththol rahimahullah menjelaskan:
“Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau
sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari
shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu 'anhu sampai-sampai
pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan:
“Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur
lelap?!” (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol,
3/278, Asy Syamilah)
Kerusakan
Ketujuh: Terjerumus Dalam Zina
Jika kita
lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka
tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat
(berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus
dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan
menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang
terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.
Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah
berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
كُتِبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ
وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ
زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ
وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak
Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi,
tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga
dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan
meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan
atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Kerusakan
Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin
Merayakan
tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara
bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu
muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat
seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah
terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
الْمُسْلِمُ
مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang
muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.” (HR.
Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41)
Ibnu
Baththol rahimahullah mengatakan: “Yang
dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti
kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti
lainnya. Imam Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan: “Orang yang baik
adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”. (Syarh
Al Bukhari, Ibnu Baththol, 1/38, Asy Syamilah)
Kerusakan
Kesembilan: Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan
Perayaan
malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam.
Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru
sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan
tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia,
maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam?
Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih
dari itu..? Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia.
Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli
petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dan sebagainya. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman:
وَلا
تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27)
Imam Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan:
“Allah ingin membuat manusia menjauhi sikap boros dengan mengatakan: 'Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.'” Dikatakan demikian
karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud dan
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma mengatakan: “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan
sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Imam Mujahid rahimahullah mengatakan:
“Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu
bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja
(ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir
(pemborosan).” Qotadah mengatakan: “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah
mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru
dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Lihat Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, 5/69, pada tafsir surat Al Isro’ ayat 26-27)
Kerusakan
Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan
tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan
untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam
seseorang,
مِنْ
حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara
tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat
baginya.” (HR. Tirmidzi)
Ingatlah
bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki
sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek
dari kematian.
Semoga kita
merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah: “(Ketahuilah bahwa)
menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu
(membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah
memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.” (Al Fawa’id,
hal. 33)
Seharusnya
seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan.
Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri
nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah
hakekat syukur yang sebenarnya.
Wallahu
a'lam
Sumber :
E-book Natal dan Tahun Baru